Search
Close this search box.

The Tales of Waria: Warna Warni Transjender Indonesia

 

Sesi Diskusi  Nonton Bareng
Sesi Diskusi Nonton Bareng

Ourvoice.or.id- Waria diciptakan oleh Tuhan agar dunia makin indah, ungkap Tiara, tokoh film dokumenter The Tales of Waria yang diputar oleh Our Voice  pada Minggu 16 Juni 2013.

Film karya Kathy Huang ini diproduksi selama tiga tahun. Kathy Huang yang merupakan warga amerika serikat harus bolak-balik Amerika Serikat-Indonesia selama proses produksi. Ketekunan Kathy Huang pun berbuah manis, film ini menyabet beberapa penghargaan, diantaranya; Audiens Choice Award  di International Asian American Film Festival, Best Documentary Award  di San Diego Asian Film Festival, Audience Choice Award  di Gay and Lesbian Film Festival.

The Tales of  Waria menceritakan tentang kompleksitas dan dinamika pemikiran empat waria asal Makassar, Indonesia, mengenai hakikat dirinya, cinta dan masa depan. Film ini mendapat apresiasi positif dari sahabat Our Voice, peserta nonton bareng kali ini,”Film yang bagus, yang mengungkapkan sisi kehidupan waria yang mungkin tidak banyak diketahui orang” ungkap Stephen Suleeman, Dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta.

Ekky, Berkemeja kotak oranye dan berkaca mata
Ekky, Berkemeja kotak oranye dan berkaca mata

Di acara kali ini, Our Voice kedatangan sahabat dari Lampung. Dia bernama Ekky, dan dia mengidentifikasikan diri sebagai priawan (pria-wanita), bentuk transjenderisme dari perempuan ke laki-laki. Berbeda dengan waria yang mudah dikenali oleh masyarakat dan sering muncul di mana-mana, Ekky mengakui bahwa wujud priawan belum banyak  muncul, “Selama ini, priawan belum banyak diketahui orang karena mereka bersembunyi di barisan lesbian” ungkap Ekky. Berdasarkan pengakuannya, masih kurang jelas mana priawan dan mana lesbian butchy. Menurut Ekky,  priawan harus muncul ke publik, agar orang lain tahu keberadaan priawan, “Susah untuk memperjuangkan identitas transjender dari perempuan ke laki laki kalau wujudnya sendiri tidak ada” ungkapnya.

Untuk masalah peluang pekerjaan, Ekky mengaku bahwa dia tidak memiliki masalah antara pekerjaan dengan identitas jendernya, “Karena menurut saya kalau bekerja itu pake ini (sambil menunjuk kepala)” ujarnya. Kemudian Ekky pun berbagi pengalaman dirinya di dunia kerja. Dia menceritakan bahwa dia pernah bekerja sebagai relawan  puskesmas di daerahnya. Bia bekerja dengan para ibu di daerah tersebut, dan tidak ada konflik yang berarti.  Meskipun begitu, Ekky mengakui masih ada transjender yang didiskriminasi di daerahnya, “Diskriminasi ada tapi tidak se-ekstrim di daerah lain” kata Ekky.  (Gusti Bayu)