Search
Close this search box.

Libatkan Transpuan, Program Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Gereja Dukung Kesetaraan Inklusif

Oleh: Lena Tama*

SuaraKita.org – Tidak banyak program pelatihan seperti keterampilan dan pengelolaan UMKM untuk masyarakat umum yang menerima peserta transpuan secara terbuka, ditambah program pelatihan khusus untuk kawan-kawan transpuan pun juga jarang dari segi frekuensi dan keberlanjutannya. Hal ini menyulitkan kawan-kawan yang ingin meningkatkan kapasitas demi bisa berdaya melalui wirausaha di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan tetap.

Akan tetapi, masih ada program pelatihan untuk masyarakat umum yang juga melibatkan kawan-kawan transpuan, seperti program pelatihan memasak dan pengelolaan UMKM kuliner yang diadakan oleh Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta (LDD-KAJ) untuk cisgender perempuan, transpuan, dan pengungsi.

Program ini telah berjalan sejak tahun 2019 hingga saat ini. Tiap satu tahun, terdapat dua gelombang pelatihan yang berjalan per tiga bulan dengan agenda pelatihan memasak catering nasi boks, nasi bakar, aneka gorengan, jajanan tradisional, kue kering, dan kue bolu, serta manajemen usaha seperti membuat konten produk untuk media sosial dan manajemen keuangan usaha.

Dalam satu gelombang kelas terdapat sejumlah kelompok yang jumlah pesertanya bervariasi antar kelompok serta memiliki beragam latar belakang dan identitasnya, termasuk kawan-kawan transpuan dan disabilitas yang turut berbaur dengan peserta lain dan mengikuti pelatihan memasak ini.

Pada tanggal 23 November 2024, penulis berkunjung ke lokasi kelas pelatihan memasak LDD-KAJ di Gereja Katedral Jakarta dan menghadiri kelas memanggang & dekorasi kue yang dihadiri oleh ibu-ibu dan dua kawan transpuan, Oma Edo dan Shella. Para peserta berbaur dengan sukacita dan tawa sambil membantu satu sama lain dalam mempelajari teknik dekorasi kue yang diajarkan oleh dua orang pelatih dalam rangka membuka pesanan kue natal untuk masyarakat umum.

Sosok pelatih kelas memasak, Shella, dan Oma Edo (kiri ke kanan). Foto oleh Lena Tama

Seiring kelas berjalan, sosok Suster Frederica selaku Koordinator Biro Pelayanan Masyarakat LDD-KAJ turut mendampingi para peserta dan memastikan kelas berjalan dengan lancar. Ia sudah mengemban tugas sebagai pengawas dan koordinator program pelatihan ini sejak awal program ini berjalan, terdorong oleh hobi dan keinginan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi kelompok perempuan.

Asal mula program memasak pemberdayaan perempuan LDD-KAJ
Keterlibatan Suster Frederica dalam program pemberdayaan perempuan ini berawal ketika ia masih bekerja di biro pelayanan buruh pada tahun 2019. Saat itu, kelompok ibu-ibu dari Manggarai menjadi kelompok peserta pertama program ini dengan materi ajaran memasak nastar, putu ayu, dan bolu kukus gula merah.

Terkait alasan berdirinya program ini oleh LDD-KAJ, Suster Frederica berkata, “Kami ingin mengajarkan keterampilan memasak dan berjualan kepada ibu-ibu untuk membantu perekonomian keluarga dengan alat-alat yang ada, baik itu memasak dengan kukus, memanggang, atau menggoreng.”

Suster Frederica sempat mengajarkan para peserta seorang diri ketika masa awal program pelatihan, kemudian ia mulai mendapatkan pelatihan-pelatihan khusus seiring waktu berjalan. Selain itu, pihak LDD-KAJ juga mulai mendatangkan sejumlah pelatih dan relawan tambahan dari luar pada tahun 2023 untuk membantu program yang jumlah peminatnya semakin bertambah.

Para peserta dan calon peserta yang mendaftar untuk program ini umumnya adalah ibu-ibu yang berada di wilayah cakupan LDD-KAJ, namun mereka juga menerima peserta lainnya seperti ibu-ibu dari luar daerah Jakarta yang berpindah domisili untuk merawat anak-anaknya di rumah sakit besar Jakarta dan mencari penghasilan tambahan melalui program pelatihan ini serta membuka pesanan makanan ke luar.

Anjuran Romo dan partisipasi transpuan sebagai peserta dan pelatih program
Selain ibu-ibu, kawan-kawan transpuan juga menjadi peserta program pelatihan LDD-KAJ sejak sebelum masa pandemi COVID-19 berdasarkan instruksi dari Romo Kris yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur LDD-KAJ.

“Romo Kris meminta saya untuk turut mengajarkan kawan-kawan transpuan juga,” ucap Suster Frederica.

