[Puisi] Kaldera
Kaldera Sepi, berdiri tegap pada gelombang rindu seorang pemuda. Aku laki- laki, siapakah engkau bergemuruh deburkan asa. Aku bagai pasir,
Kaldera Sepi, berdiri tegap pada gelombang rindu seorang pemuda. Aku laki- laki, siapakah engkau bergemuruh deburkan asa. Aku bagai pasir,
EMPAT PULUH LIMA HARI hujan pertama yang jatuh di punggungmu ialah riwis yang ceriwis. lalu smartphone kita bersigenggam. dan dunia
SuaraKita.org – Puisi ini dipersembahkan untuk setiap transgender yang sedang memperjuangkan kemanusiannya dan instiusi negara dan agama yang lalai pada kemanusiaan mereka.
SuaraKita.org – Rinai hujan pagi ini baru saja berakhir. Digantikan oleh tirai cahaya yang menyusupi celah-celah awan. Wangi tanah basah menentramkan hati siapa saja yang menghirupnya. Di balik bukit itu, di antara pucuk-pucuk cemara. Muncul sebentuk prisma cahaya warna-warni. Membusur sempurna melukisi kanvas langit. Simfoni merah-jingga-kuning-hijaubiru-nila-dan ungu.
Kupersilakan, pelacur, waria, peminum untuk beribadat didalamnya.
Syiah, Sunni, Ahmadiyah, kuberi tempat.
Bersujud dalam khusyu.
Suarakita.org – Perisai embun,
Basah….
Berlumur lendir bercampur darah
Bersimbah luka dan kenikmatan; menyatu peluk
Kemudian senyum dalam kegetiran
Sembari menyulut rokok sebatang
Aku terbangun masih dengan kantuk
Dan kau seenaknya hadir dengan puisi yang tiba tanpa mengetuk
Mungkin itulah takdir bahwa emosi bisa jadi spontan dan tak perlu permisi
Aku cinta kamu
Tapi kamu menikahi dia,
Jika ku tanya, dapatkah kau memilih aku dan bukan dia?
Kau diam dan berbisik lirih, jangan buat aku memilih : Kalian berdua sama berarti dalam hidupku.