Search
Close this search box.

ist
ist

PARIS – Hukum terhadap perkawinan sesama jenis di setiap negara memang berbeda. Tak dimungkiri, perkawinan sejenis ini memang masih tabu.

Sebagian orang menganggapnya biasa, tapi ada sebagian kalangan yang menanggap hal ini dosa besar yang sangat bertentangan dengan agama manapun yang mengharuskan manusia hidup berpasang.

Sejak 1993 ketika para gay dan lesbian bersatu dan membentuk perkumpulan bagi mereka LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) di Prancis, sudah berkali-kali LGBT mengajukan usualan kepada pemerintah untuk mengeahkan perkawinan sejenis ini. Namun, selalu saja ditentang.

Di era Presiden Nikolas Sarkozy, LGBT yang anggotanya lebih didominasi oleh pendukung Partai Sosialis kembali mencoba mengajukan permohonan agar mereka bisa mendapat pengakuan melalui undang-undang.

Tapi lagi-lagi Sarkozy yang berasal dari Partai UMP (Uni Pergerakan Populer) kembali menentangnya. Tak heran, LGBT merasa merdeka ketika Presiden Francois Hollande dari Partai Sosialis terpilih menggantikan Sarkozy, Mei silam. Harapan LGBT untuk mendapat pengakuan mulai terbuka lebar.

Benar saja. Pada Kamis (13/9), Menteri Kehakiman Christiane Taubira mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan kalau permohonan LGBT sudah disetujui pemerintah dan dewan partai sosialis.

Permohonan LGBT segera disahkan mulai musim semi 2013 mendatang. “Undang-undang baru akan segera diberlakukan bagi para anggota LGBT yang ingin menikah sesama jenis. Itu artinya, pasangan gay bisa saling menikah, begitu pula dengan pasangan lesbian,” kata Taubira.

Pernyataan ini tentu saja disambut gembira seluruh anggota dan pejabat LGBT, termasuk Presiden LGBT, Quinqueton Denis, yang merupakan pendiri LGBT. “Saya manusia normal yang ingin menikah dan menjadi seorang ayah. Itu sebabnya saya berjuang agar ada hukum yang memihak kepada kaum kami sehingga terbentuklah LGBT ini,” kata Denis.

Pernyataan Taubira memang disambut gembira seluruh anggota LGBT, tapi tidak oleh warga Prancis yang lain, khususnya kalangan konservatif dan sejumlah penganut setia Katolik.

Di mata kaum konservatif Katolik, pernikahan hanya bisa terjadi antara seorang wanita dan pria dan anak hanya diasuh dan dibesarkan oleh seorang ibu dan bapak.

Pemimpin Partai Kristen Demokratis Prancis yang juga merupakan salah satu yang paling vokal jika bersuara melalui Partai Konservatif, Christine Boutin, menyatakan kalau isu soal akan disahkannya perkawinan sesama jenis oleh pemerintah ini harus segera dicabut jika tak ingin melihat konsekuensi yang lebih berat dari masyarakat.

Butuh Pengakuan

Komunitas LGBT memang menerima kritik dari Boutin ini sebagai sesuatu yang menyakitkan. Editor majalah LGBT yang menerbitkan majalah bulanan khusus bagi kaum gay, Judith Silberfeld menyatakan kalau masalah kesehatan harus diperhatikan dalam hal ini.

Pasalnya, dalam rencana mengeahkan perkawinan sesama jenis ini, Partai Sosialis dan LGBT tak pernah berbicara soal masalah kesehatan yang bisa saja dihadapi.

“Pernyataan dari Menteri Taubira benar-benar telah membuat banyak orang bingung karena tak ada arah yang jelas,” tutur Silberfeld. Pembuahan dalam perkawinan sesama jenis harus punya undang-undang yang jelas karena kaum lesbian juga rata-rata tetap ingin punya anak dari pasangan lesbinya.

Di Belgia dan Spanyol, hal ini sudah sah karena ada dalam undang-undang dan sudah dianggap biasa. Seorang wanita lesbi bisa punya anak dari pembuahan secara medis yang dilakukan dengan penyemaian lewat laboratorium dari pembuahan yang dilakukan oleh tim dokter khusus.

Saat kampanye jelang pemilihan dirinya sebagai Presiden, awal Mei, Hollande bersama Partai Sosialis berjanji untuk bertarung bagi hak-hak para lesbian untuk memiliki anak yang sah dari rahim mereka.

“Apakah seseorang itu heteroseksual atau homoseksual, bagi kami tak ada masalah, tapi ini semua tetap harus ada dalam undang-undang karena anak-anak yang akan mereka lahirkan juga butuh tahu siapa orang tua mereka sebenarnya,” tutur Silberfeld.

Menurut Michaud, jenis kelamin sudah tak menjadi masalah kalau ada cinta di antara pasangan kekasih atau suami istri. “Kami sadar tanpa pembuahan, anak tak akan lahir. Karena itu, kami mencoba program inseminasi,” tutur Michaud yakin. Setelah pernyataan Taubira itu, warga Prancis tentu tak tinggal diam.

Minggu (16/9), sejumlah anggota gereja Katolik yang juga berasosiasi dengan beberapa lembaga sayapnya di Prancis melakukan demo besar-besaran menentang rencana pemerintah untuk mengesahkan perkawinan sesama jenis itu. Demo itu dilakukan bersamaan dengan pekan parade gay yang dilakukan di Paris akhir pekan kemarin.

Dalam demo yang dipimpin oleh pemimpin asosiasi gereja Katolik se-Prancis, Alain Escada ini semua anggota juga mencari dana hingga terkumpul 100.000 euro untuk disumbangkan kepada pemerintah agar mereka tak akan melanjutkan pengesahan pernikahan sesama jenis itu.

Pemerintah tentu menjadi bingung dengan tarik ulur politik ini. Menurut jajak pendapat yang dilakukan BVA pada akhir pekan lalu, 65 persen warga Prancis mendukung pernikahan sesama jenis tanpa harus memiliki anak dan 53 persen mendukung pasangan homoseksual sebaiknya mengadopsi anak. (AFP/France24)

Sumber : Sinar Harapan