Search
Close this search box.

Depresi Tidak Pandang Bulu

Oleh : Jane Maryam*

Suarakita.org-Meninggalnya aktor dan komedian kawakan Robin Williams mengejutkan berbagai pihak dan keluarga. Susan Schneider, istri Williams (dikutip dari BBC) mengatakan “Atas nama keluarga Robin, kami meminta privasi pada saat ini. Harapan kami adalah Robin dikenal bukan karena kematiannya, tetapi banyak peristiwa yang membahagiakan dan kegembiraan yang dia berikan kepada jutaan orang.”

Sebagaimana diketahui Williams mengalami depresi akut dan telah berjuang cukup lama mengatasi kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang. Pada tanggal 11 Agustus 2014, Williams nekad bunuh diri dirumahnya di Paradise Cay, dekat kota Tiburon, California. Aktor ini mengawali karier dengan memerankan tokoh alien Mork dalam serial TV Mork and Mindy di tahun 1970an. Dia juga dikenal piawai dalam mengubah mimik wajah, sebut saja film Mrs. Doubtfire (1993) yang bercerita tentang bagaimana Williams berpenampilan sebagai perempuan untuk mendekati anaknya, dan ada pula film The Birdcage (1996) yang mana Robin berperan sebagai gay tulen. Semua penokohan yang diperankan olehnya nyaris sempurna.

Pada kenyataannya depresi yang dialami oleh Robin Williams juga banyak diderita oleh komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Dalam sebuah jurnal kesehatan masyarakat (2001) yang dilakukan oleh Bryan N. Cochran dkk., dengan membandingkan 84 pemuda pengangguran yang mengidentifikan diri sebagai LGBT dengan 84 pemuda pengangguran berorientasi seksual heteroseksual ditemukan variasi perkembangan psikososial yang signifikan antara LGBT dan heteroseksual. Pemuda LGBT pengangguran cenderung menunjukkan angka yang tinggi terhadap kondisi psikopatologis termasuk didalamnya mengalami depresi karena lebih banyak yang diusir dari rumah, menjadi korban yang di-bullying karena orientasi seksual mereka. Dan secara keseluruhan baik pemuda LGBT maupun yang heteroseksual memiliki potensi yang sama untuk mengalami depresi dan percobaan bunuh diri.

Menderita depresi dan bunuh diri sebenarnya bukanlah semata-mata sebuah perilaku yang egois. Karna depresi yang akut merupakan gangguan mental yang tidak sekedar faktor psikososial saja, melainkan bisa dipengaruhi pula oleh genetik dan biologi. Sehingga tidak mustahil bila orang sesukses dan seterkenal Robin Williams pun bisa mengalaminya. Dan tidak sedikit orang yang terus berjuang dengan mengkonsumsi antidepresan untuk menekan perasaan-perasaan neurotik yang mengganggu tersebut. Karena kombinasi gejala depresi dapat ditandai dengan kehilangan minat dan merasa bersalah, kesedihan yang terus-menerus, dan jika tak tertolong bisa bunuh diri.

Terapi perilaku atau kognitif dengan belajar mengomunikasikan perasaan atau uneg-uneg kepada orang yang dipercaya sangat dibutuhkan bagi orang yang mengalami depresi dan merasa putus asa. Terlibat dalam penggunaan obat-obatan terlarang dan menjadi alkoholik biasanya sebagai bagian dari bentuk pengasingan diri yang buruk. Sehingga dukungan keluarga dan orang-orang terdekat sangat membantu sekali agar seseorang dapat meminimalisir efek buruk yang bisa diakibatkan oleh depresi tersebut, selain mungkin rujukan ahli profesional seperti psikolog maupun psikater.

 

*Penulis adalah kontibutor Suara Kita dan lulusan Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.