Search
Close this search box.

Resensi Film Bol: Zainab Sang Pemantik Kemerdekaan

Akhir yang bahagia tidak harus tokoh utama tertawa di akhir cerita. Inilah yang aku dapat dari “Bol”, film Pakistan yang diproduksi tahun 2011. Bol dalam bahasa Urdu berarti “bicaralah”. Film ini menceritakan kisah seorang perempuan, Zainab, yang dihukum mati karena membunuh ayahnya. Zainab adalah anak perempuan sulung di keluarga Syed Hakim.

Sebelum digantung, Zainab mengajukan permintaan terakhir, yakni menceritakan kisahnya di depan wartawan dan rekaman kisahnya diserahkan ke Presiden Pakistan. Zainab pun menceritakan latar belakang dirinya, dari mulai ia mempunyai adik interseks yang dididik secara laki laki dan adiknya ini amat tidak disukai oleh ayahnya. Lalu dia menceritakan bagaimana ayahnya, Hakim, sangat ketat mendidik anak anak perempuannya. Anak anak perempuan tidak dipercaya untuk keluar rumah dan juga bagaimana Hakim sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, terhadap dirinya yang sering protes, terhadap ibunya yang melawan karena tidak suka dipoligami.

Kemudian Zainab pun menceritakan kisah percintaan adiknya, Aisha, yang amat ditentang oleh ayahnya karena kekasih Aisha berpaham Syiah. Konflik mulai memanas ketika adik Zainab, Saffi, diperkosa oleh rekan kerjanya. Saffi diperkosa di dalam truk pengangkut sapi oleh tiga orang, kemudian Saffi dibuang di area persawahan dengan tangan diikat dan mulut disumpal kain. Akhirnya Saffi ditemukan oleh seorang transgender yang kebetulan mendengar rintihan Saffi. Transgender itu pun mengantarkan Saffi pulang.

Setelah sampai rumah Saffi pun menceritakan apa yang dialaminya kepada ibu dan Zainab, mereka pun menangis pilu. Tanpa sengaja, pengakuan Saffi didengar oleh Hakim. Hakim pun menjadi marah dan mulai berpikir keras apa yang harus dilakukannya. Gambaran bahwa anak laki-lakinya akan menjadi waria membuat hakim gelap mata. Hakim pun membunuh Saffi, membunuh anak kandungnya sendiri. Apa yang dilakukan oleh hakim dilihat oleh Zainab. Zainab pun teriak dengan histeris dan membangunkan semua penghuni rumah.

Meskipun seisi rumah tahu bahwa Hakim membunuh Saffi, namun sayang tidak ada yang berani melaporkan Hakim ke polisi, hanya karena mereka adalah perempuan. Hingga akhirnya polisi menaruh curiga akan hakim dan mulai mengintrogasi hakim. Di depan polis, Hakim pun mengaku telah membunuh Saffi, demi menjaga kehormatan keluarganya. Ajaibnya, polisi menawarkan solusi agar hakim tidak terjerat hukuman, yakni dengan menyerahkan uang sebesar 1,75 Laks Rupee. Hakim bingung bukan kepalang, dari mana ia dapat uang sebanyak itu. Di tengah kegalauannya hakim pun memilih jalan pintas, yakni dengan mengambil uang kas masjid yang dipercayakan kepadanya. Dia berpikir akan bisa menggantinya karena dia mendapat pekerjaan mengajar bahasa urdu di daerah lokalisasi prostitusi dengan bayaran yang besar.

Namun sebelum uang terkumpul, ketua dewan masjid melakukan reformasi pengurus. Ketua dewan masjid mengganti hakim yang menjabat sebagai bendahara dengan orang lain dan meminta hakim agar menyerahkan kas masjid kepada bendahara yang baru. Hakim pun kembali galau, jika dia jujur telah mengambil kas masjid maka dia amat malu. Kemudian hakim menceritakan hal ini kepada seorang kawan di lokalisasi yang berprofesi sebagai germo. Germo itu menawarkan solusi, bahwa dia bisa memberikan uang jika hakim mau membuahi Meena, seorang pekerja seks, agar mendapat anak perempuan. Jika lahir anak perempuan maka uang akan diberikan secara cuma cuma kepada Hakim dan anak perempuan itu menjadi milik germo. Namun bila yang lahir anak laki laki maka uang itu bersifat pinjaman yang harus hakim kembalikan. Hakim pun setuju, dengan syarat dia harus menikahi meena sesuai syariat Islam.

