Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Murid di Kamboja akan segera menerima pelajaran tentang isu-isu LGBT , suatu langkah yang diharapkan untuk memberantas diskriminasi yang terjadi terhadap LGBT di negara Asia Tenggara.

Pelajaran yang akan dimulai pada tahun 2020, dilaporkan akan menjadi bagian dari kurikulum pendidikan seks mulai dari kelas tujuh, yang mencakup topik-topik tentang identitas gender dan orientasi seksual.

Sementara Kamboja tidak memiliki undang-undang khusus untuk individu LGBT, negara itu tetap sebagian besar konservatif, dengan hubungan sesama jenis masih dipandang sebagai tabu secara sosial.

Mereka yang menyimpang dari norma diduga masih dipaksa melakukan pernikahan yang diatur, terapi konversi, dan metode lain yang diarahkan untuk menjadikannya “lurus.”

Awal bulan ini, Cambodian Center for Human Rights (CCHR) , sebuah organisasi non-pemerintah, menerbitkan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa satu dari lima individu LGBT dilaporkan ditolak untuk mendapat pekerjaan karena identitas mereka.

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2019/12/FINAL-SOGIE-Employment-Research-Report.pdf”]

Sementara itu, satu dari tiga individu LGBT dilaporkan dilecehkan di tempat kerja, lebih sering oleh rekan kerja dan jarang oleh atasan.

Ini bukan pertama kalinya pemerintah Kamboja melakukan upaya untuk membawa lebih banyak kesadaran tentang masalah LGBT  di sekolah.

Pada tahun 2017, rencana untuk memasukkan topik-topik semacam itu dalam kurikulum pendidikan telah menjadi berita utama – salah satu tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa homoseksualitas itu normal.

Murid kelas 7, sebagai permulaan, akan diminta untuk “menguraikan peran dan perbedaan gender dan jenis kelamin.”

“Nilai-nilai telah berubah selama beberapa tahun terakhir dan kursus perlu disesuaikan,” kata Chhay Kim Sitheavy, direktur departemen kesehatan sekolah kementerian pendidikan.

Penambahan isu-isu LGBT dalam kurikulum pendidikan negara diharapkan dapat mencegah perundungan (bullying) di sekolah, mengikuti contoh yang sebelumnya ditetapkan oleh negara tetangga, Thailand.

“Ini tentang kesetaraan,” kata Yung Kunthearith, wakil direktur departemen studi kesehatan kementerian pendidikan.

“Kami ingin anak-anak kami menyadari masalah ini dan tahu bahwa tidak ada yang harus didiskriminasi di sekolah atau bagian kehidupan lainnya.”

Sekitar 3.100 guru telah dilatih untuk mengajarkan materi baru – dengan setidaknya lima guru coming out– tetapi guru yang “sangat homofobik” masih menunjukkan beberapa penolakan.

Pada 7 Desember, Keo Remy, presiden Cambodian Human Rights Committee (CHRC) , sebuah badan resmi pemerintah, menyerukan kepada publik untuk mengakhiri diskriminasi terhadap komunitas LGBT .

“Para pemimpin senior pemerintah telah menginstruksikan dan meminta semua orang untuk tidak mendiskriminasi orang LGBT di Kamboja. Keluarga, komunitas, dan masyarakat tidak boleh mendiskriminasi orang LGBT, ” kata Keo Remy.

“Jika Anda memiliki anak-anak LGBT, mohon jangan menggunakan kekerasan atau mengusir mereka dari rumah – akui kebenarannya, cintai mereka dan masyarakat sehingga kita semua dapat memiliki harmoni.” (R.A.W)

Sumber:

nextshark