Search
Close this search box.

François, Jérôme, Colleen, Betty, Romain : Relasi Kasih Sayang yang Ber-Sistem

Naître père poster
Naître père poster

(Sebuah catatan kecil dari Pemutaran Film ‘’Naître Père’’, EUROPRIDE 2013, Marseille, Perancis)

Oleh : Wisnu Adihartono Reksodirdjo**

Seperti biasa di acara Europride 2013 ini, saya mengunjungi beberapa acara yang menurut saya dapat memberikan pencerahan dalam pengembangan studi LGBT di Indonesia. Kali ini saya sangat tertarik dengan pemutaran film Naître Père yang secara resmi dirilis di Perancis pada tanggal 13 februari 2013 dan disutradarai oleh Delphine Lanson. Film ini, konon kabarnya, mengundang beberapa kritikan pedas dari anggota parlemen dan masyarakat Perancis karena ke dua tokoh di dalam film ini melakukan hal yang masih di larang dalam tatanan kemasyarakatan Perancis. Cerita ini berdasarkan pengalaman sesungguhnya yang dialamu oleh dua orang tokoh aslinya, François dan Jérôme.

Naître Père, yang apabila diterjemahkan sesuai dengan alur film dan rasa bahasa Indonesia, maka akan menjadi ‘’Ayah yang Melahirkan’’. Cerita ini diawali dengan keinginan yang sangat kuat dua homoseksual Perancis, François dan Jérôme, untuk menimang seorang anak. Ketidaksanggupan keduanya untuk berprokreasi akhirnya menghasilkan ide untuk memberikan sperma François dan Jérôme kepada seorang Ibu di kota Wisconsin, Amerika Serikat, yang sangat rela dan ikhlas ‘’meminjamkan’’ rahimnya untuk dibuahi. Colleen, nama Ibu tersebut, telah memiliki seorang suami dan tiga anak perempuan. Di dalam istilah medis Perancis, posisi Colleen diberi istilah Mère Porteuse atau ‘’Ibu pembawa’’.

Cerita terus berlanjut ketika François dan Jérôme mengunjungi Colleen untuk menengok bayi yang ada di dalam kandungannya, yang ternyata dinyatakan sebagai bayi kembar sepasang. Selama aktivitas ‘’pulang pergi’’ Wisconsin – Paris, François dan Jérôme sedikit demi sedikit menyiapkan semua kebutuhan bayi laki-laki dan perempuan.

Bulan berganti bulan, pada akhirnya bayi kembar tersebut lahir dan diberi nama Betty dan Romain. Bayi hasil pembuahan dari dua sperma pasangan homoseksual yang ditanamkan ke dalam Rahim Ibu yang sudah berkeluarga. Berita ini cukup menggemparkan public Perancis dengan istilah ‘’Bayi Satu Ibu dari Dua Laki-laki’’.

Film ini diakhiri dengan adegan perpisahan antara François dan Jérôme yang harus membawa Betty dan Romain ke Paris. Perpisahan antara Colleen, Ibu asli Betty dan Romain, dan François dan Jérôme, yang juga Ayah asli Betty dan Romain tanpa ikatan pernikahan yang resmi secara agama dan negara.

Debat-Debat yang Muncul

Ilustarsi : toutlecine.com
Ilustarsi : toutlecine.com

Pemutaran film ini dilanjutkan dengan diskusi publik. Kebetulan sekali, saya juga sempat bertemu dengan François dan Jérôme yang membawa si kecil Betty dan Romain, yang hadir dalam pemutaran film ini.

Sebelum memberikan diskusi yang muncul, perlu diingat terlebih dahulu, bahwa catatan ini sebaiknya dibaca dan dan dipahami dengan tenang dan tanpa sikap anti. Saya harus berkata apa adanya bahwa diskusi yang muncul, merupakan diskusi yang dilakukan oleh masyarakat Eropa yang, secara tidak langsung, sudah memiliki ide-ide diluar kotak. Saya sebagai warga negara Indonesia, sama sekali tidak ingin mengenyampingkan masyarakat Indonesia yang ide-idenya masih terkurung di dalam kotak, tetapi pada kenyataannya, masyarakat Indonesia kontemporer pun masih enggan mengeluarkan dirinya dari kotak Pandora.

Menurut saya, ada beberapa hal penting setelah film ini diputar. Hal pertama, adalah mengapa François dan Jérôme ingin sekali memiliki seorang anak? Pertanyaan ini muncul dari pemikiran sederhana pasangan homoseksual yang juga ingin menimang anak hasil dari sperma mereka sendiri seperti pasangan heteroseksual. Bagi mereka, alasan biologis memang menjadi satu halangan. François dan Jérôme sangat sadar bahwa pasangan homoseksual tidak mampu berprokreasi tetapi hanya mampu melakukan rekreasi. François dan Jérôme mengatakan bahwa mereka tidak ingin melakukan adopsi anak karena aktivitas mengadopsi sama saja melakukan aktifitas pembohongan bagi tubuh mereka berdua. Oleh karena itu mereka melakukan cara-cara yang telah diterangkan dalam film tersebut.

