Search
Close this search box.

[Resensi] Carlotta: Sebuah Berlian

Oleh: Wisesa Wirayuda

201632-carlotta-0-230-0-345-crop

Suarakita.org – Kepergian lelaki bernama Richard (Kai Lewins) dari rumahnya setelah mendapat penolakan dari orang tuanya mengawali petualangan panjang seorang artis, komedian, dan bintang layar kaca di Australia yang bernama Carol Byron (Jessica Marais) alias Carlotta.

Dikisahkan, Richard sempat mendapatkan kekerasan fisik dari ayahnya karena sudah mempermalukan ayahnya di depan tamu-tamunya karena memiliki sifat yang feminin. Tiga tahun setelah kepergian Richard dari rumahnya, kini namanya telah digantikan oleh “Carol” yang selalu menghiasi panggung pertunjukan Drag Queen di kota. Richard kecil kini sudah tumbuh menjadi perempuan yang elegan dan mandiri. Richard kecil itu bernama Carlotta, seorang perempuan.

Film berdurasi 90 menit ini menceritakan semua perjuangan Carol. Dimulai dari belajar menari, tata rias, tata busana, bernyanyi, bahkan melawak. Bersamaan dengan itu, Carol juga belajar bagaimana agar bisa berdiri membela temannya yang mendapatkan kekerasan fisik dari polisi. Juga, Carol belajar bagaimana cara membela dirinya sendiri di tengah masyarakat yang terus menganggap dirinya bukan perempuan seutuhnya. Bahkan ibunya sendiri mengatakan itu.

You’re not my son. Not like this… You need help.” Kata ibunya.

Seperti yang dilakukan oleh transgender lainnya agar diterima di masyarakat, Carol berjuang keras menjadi apa yang dikonstruksikan oleh masyarakatnya sebagai perempuan, yaitu manusia bervagina. Segala cara ditempuhnya, termasuk operasi kelamin.

Namun, bukanlah kehidupan jika tidak ada masalah. Apalagi jika sudah membahas cinta. Bertemulah Carol dengan Peter (Ryan Johnson). Peter adalah satu-satunya laki-laki yang bisa merebut hati Carol. Dan cinta telah membawa mereka ke pelaminan. Mereka berdua mereguk manisnya kehidupan  perkawinan sampai akhirnya keluarga Peter mulai khawatir,  mengapa pasangan ini tak juga memiliki momongan. Carolpun mengakui bahwa dirinya adalah seorang transgender kepada keluarga besar Peter. Pernyataan Carol membuat dia harus mengakhiri pernikahannya dengan Peter.

Kegelisahan-kegelisahan Carol nampak dalam cerita ini, kegelisahan yang mungkin dirasakan pula oleh transgender lainnya. Perasaan yang menyakitkan ketika mengetahui teman kita mencabut nyawanya sendiri. Perasaan dendam ketika teman kita dipukuli. Perasaan sedih ketika ternyata keluarga kita sendiri menolak keberadaan kita. Dan perasaan kesal ketika ternyata kita tidak bisa membuat keluarga pasangan kita bahagia dengan ketidakhadiran seorang anak.

Film produksi tahun 2014 ini mengajarkan kepada kita, bagaimana caranya berdiri tegak disaat tidak ada siapapun yang bisa membela. Film ini rasanya lebih dari sekedar film biografi semata. Film ini adalah berlian yang semua orang harus melihatnya secara dekat. Sedekat kalian melihat bahwa orang-orang transgender ternyata ada di sekeliling kita semua.

It’s always about love…” Kata Carlotta di atas panggung.