Search
Close this search box.

[Berbagi Kisah] : Kisah Nyata, Sepak Terjang Seorang Gay

ilustrasi (gambar : vice.com)

Ourvoice.or.id. Berawal dari obrolan hangat disuatu malam, dia terlihat sangat serius dalam bercerita,bahkan dengan sedikit raut wajah yang sangat sedih, padahal sebelumnya dia terkenal sangat humoris dan banyak bercanda. Sampai dia bermaksud menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya,dia meminta saya untuk bersumpah untuk merahasiakan ceritanya itu,karena menurutnya itu adalah aibnya yang sangat tidak pantas untuk diceritakan. Meski demikian saya bermaksud ingin membagi cerita ini kepada teman semua, hanya untuk sekedar share saja.Semoga bisa bermanfaat.

Boy (bukan nama sebenarnya),adalah sahabat saya dari kampung. Pada bulan desember 2004 dengan berbekal nekat, dia pergi merantau ke kota Jakarta seorang diri, dia bercita-cita merubah hidupnya, ingin mewujudkan cita-citanya, sebagai anak yang bisa menjadi kebanggaan orang tua, orangtua yang selama ini sering membentak dan memarahinya lantaran ketika di ruma dia tidak mau bekerja, membantu orangtuanya.

Dengan bantuan, seorang tantenya yang ada di Jakarta dia bertekad untuk bisa mendapatkan pekerjaan, agar tidak lagi disebut pemuda pengangguran. Meski saat itu dia tidak tahu harus bekerja apa, tapi dia yakin dengan niat yang membaja, pasti Tuhan akan memberikan jalan keluar yang terbaik.

Bersyukurlah waktu itu dia diterima di sebuah pabrik swasta, pabrik yang saat ini saya juga bekerja didalamnya. Dengan upah yang sangat pas-pasan, dia mencoba untuk tetap bertahan untuk sebuah harapan.

Dia adalah pemuda yang sangat periang, hari-harinya selalu berhiaskan canda tawa, tapi saat menghadapi masa-masa sulit itu, hampir setiap hari air matanya tak henti-hentinya menetes karena teringat dengan orangtuanya, dengan teman-temannya dan dengan segenap kenangannya dikampung halaman.

Lambat laun dia sudah mulai terbiasa dengan kondisi itu, mulailah dia berani berinteraksi dengan lingkungan Jakarta yang demikian keras. Saat itu untuk menghemat biaya hidup dia mengontrak bersama Budhenya, yang profesinya adalah seorang penjual sayur di sebuah pasar dibilangan Jakarta Utara. Hampir setiap hari dia harus membantu budhenya, mulai dari jam 2 pagi, dia harus sudah ada dipasar. Padahal waktu itu dia bekerja dari jam 4 sore,sampai jam 12 malam.Praktis dia hanya istirahat kurang dari 2 jam,kadang juga dia tidak bisa langsung tidur.

Jakarta demikian panas rasanya,malam tak terasa malam, pagi tak terasa pagi. Semuanya seolah mati rasa, hanya berburu harta dan kekayaan. Tak peduli mata mengantuk, tak peduli tubuh lelah, tak peduli hujan lebat mengguyur, semuanya dilakukan demi sebuah harapan.

Perkenalannya dengan Dunia Maya

Dia mulai menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang menurut saya terlalu berlebihan, hanya sekedar untuk sebuah pelampiasan dan pemenuhan kepuasan diri. Dia mulai gandrung dengan gonta-ganti Handphone, padahal waktu itu peran HP tidak begitu vital, hanya untuk bisa dikatakan “Sukses”, dia rela untuk mengeluarkan tabungannya yang dia kumpulkan selama berbulan-bulan, untuk sekedar gonta-ganti HP. Benar saja, ketika dia pulang kampung, banyak teman yang memujinya dengan kata “Sukses”.

Semenjak itulah dia mulai “berani” berkenalan dengan dunia maya. Tawaran dunia maya yang demikian menggiurkan kepuasan, tak pernah terpikirkan sebelumnya. Perasaan penasaran, ingin mencoba, dan ingin tahunya demikian kuat mendobrak segala bentuk keterpakuannya selama ini. Tak pelak terkadang sampai larut malam pun,dia begitu kuat terjaga hanya untuk berselancar di dunia maya lewat HP nya.

Saat itu, tawaran dunia maya yang tak lagi terbendung, seolah benar-benar mampu menyita semua aktivitas hidupnya. Berkenalan dengan Situs jejaring yang menawarkan pertemanan tanpa batas, dia mulai menjelajahinya, berkenalan dengan orang-orang yang tak pernah dia kenal sebelumnya. Dengan berbekal foto dinding yang terpasang, yang menariknya untuk membukanya, terus menjelajahinya, mengirimkan pertemanan, berkenalan,berkirim pesan, berkirim foto dan seterusnya.

Saat itu tiada hari tanpa chat, tiada hari tanpa online, dan mulailah dia terperangkap dengan jebakan dunia maya yang terlalu kebablasan.

Berkenalan dengan Seorang GAY

Awalnya,mungkin dia tidak tahu, banyak dari orang yang dia jadikan sebagai sahabat dunia maya, adalah dari berbagai latar belakang hidup yang berbeda-beda . Ada yang seorang pria sholeh, perempuan berkerudung, dan juga laki-laki  gay.

Dari situs jejaring itu, dia mulai berani memberikan nomor telepon, alamat, dan hal-hal yang diminta oleh para “sahabat mayanya”. Salah satu yang sering memberikan perhatian kepadanya adalah Om-om yang katanya tinggal di Apartemen mewah di Jakarta Pusat. Saban hari om-om itu menelponnya, dari sekadar menanyakan kabar, sampai obrolan yang tak tahu arah dan tujuannya. Kadang sampai larut malampun, dia bersedia melayani obrolan om-om itu. Bahkan tak tanggung-tanggung, menurut ceritanya om itu bersedia memberikan harta dan kemewahan untuknya asal dia mau ikut bersamanya.

Pada puncaknya, om itu mengajaknya untuk ketemuan, di sebuah mall di Jakarta barat, Mall  “Ciputra” tepatnya, saat itulah dia merasakan ada suatu hal yang terlalu kelewatan yang sudah dia lakukan selama ini, padahal dia sudah tahu, bahwa om itu ingin mengajaknya hidup bersamanya sebagai “lelaki simpanan”. Hatin kecilnya meronta, mengingatkan, akan beginikah jalan hidup yang harus dipilih..

Pikirannya demikian kacau, seolah-olah om itu mempunyai kekuatan gaib yang selalu mempengaruhinya untuk menuruti semua kata-katanya. Saat itulah dia “tersungkur”, lemah sejadinya. Ajakan hawa nafsunya terus menggodanya untuk menurutinya. Meskipun hatinya meronta tetap saja dia membulatkan tekadnya untuk pergi ke Mall Ciputra dan bertemu dengan Om itu.

Haruskah masa depannya hancur berkeping-keping, sekajap mata, hanya oleh buaian harta. Dalam sekejap saja, dia merasa “ini bukanlah aku yang dulu, ini bukanlah aku yang periang itu, ini bukan aku”, dia ingin berteriak “ini bukan akuuu”.

Tawaran dunia maya yang terlalu menggiurkan, bagi orang-orang yang tak punya “pegangan” yang kuat untuk menghadapinya. ia pasti akan terjerat.  Maka mari berhati-hati,dalam menjalani kehidupan ini.

Penulis : Ahmad Mujiyarto/Sumber :  http://lifestyle.kompasiana.com