Oleh: Lena Tama*
[toggle title=”English Version”] [Review] The Law of Love: Fight for Marriage Equality in Czech and What It Means for Indonesia
By: Lena Tama
SuaraKita.org – On October 4, 2023, Suara Kita had the pleasure to participate in Colors of Freedom, a movie festival event held in various places across Java including Pejaten, South Jakarta which the community visited. Among the movies listed, one particular title the Event Organizer wished for the community to watch was a 2021 Czech documentary movie titled “The Law of Love” which tells the story of Czech LGBTQ+ community and their fight for marriage equality.
The story’s focus on the Czech LGBTQ+ community and its prominent figure, Czeslaw Walek began in 2018 as they sought public support for their proposed Marriage Equality Bill, with over 75% of the public declaring their support. However, it wasn’t enough as the community had to face the strongest forces that stood in their way in the forms of conservative politicians, right-wing extremists, and the Catholic church body.
For years, Czech only recognized same-sex couples within the law umbrella via the Registered Partnership system which, although granting several privileges to them, still denies queer couples everything else that every heterosexual couple has the privilege of, including the rights to adopt or give birth to children, joint property rights, and widow pension.
Resistances from the Catholic community, conservationists, and right-wing extremists were also prominent throughout the years, throwing insults at the LGBTQ+ community as well as the typical homophobic remarks with a hint of accusation that allowing marriage equality for same-sex couples would not only threaten the very idea of traditional marriage but also pave way for the legalization of zoophilia, necrophilia, beastiality, etc.
With those insults constantly thrown at Czeslaw and the community from both citizens and politicians, their progress for the Marriage Equality Bill was constantly stalled by both the politicians and COVID-19 pandemic. It was so severe that the movie abruptly ended in such a cliffhanger way with Czeslaw removing the pictures of every political figure in the country from the board for the 2021 Parliamentary Election, both the conservationists and progressives, remarking that the community might as well trust no one in the parliament at that point.
A wake-up slap to the reality that is Indonesia’s equality rights
Such a downer ending was very unfortunate as deep down, the viewers would most likely wished for a happy end from this bittersweet documentary movie, but everyone in the room knew better that it was inevitable. The movie ends in 2022 with their fights being far from over, and as of 2023 the Czech LGBTQ+ community continues to fight for their Marriage Equality Bill.
But more than anything, “The Law of Love” really puts into perspective just how far the first-world countries have come in their fights for LGBTQ+ rights. Czech, Japan, and other nations are now fighting for marriage equality among same-sex couples which is, to be brutally honest, a far better progress in comparison to the Indonesian LGBTQ+ community who are still struggling to fight for our basic human rights.
For decades, a large number of queer people in this country, with the majority of them being transgenders, did not have access to a National ID (E-KTP) due to the discriminations from the neighborhoods, the community head unit, and civil servants, which snowballed to our queer friends not having access to healthcare, bank account, loans, credit card, and a stable job, as well as being constantly at risk of becoming homeless.
It was until 2020 that Suara Kita finally attained the support from the government to create the E-KTP Program for our queer friends without facing severe discrimination from the civil servants. Disregarding the fact that changing name and registered gender on the E-KTP are still beyond feasible for our transgender friends, having E-KTP alone helps tremendously to finally improve our welfare and fulfill our basic human rights.
However, it’s all still nothing in comparison to the progress the first-world countries have achieved. Creating a local Pride Month event and marriage equality are among the last things in mind when it comes to LGBTQ+ rights in Indonesia considering the states that we’re in right now. Not to mention, with even a country such as Czech still fighting for their Marriage Equality Bill for over five years, who knows how long it would take for Indonesia to finally reach that point as well?
Finding solace in other countries’ milestone
Despite all the gloom and doom, it’s not all sad and depressing for Indonesia’s LGBTQ+ community. Indeed, “The Law of Love” teaches us not only the brutal reality but also what we must anticipate throughout our fights for equal rights.
The procedures for the Marriage Equality Bill, the Catholic churches and followers in Czech gradually warming up to the LGBTQ+ community, and the immense support from the citizens are among the glimmering hopes that the movie showcases to us which also tells that there is still be hope for people in every part of the world, including Indonesia.
