Search
Close this search box.

Di Jerman sering timbul konfrontasi terkait tema homoseksualitas. Bentrokan muncul jika menyangkut masalah norma dan nilai agama.

Antara tahun 2007 dan 2011, beberapa studi tentang pandangan remaja mengenai homoseksualitas dipublikasikan. Hasil studi yang dilakukan psikolog Bernd Simon misalnya, menganalisa 922 pelajar usia 14 hingga 20 tahun tentang pendapat mereka akan kaum gay dan lesbian.

“Hasil studi menunjukkan, sebagian besar remaja tidak menyukai kaum homo. Namun, tingkat ketidaksukaan mereka berbeda intensitasnya”, ujar Jörg Steinert, pimpinan perhimpunan lesbian dan gay di Berlin-Brandenburg.

47,7 persen remaja pria tanpa latar belakang migrasi misalnya mengatakan “Bagi saya, dua pria gay yang berciuman di jalan itu menjijikkan”. Murid pria keturunan Rusia yang memiliki pendapat sama 75,8 persen dan keturunan Turki 78,9 persen. Jumlah remaja perempuan yang berbagi pendapat tersebut tidak sebanyak remaja pria. Walau menurut Steinert, di kalangan perempuan muda keturunan Rusia dan Turki angkanya juga masih sangat tinggi.

Diskriminasi dan homofobia saling terkait

Hasil lain dari penelitian Simon, semakin banyak gambaran pria tradisional yang diterima, semakin keras sikap penolakan terhadap kelompok homoseksual. Kaitan berikutnya juga tambah jelas dalam penelitian tersebut.

Semakin sang remaja merasa didiskriminasi, semakin besar kebencian mereka terhadap kaum homoseksual. Sebaliknya, semakin banyak kontak yang dimiliki terhadap kaum lesbi dan gay, semakin kecil kemungkinan mereka memiliki masalah dengan kaum homoseksual.

Hubungan antara sikap keagamaan dan kebencian terhadap kaum homoseksual juga ditemukan dalam studi yang dilakukan di Jerman tersebut. Ini paling jelas terlihat dari para kaum muda keturunan Turki. “Kaitan ini juga ditemukan di remaja keturunan Rusia dan Polandia”, tambah Jörg Steinert.

Tingkat pendidikan seseorang juga tidak bisa dipastikan memegang peranan penting dalam kebencian terhadap kaum homo. Menurut Steinert: “Jika diperhatikan jenis sekolah yang berbeda-beda, jelas bahwa pendidikan resmi yang lebih baik tidak berarti sikap mereka lebih terbuka.”

Pakar pendidikan agama Rabeya Müller, yang sejak 30 tahun lalu beralih memeluk agama Islam, adalah wakil ketua pusat penelitian perempuan muslim. Ia tidak terkejut dengan hasil jajak pendapat mengenai pandangan terhadap kaum homo. Seperti pasangan gay yang berciuman di depan umum.

“Pada dasarnya, pola pikir dalam Islam, sikap kemesraan yang terlalu intim sebaiknya tidak dilakukan di depan orang lain.” Sebaliknya, Rabeya Müller berpendapat, setiap orang berhak mengekspresikan cinta dan kemesraannya.

Remaja muslim homoseksual dipaksa menikah

Perhimpunan lesbian dan gay Berlin-Brandenburg menawarkan bantuan bagi kaum homo. Pemuda muslim juga datang untuk konsultasi. Ulrich Keßler, ketua perhimpunan bercerita: “Sebagian pemuda gay datang dengan ibu mereka. Para ibu ingin tahu, apa yang terjadi dengan anak mereka? Apakah ini penyakit, apa yang bisa menyembuhkannya?”

Contoh ekstrim adalah para pemuda yang dipaksa oleh keluarganya untuk menikahi seorang perempuan. “Jadi ini tidak hanya fenomena dari perempuan saja, tetapi pria muda juga dipaksa untuk menikah di luar keinginan mereka.”

Psikolog Ahmad Mansour yang aktif dalam proyek bagi remaja “Heroes” di Berlin menyebutkan alasan mengapa pemuda muslim sebaiknya harus menikah begitu menginjak usia 30 tahun. Yakni, masyarakat kolektif. Kelompok ini punya peraturan jelas yang harus diikuti semua pihak.

“Mekanisme budaya barat, bahwa orang dewasa yang berumur 18 atau 20 tahun harus menemukan identitasnya sendiri, tidak bisa ditemukan dalam masyarakat kolektif”, ujar Mansour.

Di kalangan muslim konservatif tema seks juga hal yang masih tabu. Psikolog Mansour menambahkan, “Masalahnya bukanlah apakah perempuan masih perawan atau tidak. Lebih penting apakah orang-orang di sekitarnya tahu keadaan sesungguhnya atau tidak. Jika mereka tahu, maka itu sebuah bencana. Hal yang sama berlaku bagi kaum gay dan lesbian.”

DITIB adalah organisasi Islam dengan anggota terbanyak di Jerman. Perwakilan DITIB urusan dialog, Bekir Alboga, membedakan antara perlakuan yang dilarang dalam Islam, yang disarankan dan yang diijinkan. Dari sudut pandang agama, homoseksual termasuk pada perlakuan yang dilarang.

Namun, tidak dibahas tentang hukuman bagi yang melakukannya. Alboga menegaskan, bagi kaum muslim di Jerman berlaku hukum republik negara ini. Jika ada warga muslim yang mendiskriminasi kaum homo, maka ia melanggar hukum.

Pakar pendidikan agama Rabeya Müller memuji pernyataan semacam itu. Tetapi ia juga tahu, bahwa apa yang dikatakan Alboga tidak mendapat sambutan baik di mesjid-mesjid. Menurut Müller, harus ada budaya diskusi untuk tema ini. Dan tidak hanya tentang homoseksualitas, tetapi juga tema persamaan hak dan represi mengatasnamakan kehormatan keluarga.

Bicara tentang orientasi seks di sekolah

Ahmad Mansour dari proyek “Heroes” berpendatan, masalah orientasi seks harus dibicarakan di sekolah-sekolah. “Karena sebagian yang berasal dari budaya tertentu tidak pernah mempelajarinya. Di dalam keluarga sendiri, tidak pernah hal semacam itu dipertanyakan.”

Ada contoh positif yang telah dimulai. Yakni, proyek “Jung, muslimisch, aktiv” atau “Muda, muslim, aktif” yang dimulai senat dalam negeri kota Berlin. 150 hingga 200 kaum muda muslim turut serta dalam proyek tersebut. Mereka berbicara tentang tema identitas seksual, orientasi dan persamaan hak.

Sumber : www.dw.de