Search
Close this search box.

Saya mau cerita pengalaman ini. Pada Agustus lalu, saya diundang untuk mengikuti zoom meeting yang diadakan oleh Organisasi Perkumpulan Suara Kita bersama dengan komunitas-komunitas transpuan lain yang berasal dari region tengah dan timur Indonesia. 

Pertemuan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada teman-teman komunitas transpuan tentang advokasi pemenuhan hak-hak mereka sebagai warga negara. Yaitu kepemilikan KTP, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan

Saat itu saya bertanya-tanya, kenapa banyak transpuan di Indonesia yang belum mempunyai identitas, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan? Setelah dijelaskan oleh narasumber yang mengampu program pendataan transpuan, alasannya ternyata sangat banyak.

Yang pertama dan paling sering terjadi adalah karena banyak transpuan yang kabur dari rumah sejak usia sangat muda dan hidup di perantauan. Sehingga tidak paham dalam membuat KTP. Lalu ada juga kekhawatiran jika berhadapan dengan birokrasi. Karena ada diskriminasi untuk mencantumkan identitas gender mereka. 

Persoalan lain masih banyak. Misalnya untuk BPJS Kesehatan, banyak yang bekerja serabutan sehingga tidak punya dana untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. Sementara untuk pengajuan PBI/KIS butuh proses yang panjang. Khususnya untuk BPJS Ketenagakerjaan, program ini belum sepenuhnya diketahui dan dipahami oleh para transpuan.  

Oleh karena itu, Suara Kita sejak beberapa tahun lalu, membuat sebuah program khusus yang digawangi oleh aktivis Hartoyo. Tujuannya untuk membantu teman-teman transpuan untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara, dengan advokasi ke Kemendagri dan Dukcapil. Ini agar dalam pembuatan KTP-nya, mereka diizinkan untuk berekspresi sesuai dengan kenyamanan mereka sendiri. 

Lanjutan dari program pembuatan KTP tersebut adalah pembuatan BPJS Kesehatan, terutama yang PBI/KIS bagi para transpuan yang miskin dan untuk lanjut usia atau lansia. Sementara untuk transpuan yang muda dan masih memiliki penghasilan, didorong untuk membayar secara mandiri. Kemudian, negara juga memiliki program BPJS Ketenagakerjaan yang bisa men-cover santunan untuk kecelakaan kerja dan kematian. 

Tidak jarang saya mendapati teman-teman transpuan yang sudah lansia dan sakit, tetapi mereka tidak ada dana untuk berobat. Sehingga harus meminta sumbangan dari kawan-kawan transpuan lain yang juga sama-sama tidak memiliki penghasilan tetap. Dan jika ada transpuan yang meninggal, permintaan sumbangan juga kembali diedarkan agar transpuan yang meninggal bisa dimakamkan secara layak. Hal ini menjadi keprihatinan banyak pihak. Alhasil, akhirnya Suara Kita memutuskan untuk membuka program lagi yaitu BPJS Ketenagakerjaan khusus untuk transpuan lansia dan miskin. 

Berbeda dengan kedua program sebelumnya. Program BPJS Ketenagakerjaan untuk transpuan lansia yang miskin, yang disebut penerima manfaat, premi bulanannya dibayarkan oleh Perkumpulan Suara Kita yang dananya bersumber dari penggalangan dana publik. Sementara untuk transpuan muda dan masih berdaya, sama seperti BPJS Kesehatan, didorong untuk membuat premi dengan dana pribadi.

Program-program ini dijalankan dengan kerja keras para focal point di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan semangat kesukarelawanan, mereka membantu teman-teman transpuan di komunitasnya, di luar komunitasnya, atau bahkan yang sama sekali tidak dikenalnya untuk membuat KTP, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan. 

Saya adalah focal point yang baru dan juga baru memahami bahwa betapa pentingnya kepemilikan KTP dan jaminan sosial yang merupakan program yang diberikan oleh negara. 

Oleh karena itu, saya memulai untuk menginformasikan tentang apa yang saya dapatkan di dalam pertemuan itu kepada transpuan sekitar saya. Cukup mengejutkan bagi saya, banyak sekali dari transpuan yang saya temui mengatakan bahwa BPJS Kesehatan itu tidak terlalu penting. Karena toh sampai sekarang mereka masih sehat-sehat saja. 

Saya berusaha menjelaskan bahwa kondisi besok bisa berbeda dari hari ini, tetapi tetap ada yang merasa itu tidaklah penting. 

Saya juga mencoba untuk mengontak teman-teman di komunitas lain yang berada di provinsi lainnya, ada yang setuju merasa bahwa ini penting dan mendukung program ini tetapi tetap banyak yang merasa tidak membutuhkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. 

Awalnya saya bertanya-tanya kenapa, tapi pada akhirnya saya paham bahwa kesadaran ini harus dibangun di pribadi masing-masing dan itu membutuhkan kerja-kerja yang cukup panjang dan terus menerus.

Saya tidak gentar dengan beragam penolakan dan terkadang bahkan ada tuduhan bahwa saya mencari untung. Maka saya terus maju karena saya tahu betapa pentingnya kepemilikan KTP dan jamsos ini bagi kawan-kawan. 

Atas dasar itu, saya terus mencoba untuk mengontak beberapa teman dan terus menerus menginformasikan kepada siapapun transpuan yang saya temui bahwa penting sekali bagi kita, yang sangat rentan, untuk memiliki KTP, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Saya juga tidak putus harapan kepada komunitas-komunitas lain, bahwa suatu saat mereka pasti memahami pentingnya kepemilikan KTP dan jamsos ini. 

Perkumpulan Suara Kita melalui para focal point-nya sudah menjadi perpanjangan tangan dan lidah antara program-program ini dengan para transpuan terutama yang miskin dan lansia. Sisanya tinggal bagaimana kita bekerja bersama untuk melahirkan dan menumbuhkan kesadaran-kesadaran di diri mereka untuk memiliki tiga kartu ini yang setidaknya akan mempermudah hidup kita meskipun sedikit.

Sumber: Konde.co
 
*Penulis adalah Focal point program pendataan Transpuan oleh Suara Kita yang berdomisili di daerah paling ujung Indonesia.