Search
Close this search box.

Pengalaman Menghadiri Konferensi AIDS 2022

Oleh: dr. Alegra Wolter*

SuaraKita.org – Konferensi AIDS 2022 di Montreal, Kanada, merupakan pengalaman nyata bagi saya. Ini adalah pertama kali saya menghadiri konferensi internasional di kota yang berjarak 15.636 km dari Jakarta. Saya merasa terhormat untuk melayani sebagai pelapor untuk Track F (Ilmu politik, hukum, etika, kebijakan, dan hak asasi manusia) bersama tim yang fantastis: Teddy Cook, S Wilson Beckham Cole, Paul Kidd, Stefan Baral, Kalai Willis, dan Lily Shipp.

Bertemu dengan para pakar dan pemimpin komunitas lintas sektor, latar belakang, dan negara telah menjadi sebuah kesempatan yang luar biasa.

Selama lima hari, acara berlangsung di Palais des congrès de Montréal (Pusat Konferensi Montreal). Saya bersyukur bertemu komunitas trans dan orang dengan beragam gender dari seluruh dunia.

Ada beberapa pelajaran penting yang saya pelajari dari konferensi ini diantaranya adalah stigma, diskriminasi, kurangnya dana dan ketidaksetaraan dapat berakibat mematikan jika tidak ada perubahan yang signifikan. Aktivisme harus menjadi inti dari semua program HIV dan program lain yang terkait dengan HIV. “Tidak ada tentang kita tanpa kita”.  Kita harus bergerak melampaui penggunaan komunitas sebagai “objek” tetapi menuju program pemberdayaan masyarakat.

Sumber daya harus disalurkan ke tempat yang paling dibutuhkan, terutama dalam hal penyakit menular. Untuk memastikan kesehatan kita, kita harus memastikan bahwa orang lain juga sehat. Sebagai contoh, distribusi vaksin cacar monyet yang tidak merata di negara-negara kaya vs. negara-negara yang terkena dampak yang paling buruk.

 

Apa yang kita pelajari dari epidemi HIV dapat diimplementasikan di bidang kesehatan masyarakat lainnya seperti darurat COVID-19, MPX, dan banyak lagi.

Kita memiliki obat untuk mengendalikan virus HIV, tapi bukan untuk kebencian dan kefanatikan. Penangkal stigma adalah pendidikan dan belas kasih.

Selain sesi yang terdaftar, saya berhasil menghadiri hampir semua sesi paralel. Pilihan yang luas tentang topik memungkinkan saya untuk belajar dari para ahli yang berasal dari beragam keahlian dalam ilmu pengetahuan.

Salah satu sesi yang paling berkesan bagi saya adalah “Cacar Monyet: Wabah dan respon di negara-negara non-endemik, ”- karena secara kolaboratif membahas manajemen yang efektif dari wabah baru dengan pelajaran dari HIV dan COVID-19. Salah satu kuncinya adalah komunikasi dan kolaborasi antara pemerintah dan pemberi pengaruh (influencer) masyarakat adalah kunci dalam mendidik masyarakat dan mencegah stigma.

Pada akhirnya kesimpulan dari konferensi yang saya hadiri mewakili Indonesia dan SuaraKita adalah kita harus berpindah secara strategis dari proyek penelitian-berat ke implementasi berbasis program. Melakukan kerja sama dengan masyarakat dalam menciptakan program kesehatan yang relevan sambil memperluas jaringan, memperdalam advokasi dan melanjutkan upaya-upaya untuk mengatasi stigma, prasangka, dan kefanatikan dalam semua aspek kehidupan.

Disamping itu juga  mendorong hadirnya pemerintah dan pihak donor untuk mendukung usaha-usaha LSM menjawab tantangan stigma, prasangka, dan kefanatikan.

Semua pekerjaan kami dapat ditemukan di: https://aids2022.org/programme/rapporteurs/

*Penulis adalah Ketua Pengawas Perkumpulan Suara Kita