Although the reality is that intolerance and inequality for all aspects in this nation seem to be at its boiling point in recent years, it doesn’t change the fact that more people are beginning to warm up to us and the government shows their willingness to eliminate gender and sexual identity-based discrimination within the national services. These are milestones that we should celebrate as proof of progress towards equal human rights and openness in this nation.
In addition, “The Law of Love” showcases the bureaucracy complexity and the obstacles along the way that we must expect from the political figures and society. All the complicated procedures as well as the bigotry remarks from every side are precious information and experiences in our preparation to fight for our LGBTQ+ community’s human rights for many years to come.[/toggle]
SuaraKita.org – Pada tanggal 4 Oktober 2023, Suara Kita berkesempatan menghadiri festival film Colors of Freedom yang dipersembahkan oleh Festival Film 100% Manusia yang diselenggarakan di beberapa tempat, termasuk Pejaten, Jakarta Selatan. Salah satu film yang penyelenggara acaranya undang untuk Suara Kita saksikan adalah film dokumenter dari Republik Ceko berjudul The Law of Love, mengisahkan perjuangan komunitas LGBTQ+ di sana demi hak kesetaraan pernikahan.
Berawal dari tahun 2018, komunitas LGBTQ+ Ceko dan salah satu tokoh utama film tersebut, Czeslaw Walek mulai mengumpulkan suara dukungan warga demi mengajukan RUU Kesetaraan Pernikahan di Ceko dan mendapat dukungan sebesar 75%. Namun, dukungan tersebut belum cukup untuk menghadapi halangan-halangan seperti para politikus konservatif, kelompok Kanan garis keras, dan badan agama Katolik setempat.
Faktanya, selama bertahun-tahun, pemerintah Ceko baru mengakui para pasangan sesama jenis secara hukum dengan sistem Registered Partnership. Walau mendapatkan beberapa hak khusus, tingkat kesetaraan hak sistem tersebut masih sangat jauh dibanding mayoritas hak lainnya yang dimiliki para pasangan heteroseksual seperti hak untuk memiliki anak, memiliki properti atas nama pasangan, dan dana pensiun.
Penolakan dari komunitas Katolik, konservatif, dan kelompok Kanan garis keras juga sangat keras. Tidak jarang mereka menghina komunitas LGBTQ+ dengan ocehan homofobia dan kegelisahan bahwa menyetujui RUU Kesetaraan Pernikahan berarti akan merusak nilai-nilai pernikahan tradisional serta membuka jalan untuk melegalkan zoofilia, nekrofilia, dan lain-lain.
Akibatnya, penolakan ini menyebabkan pengajuan RUU Kesetaraan Pernikahan dari komunitas Ceko dan Czeslaw terhambat selama tiga tahun lebih, baik itu secara sengaja oleh para politikus yang terlibat maupun secara tidak sengaja akibat COVID-19. Saking parahnya waktu hambatan ini, film The Law of Love berakhir dengan cara yang mengecewakan dan pesimis: Czeslaw mencabut semua foto politikus Ceko yang akan terlibat pada Pemilu Parlemen 2021 dari papan, tidak pandang konservatif ataupun progresif, lalu dengan pasrahnya menyatakan bahwa mereka sudah tidak bisa lagi percaya pada siapa pun di bangku politik saat itu.
Tamparan realita untuk kesetaraan hak di Indonesia
Akhir dari The Law of Love ini bukan hanya mengecewakan namun juga sangat disayangkan. Akan tetapi, meski para penonton dalam lubuk hatinya berharap ada akhir yang membahagiakan dari film ini, realita yang terjadi masih jauh dari yang diharapkan. Kisah film tersebut berakhir pada tahun 2022 dan komunitas LGBTQ+ Ceko masih berjuang demi hak kesetaraan pernikahan hingga saat ini.
