Oleh Kenneth Oswald*
Judul Buku: Kebertubuhan Perempuan Dalam Pornografi
Penulis: Syarifah
Penerbit: Yayasan Kota Kita
Tahun terbit/jumlah halaman: 2006/256 halaman
SuaraKita.org – Kebertubuhan Perempuan Dalam Pornografi, sebuah buku karya Syarifah, memberikan sebuah sudut pandang lain yang jauh lebih dalam mengenai perempuan dalam bisnis pornografi. Selama ini, ada banyak sekali perdebatan mengenai pornografi dengan alasan moralitas. Tetapi kita terkadang lupa bagaimana tubuh perempuan dikuasai oleh maskulinitas sehingga tubuh perempuan menjadi sebuah objek untuk memenuhi kebutuhan lelaki.
Penulis membuka buku ini dengan menjelaskan tubuh, atau tepatnya tentang diri, menurut pemikiran klasik Yunani. Bagaimana kita terdiri dari akal dan fisik yang akhirnya menyusun tubuh dan jiwa. Kemudian penulis mencoba menjelaskan tentang feminisme dan bagaimana feminisme memandang tubuh perempuan, khususnya dalam industri pornografi. Ia juga menampilkan pendapat dari pihak pro-pornografi tentang bagaimana seharusnya feminis mendukung pornografi karena melalui pornografi, perempuan dapat mengekspresikan dirinya secara bebas.
Sejak jaman dulu, kebertubuhan perempuan selalu dipandang lebih rendah dibanding dengan lelaki sehingga isu perempuan tidak mendapatkan tempat di filsafat. Ketika mereka membicarakan tentang manusia, mereka menjadikan lelaki sebagai pusat gravitasi, sehingga sudut pandang manusia berasal dari sudut pandang lelaki, termasuk sudut pandang perempuan yang berdasarkan pemikiran lelaki.
Sudut pandang ini yang pada akhirnya melahirkan pemikiran bahwa pornografi dan erotika adalah hal yang berbeda. Pornografi memiliki akar kata porno atau prostitusi, yang tidak bisa dilepaskan dari pemikiran perempuan sebagai tawanan. Sedangkan erotika memiliki akar kata eros yang artinya cinta sehingga mengandung arti kehendak bebas dan pilihan yang positif. Pemikiran ini juga yang akhirnya memimpin kita pada suatu pernyataan bahwa pornografi merupakan sebuah representasi subjek tentang objek, dan objek di sini adalah perempuan karena perempuan yang dijadikan tawanan oleh subjek (lelaki sebagai pusat gravitasi) dan pornografi menyampaikan gagasan lelaki tentang seksualitas perempuan. Akhirnya, melalui pornografi, perempuan mengalami degradasi atau penurunan nilai karena tubuh perempuan yang dieksploitasi untuk memproduksi pornografi, demi memuaskan subjek.
Di satu sisi, pornografi ditentang dengan keras, selain karena moralitas, karena perempuan dipandang lebih rendah. Perempuan dicap sebagai sex provider dan pemuas hasrat birahi yang dimiliki oleh lelaki. Namun di lain pihak, pornografi dianggap dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian yang ada di tempat tersebut. Pornografi dianggap dapat menurunkan kasus perkosaan. Bagaimana caranya? Pornografi dapat memicu hasrat seksual dan dapat dilampiaskan melalui keberadaan pekerja seks. Pornografi diperlukan agar pekerja seks ini dapat terus berlangsung (sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan).
Menurut saya, penulis buku ini adalah seorang feminis. Terlihat dari relevansi kritis yang ia tulis di bagian belakang buku. Ia mengkritik pandangan-pandangan dualisme tubuh, antara lelaki dan perempuan, antara maskulin dan feminin, subjek dan objek, pandangan yang menempatkan perempuan untuk bertanggung jawab atas tubuh dan kebertubuhannya, karena lelaki selalu identik dengan akal atau pikirannya, sementara perempuan selalu identik dengan tubuhnya.
Merupakan sebuah hal yang baru buat saya pribadi, bahwasanya pandangan para libertarian seksual dan bagaimana pentingnya pornografi bagi perekonomian suatu wilayah, dapat melawan pemikiran anti-pornografi. Walaupun pornografi banyak ditentang oleh orang banyak dengan alasan moralitas, tidak dapat dipungkiri mereka tetap membutuhkan pornografi demi keberlangsungan hidup.
Contohnya, sejak dulu, pelaut yang mampir di pelabuhan akan mencari rumah bordil untuk memuaskan hasrat seksual mereka dan itu menjadi salah satu daya tarik, sehingga para pelaut akan mampir lagi ke tempat tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, tempat tersebut menjadi ramai dan perekenomoian akan berkembang. Akibatnya perkembangan di pelabuhan tersebut akan terjadi.
Harus saya akui buku ini cukup berat. Ada banyak sekali wacana filsafat di dalamnya, termasuk dengan tokoh-tokoh dan pemikirannya tentang keberadaan manusia dan tubuh perempuan. Buku ini cocok bagi pembaca yang benar-benar ingin belajar filsafat, dan tentunya cocok untuk pembaca yang tertantang untuk membela dan memperjuangkan hak-hak dan kebebasan yang dimiliki oleh perempuan.
*Penulis adalah Mahasiswa magang di Suara Kita dari Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta.