Search
Close this search box.

An Englishman in New York

Suarakita.org-. An English Man in New York, merupakan sebuah film yang diadaptasi dari sebuah Memoar dengan judul “Naked Civil Servant”. Karya Quentin Crisp seorang penulis dan aktor asal inggris. Isi tulisan tersebut adalah tentang perlawanan Crisp terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa Homoseksualitas itu illegal. Bentuk perlawanan Crisp tidak hanya dilakukan melalui untaian kata-kata yang ditulisnya tapi lebih ekstrem lagi Dia memilih bergaya Flamboyan berdandan eksentrik dengan mengecat rambut, serta merias wajahnya. Tindakan Crisp bukanlah tanpa resiko. Pelecehan, Kekerasan dan Diskriminasi menjadi makanan sehari-hari bagi Crisp dan semua itu tidak membuatnya patah arang dalam menyuarakan hak-haknya.

Kekuatan dan semangat Crisplah yang membuat membuat Ricard Lexton (sutradara film ini) kepincut untuk mengangkat sosok Crisp dalam sebuah karya film yang berdurasi 75 menit. Cerita ini bersetting pada tahun 80an, kala itu Crips masih tinggal di tanah kelahiranya Inggris, Crips menjadi terkenal ketika Memoarnya berhasil diterbitkan. Kemudian Kesuksesanpun berhasil ia genggam. Dan orang mulai banyak mengenal Crips. Anehnya ia malah tidak bahagia dengan Kesuksesanya, ia merasa justru apa yang sudah diraihnya merupakan sebuah kegagalan karena yang telah dilakukanya tidak merubah apapun. Malah ia melihat bahwa semakin lama Negaranya (Inggris) makin tidak mempunyai toleransi terhadap warga Negaranya yang mempunyai orientasi seksual yang berbeda. Hingga pada suatu ketika Crisp didekati oleh seorang agen pencari bakat yang berasal dari Amerika , Connie Clausen (Swoosie Kurtz), mengatakan bahwa dia bisa membuat Crips bekerja di Amerika Serikat. Pada 13 september 1981 Crips Hijrah ke New York City. Dia bekerja sebagai seorang Monolog pada pertunjukan of-broadway. Ungkapan kata-kata spontan dan mengandung makna intelektualitas yang dilakukanya diatas panggung membuat Crips mendapatkan simpati tidak hanya dari komunitas gay tapi pada semua yg melihat pertunjukanya. Bahkan Crips dianggap sebagai penyebar Aforisme pada dunia pertunjukan. Kecerdasan dan kearifan Crips akhirnya tercium oleh industri hiburan. Hingga ia mempunyai acara regular di stasiun Radio dan Televisi.

Pada suatu ketika Crips mendapatkan sebuah masalah atas sebuah komentarnya yang mengatakan bahwa “ Penyakit Aids adalah Trend/mode yang nantinya kan hilang, dan Crips malah menekankan bahwa Aids merupakan sebuah scenario besar dari sebuah industri untuk memperkaya kapitalisme”. Tidak hanya itu Crips juga melontarkan sebuah komentar yang menyatakan bahwa Homoseksualitas adalah wabah. Dan tentu saja ini membuat para aktifis gay kebakaran jenggot dan menuntut pihak televisi menghentikan acaranya sebelum acaranya usai. Setelah pertunjukan Crips diboikot oleh aktifis gay otomatis Crisp kehilangan pekerjaan, tapi kemudian atas bantuan Clusen Crips berhasil mendapatkan pekerjaan baru disebuah perusahaan penerbitan sebagai kritikus film. Perbedaan sudut pandang dalam membuat pemberitaan membuat Crips akhirnya harus hengkang dari perusahaan penerbitan tersebut.Hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang seniman bernama Patrick Angus (Jonathan Tucker), persahabatan mereka tidak berlangsung lama karena Patrick Angus menghembuskan nafas terakhirnya karena Aids.

Waktu terus bergulir dan Crisp kemudian diajak berkolarasi dengan Penny Arcade (cynthia nixon). Untuk kembali ke kancah dunia pertunjukan, Crips menyetuinya. Sebenarnya ini adalah hal yang sangat ironis sekali karena disaat Crips putus asa dengan dunia selebritas justru kini dia harus kembali mengelutinya. Bahkan dia memaksakan diri untuk berada pada dunia Hedonitas yang tanpa batas, bukan hanya itu namun dia juga harus disibukan dengan menjawab berbagai telpon dari orang yang tak dikenalnya serta menghabiskan waktu menemui banyak orang yang meng elu-elukanya. Tanpa disadari bahwa sebenarnya Crips terseret dalam Ekstensialisme. ia terbuai dalam ayunan dunia selebritas yang penuh kemunafikan dan Crips menyimpan Ideologinya pada sebuah kotak kecil yang ditenggelamkan ke dasar samudra.Dan Film An Englisman ditutup dengan diskripsi yang mengatakna Crips meninggal pada tahun 1999 pada usianya yang 91 tahun di Mancester Inggris, kemudian tubuhnya dikremasi setelah itu abunya diterbangkan kembali ke New York dan disebar di Manhatan Amerika.

Secara sinematografi An English Man in New York tidaklah menyuguhkan gambar-gambar yang indah, begitu pula dengan alur semua terlihat datar. Dan menonton film ini kita seperti berada disebuah gerbong kereta api yang meluncur hingga tujuan dan kemudian berhenti. Dari sekian banyak kehambaran film ini menyimpan dua keindahan yang terletak pada dialog-dialog yang padat yang mempunyai makna filosofis, Dua kekuatan acting Jhon Hurt yang memukau. Bila kawan-kawan sudah menonton Brokebake Montain yang sangat Dramatis dan mengharu biru, sebaiknya tidak menaruh harapan yang sama ketika menonton film ini. Kenapa? Karena film sengaja dibuat sebagai penghargaan atas jasa Quentine Crips yang pernah berjuang menentang peninandasan terhadap gay.

Menurut saya yang paling menarik dalam film ini adalah ketika Crips mengatakan bahwa Aids itu adalah sebuah Mode/Trend , serta komentarn tentang gay yang mengatakan bahwa gay itu adalah sebuah wabah. Kenapa 2 hal ini menjadi menarik? Karena bila kawan-kawan mau memperhatikan dengan seksama bahwa pada 5 juni 1981 isu Aids mencuat didalam bidang kedokteran, dan kebetulan saat pertama kali ditemukan Aids bersarang ditubuh seorang gay, dan ini menjadi sebuah sejarah yang suram bagi homoseksual diseluruh dunia. Pihak-pihak yang membenci kaum homoseksualpun menjadikan isu Aids sebagai pedang untuk menjagal hak-hak kaum homoseksual. Dan yang kedua adalah tentang statement Crips yang menyatakan bahwa gay itu adalah wabah. yang saya ketahui bahwa pada 15 agustus 1973, APA (american psyciathris asosiation) telah mengeluarkan statement bahwa homoseksual bukan penyakit kejiwaan. Dan pada 17 mei 1990 WHO menyatakan hal yang sama. Hingga kemudian setiap tanggal 17 dikenal sebagai hari anti homophobia atau sering disebut dengan IDAHO (international day’s againt homophobia).

Oke kita lanjut Jika merujuk pada statmen WHO mengkin terlalu jauh rentang waktunya, tapi jika merujuk pada APA adalah sangat tidak tepat jika Crisp mengeluarkan statmen bahwa homoseksual itu wabah. Akhirnya saya mencoba berasumsi mengkin pendapat Crisp berdasarkan psikologi klasik yang dilontarkan oleh Jung, Adler dan Freud. Untuk komentar yang kedua saya sangat tidak setuju, karena saya berpendapat bahwa saya meyakini bahwa homoseksual bukanlah wadah tetapi sebuah pilihan orientasi saja. Dan ini didasarkan pada studi tentang seksulitas bahwa orientasi seksual terdiri dari 1. Homoseksualitas, 2 bisekual, 3 heteroseksual, 4.bahkan ada varian lainnya lagi yang sulit untuk dikelompokkan.Walau sebenarnya saya meyakini bahwa komentar-komentar Crips bukanlah tanpa alas an dan tijuan yang jelas.

Fim ini ini patut dijadikan literarur pergerakan gay. Karena jarang sekali sebuah film bisa memberikan ketajaman seperti film ini. Bertutur dengan jujur serta punya pesan jujur yang relevan dengan masyarakat saat ini. Dan Crips berhasil mewakili sosok sosok seorang aktivis individualis . Bagi kawan-kawan yang pada tahun lalu (2009) tidak sempat menonton film ini pada acara Q-Film Festifal, ataupun kawan-kawan yang sempat nonton tapi ingin nonton lagi, jangan kawatir film ini sudah beredar dilapak-lapak DVD dikota Jakarta. Pesan saya ketika kawan-kawan menonton film ini coba perhatikan ucapan-ucapan Crips dengan seksama, pasti kawan-kawan kan menemukan banyak pencerahan tentang dunia ke-gayaan. (Yatna Pelangi)