Namun, satu tamparan realita lainnya dari film ini adalah untuk teman-teman LGBTQ+ di Indonesia. Ceko, Jepang, dan negara-negara dunia kesatu lainnya sudah berjuang hingga mengajukan hak kesetaraan pernikahan bagi pasangan sesama jenis. Perjuangan mereka berjalan lebih cepat dibanding Indonesia yang masih belum bisa memenuhi hak-hak dasar teman-teman queer.
Bahkan dalam hal memiliki identitas pribadi saja, banyak teman queer kita yang belum memiliki E-KTP, terutama teman-teman transgender selama bertahun-tahun akibat diskriminasi dari pihak tetangga, teman-teman, RT/RW, kelurahan, kecamatan, hingga Dukcapil. Dampaknya, teman-teman queer sulit mengakses fasilitas kesehatan, membuka rekening bank, mengajukan kredit pinjaman, kartu kredit, dan pekerjaan yang stabil hingga berisiko menjadi gelandangan.
Barulah mulai dari tahun 2020, Suara Kita berhasil mendapat dukungan dari pemerintah dan mengampanyekan program E-KTP untuk teman-teman queer tanpa takut mengalami diskriminasi dari para pegawai sipil. Terlepas dari proses penggantian nama maupun label jenis kelamin pada E-KTP yang masih sangat sulit untuk teman-teman transgender, memiliki E-KTP sekaligus memenuhi hak dasar ini sudah sangat membantu meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Tetapi, tentu semua ini belum sebanding dengan pencapaian negara-negara lainnya. Mengadakan acara Pride Month dan mengajukan kesetaraan pernikahan untuk pasangan sesama jenis masih belum menjadi fokus utama teman-teman queer Indonesia. Belum lagi, mengingat lamanya perjuangan komunitas Indonesia untuk mencapai titik ini serta betapa lamanya perjuangan komunitas Ceko demi memperjuangkan hak kesetaraan pernikahan hingga lima tahun ini, siapa yang bisa menduga kapan Indonesia bisa sampai ke situ juga?
Mencari pencerahan dari prestasi negara-negara lain
Walau begitu, tidak serta merta komunitas LGBTQ+ Indonesia turun semangatnya. Film The Law of Love bukan hanya memberikan tamparan realita namun juga mengajarkan hal-hal yang harus kita antisipasi dalam perjalanan kita demi kesetaraan hak asasi manusia.
Dari gambaran proses birokrasi untuk pengajuan RUU Kesetaraan Pernikahan, gereja-gereja Katolik Ceko serta umatnya yang mulai terbuka dengan komunitas LGBTQ+, hingga dukungan yang besar dari masyarakat Ceko, semua ini membuktikan bahwa masyarakat dunia bisa terbuka perlahan-lahan demi kehidupan yang lebih adil, termasuk Indonesia juga.
Memang benar, dalam beberapa tahun terakhir ini tingkat intoleransi di Indonesia sedang dalam titik puncaknya dan itu tidak terbatas pada isu LGBTQ+ saja, akan tetapi mulai ada pertanda bahwa masyarakat kita mulai terbuka juga pada teman-teman queer dan pemerintah pun menunjukkan kemauan mereka dalam mengurangi diskriminasi dalam fasilitas negara seperti pembuatan E-KTP. Ini semua adalah prestasi yang harus kita banggakan sebagai bukti kemajuan Indonesia dalam keterbukaan dan kesetaraan hak asasi manusia.
Terakhir, The Law of Love juga menunjukkan kerumitan birokrasi dalam pengajuan RUU Kesetaraan Pernikahan serta berbagai rintangan yang harus kita lalui dari sisi masyarakat dan politikus. Semua ini adalah ilmu yang bermanfaat agar kita siap menghadapi proses hukum yang rumit serta ujaran-ujaran kebencian dari banyak sisi, demi perjuangan kita dalam kesetaraan hak asasi manusia komunitas LGBTQ+ saat ini dan masa depan.
*Penulis adalah seorang penerjemah dan penulis lepas dari tahun 2016, Lena mulai mendalami dunia jurnalistik pada tahun 2020 bersama The Jakarta Post. Selain menulis, ia juga terlibat dalam pelatihan keamanan sosial dan pergerakan aktivisme untuk komunitas LGBTQ.