Yang menjadi sangat penting disini adalah aspek psikologi sosial dari relasi-relasi kasih sayang antara François, Jérôme, Colleen, Betty, dan Romain, ditinjau dari perannya masing-masing. Secara tidak langsung, tanpa pernikahan resmi antara François, Jérôme, dan Colleen, baik secara agama dan negara, interaksi antara Colleen sebagai ‘’Ibu Pembawa’’, François dan Jérôme sebagai ‘’Ayah’’, dan Betty dan Romain tidak dapat dilepaskan begitu saja. Relasi-relasi inilah yang kemudian menjadi debat-debat hangat publik Perancis tentang psikologi sosial Betty dan Romain. Bagaimana apabila Betty dan Romain tahu bahwa orangtuanya keduanya adalah laki-laki? Bagaimana apabila Betty dan Romain tahu bahwa mereka sebenarnya adalah ‘’hasil’’ dari Rahim seorang Ibu yang berada jauh di Amerika Serikat? Bagaimana apabila Betty dan Romain tahu bahwa sebenarnya François dan Jérôme hanya meminjam Rahim Colleen untuk melahirkan mereka? Debat yang sangat pelik ini juga yang membuat alotnya peresmian Undang-Undang Mariage Pour Tous (Pernikahan Untuk Semua) di Perancis, walaupun pada akhirnya disahkan juga pada bulan April 2013. Partai kanan Perancis-lah, UMP (L’Union pour un Mouvement Populaire), yang sangat mempersoalkan diberlakukannya Undang-Undang Pernikahan Untuk Semua yang salah satunya dikaitkan dengan akan rusaknya relasi yang ada di dalam sebuah keluarga.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa persoalan homoseksualitas bagi partai kanan adalah persoalan ancaman dari segara segi. Dari sudut pandang sosiologi keluarga, homoparentalité atau binaan keluarga oleh pasangan homoseksual dapat mengancam sistem dan struktur keluarga yang sudah sangat ajeg. Seorang anak membutuhkan figur Ibu yang perempuan dan Ayah yang laki-laki untuk ‘’mempertontonkan’’ peran-peran sosialnya dalam masyarakat. Ketika ada ‘’pertunjukkan’’ peran-peran sosial tersebut, maka institusi keluarga adalah sebuah institusi yang sangat hierarkis dan terideologikan secara maskulin.

Diskusi kemudian berlanjut sampai pada ranah politik dimana pada saat Betty dan Romain dibawa ke Paris, mereka berdua adalah warga negara Amerika Serikat yang disahkan dengan pemberian passport. Hal ini wajar saja karena Betty dan Romain dilahirkan dari seorang Ibu berkewarganegaraan Amerika Serikat dan dilahirkan di Wisconsin, Amerika Serikat. Dalam hal ini, kekuatan ‘’sperma’’ tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sperma yang telah masuk ke dalam Rahim, sudah tidak lagi tampak secara kasat mata. Dalam diskusi tersebut, François menjelaskan cukup panjang lebar bahwa masalah ini adalah masalah yang sepertinya akan berbuntut panjang karena menyangkut administrasi dua negara. Saat ini, François sudah berusaha mendaftarkan Betty dan Romain untuk segera mendapatkan kewarganegaraan Perancis, tetapi administrasi Perancis masih terus menunda pemberian tersebut. François dan Jérôme pun masih belum mampu melakukan apa-apa. Saat ini yang mereka pikirkan adalah bagaimana membesarkan Betty dan Romain terlebih dahulu.

Diskusi ditutup dengan pertanyaan mengenai permasalahan pembagian harta apabila François dan Jérôme atau Colleen ada yang meninggal dunia terlebih dahulu. Di titik ini, mata François dan Jérôme berkaca-kaca karena Colleen sebagai ‘’Ibu Pembawa’’ Betty dan Romain, tidak menginginkan pembagian harta sepeserpun. Bagian diskusi ini banyak dipenuhi dengan ketidakmampuan François dan Jérôme untuk menjelaskan hal ini karena diakhir diskusi, François hanya mampu berkata sambil melihat Betty dan Romain yang sedang bermain boneka di depan mereka, ‘’Colleen, elle est toujours ta mère. Sans Colleen, vous êtes rien. Nous, vos papa, ne contribuons rien.’’ (Colleen, dia selamanya tetap ibumu. Tanpa Colleen, kalian tidak ada. Kami, ayah-ayah kalian, tidak menyumbang apa-apa.)

Sebuah relasi kasih sayang antar individu yang ber-sistem dalam struktur dua negara yang berbeda budaya.

**Mahasiswa doktoral Sosiologi pada Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, Marseille, Perancis. Sedang menulis disertasi tentang gay Indonesia di Perancis.

Cuplikan Film : Naitre Pere