Saat itu, terdapat dua kelompok yang masing-masing terdiri dari tujuh orang transpuan. Dari 14 kawan transpuan tersebut, dua orang di antaranya hingga kini masih aktif mengikuti program pelatihan memasak dan membuka pesanan di luar, yaitu Shella dan Oma Edo.

Karya-karya kelas dekorasi kue pada kelas memasak LDD-KAJ. Foto oleh Lena Tama

Kedua sosok transpuan ini pun tidak hanya aktif sebagai peserta, namun juga sebagai pelatih memasak. Bersama dengan Suster Frederica, Shella dan Oma Edo menjadi pengajar memasak untuk kelompok peserta kawan-kawan disabilitas dan ibu-ibu lainnya.

Menurut Suster Frederica, “Semua ilmu yang telah mereka pelajari di sini pun mereka curahkan sebagai pengajar. Itu yang saya syukuri dan banggakan, bahwa Shella dan Oma Edo sebagai sosok transpuan di tengah masyarakat bisa percaya diri dan mau berbaur, serta dicintai oleh teman-teman karena mereka mengajar dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.”

Ruang lingkup Shella dan Oma Edo sebagai sosok pengajar pun tidak terbatas di Gereja Katedral Jakarta saja. Mereka berdua kerap mengajar sampai ke daerah Tambun, Bekasi untuk melatih kawan-kawan tunagrahita di sana untuk berdaya melalui usaha memasak.

Hal ini didukung oleh penerimaan dan dukungan dari pihak gereja dan LDD-KAJ. Suster Frederica berkata, “Kami mendapat ajaran untuk menerima siapapun tanpa memandang identitas mereka. Teman-teman transgender adalah sosok manusia yang patut dimanusiakan dan dicintai, dan terbukti bahwa mereka bisa berdaya dan menjadi pengajar.”

Dorongan dan harapan untuk memperluas jaringan dan usaha pemberdayaan
Pihak LDD-KAJ bukanlah satu-satunya yang mengadakan program pemberdayaan perempuan. Menurut Suster Frederica, sejumlah gereja katolik juga memiliki program serupa, namun keanggotaannya eksklusif untuk  jemaat gereja masing-masing saja, berbeda dari LDD-KAJ yang merupakan lembaga sosial dan terbuka untuk umum selama para peserta dan calon peserta berada di dalam wilayah jangkauan lembaga.

Terkait hal itu, Suster Frederica ingin bisa memperluas jaringan program pemberdayaan perempuan ini, meskipun tidak dalam waktu dekat.

Suasana kelas memasak LDD-KAJ pada tanggal 23 November 2024 dengan para peserta ibu-ibu dan kawan transpuan. Foto oleh Lena Tama

“Saya sudah mengajar dan mencoba survei ke Muara Angke, Marunda, dan Bintara, tapi kendalanya di sumber daya alat kami yang terbatas hanya ada alat kukus dan goreng untuk di daerah luar. Jadi, sementara ini teman-teman bisa belajar di Gereja Katedral Jakarta karena fasilitasnya lengkap,” ucapnya.

Dengan banyaknya jumlah peserta dan calon peserta, Suster Frederica sangat berharap bahwa program pelatihan memasak ini dapat mendatangkan nilai-nilai positif dalam kehidupan para peserta. Ia berkata, “Apa yang sudah mereka dapatkan, semoga mendukung mereka untuk bisa mandiri dan jualan di rumah demi masa depan generasi muda. Saya akan terus menolong sebisa mungkin.”

Kemudian, Suster Frederica juga berharap kawan-kawan transpuan bisa turut bergabung dalam program pemberdayaan ini dalam rangka penerimaan masyarakat terhadap kawan-kawan ragam gender dan seksual. 

“Untuk kawan-kawan transpuan, jangan takut untuk belajar, mencoba, dan gagal, apalagi karena identitas gendernya. Shella dan Oma Edo dulu juga sempat takut, tapi mereka menjadi bukti kuat keberhasilan kawan-kawan,” lanjutnya.

Oleh karena itu, bagi kawan-kawan transpuan yang ingin daftar dan mengikuti program pelatihan memasak LDD-KAJ bisa menghubungi akun Instagram LDD-KAJ dan mendaftar melalui nomor WhatsApp lembaga untuk kelas gelombang Maret 2025. Calon peserta wajib mengisi formulir pendaftaran untuk memastikan pemenuhan kriteria untuk menjadi peserta program ini, seperti niat untuk belajar dan membuka usaha.

 

*Penulis adalah seorang penerjemah dan penulis lepas dari tahun 2016, Lena mulai mendalami dunia jurnalistik pada tahun 2020 bersama The Jakarta Post. Selain menulis, ia juga terlibat dalam pelatihan keamanan sosial dan pergerakan aktivisme untuk komunitas LGBTQ. Penulis juga adalah Top 10 finalist Transchool 2024.