Kesepakatan pun terjadi, satu tahun kemudian lahirlah seorang anak perempuan, betapa senangnya germo itu. Namun hati Hakim nelangsa, karena anak perempuannya akan dijual dan dijadikan pekerja seks, Hakim pun mengajak Meena agar keluar dari prostitusi namun hal ini didengar oleh sang germo. Hal ini membuat germo sangat marah, dan mengusir hakim dari tempat lokalisasi itu. Peristiwa ini membuat Hakim syok berat. Di rumah, Hakim hanya mengurung diri di kamar. Tidak berbicara kepada siapapun, tidak makan apapun. Bahkan Hakim sering melawatkan waktu sholat. Hingga akhirnya Meena datang ke rumah hakim dan menyerahkan bayi perempuan itu.

Datangnya Meena ke rumah Hakim membuat suasana rumah diliputi awan kebingungan. Ketika kebingungan memuncak, Hakim pun jujur di depan istrinya bahwa anak perempuan itu adalah anaknya dan dia telah menikahi meena. Betapa marahnya istri Hakim. Istri hakim pun histeris, dan Hakim memukuli istrinya agar diam. Di tengah rontaan istri Hakim, Zainab melerai mereka. Tidak lama kemudian, datanglah segerombolah preman dan germo yang membuat perjanjian dengan Hakim. Melihat itu, refleks Hakim mengendong bayi perempuan itu ke lantai atas diikuti oleh istri, Zainab beserta anak perempuan yang lain.

Gerombolan preman itu mencoba mendobrak pintu rumah Hakim. Hakim pun kalut, dan mulai berpikir pendek. Dia mencoba membunuh bayi perempuan itu dengan membekapnya dengan bantal. Tentu saja perbuatan Hakim itu dicegah oleh istri dan anak anak perempuan yang lain. Namun Hakim terus berusaha keras membunuh si bayi tanpa dosa itu. Situasi memanas, Zainab pun melawan. Zainab memukul hakim dengan balok kayu, Hakim pun limbung kemudian jatuh tersungkur. Setelah melihat Hakim jatuh tersungkur, Zainab menyuruh dua adik perempuannya menyembunyikan bayi perempuan itu di rumah tetangga.

Tidak lama kemudian, gerombolan preman sukses membobol pintu rumah Hakim dan menghampiri mereka di lantai atas. Gerombolan itu pun melihat Hakim sudah tewas bersimbah darah. Namun bagi mereka Hakim tidaklah penting, mereka datang untuk mengambil bayi perempuan itu. Zainab pun berbohong kepada gerombolan preman itu. Zainab mengatakan bahwa bayi perempuan itu dibunuh ayah mereka dan mayatnya dibuang ke sungai. Gerombolan preman itu pun percaya dan pulang tanpa daya. Namun, Zainab harus mendapat dakwaan polisi atas delik pembunuhan. Zainab pun mendapat vonis hukuman mati.

Di akhir cerita, Zainab tetap digantung. Namun kematian Zainab membuat ibu dan adik adiknya merdeka dari penindasan Hakim yang kejam. Kematian Zainab membuat adik adiknya kuat menghadapi hidup. Adik adik Zainab sukses membangun usaha makanan bernama Zainab kafe. Film ini membuat aku menyadari bahwa di tiap perjuangan merebut kemerdekaan harus ada martir yang berani mempertaruhkan apapun termasuk nyawanya dan ia tidak peduli apakah ia menikmati kemerdekaan itu atau tidak, itulah hakikat perjuangan sesungguhnya. (Teguh)