Search
Close this search box.

Ourvoice.or.id- Film dokumenter yang kontroversial tentang Indonesa, The Act of Killing, mulai ditayangkan di Inggris dengan pemutaran perdana di Universitas Westminster, London

Sekitar 200 penonton -sebagian kecil di antaranya warga Indonesia- memadati gedung teater universitas yang dijadikan tempat pemutaran film yang mengangkat pembunuhan pada masa pemberantasan Komunis Indonesia tahun 1965. Saat mengantarkan filmnya, sutradara Joshua Oppenheimer -yang lancar berbahasa Indonesia- mengatakan film dimaksudkan untuk membuka kebisuan tentang pembunuhan atas orang-orang yang dituduh anggota maupun pendukung PKI.

“Kalau kami tidak memfilmkannya, maka para korban akan meninggal dan tidak pernah akan terungkap kekerasan tersebut,” tutur Joshua di depan panggung, Kamis 14 Maret malam waktu London.

Setelah pemutaran perdana, The Act of Killing juga akan diputar di Goldsmith University, London tenggara, dan Curzon Soho, bioskop di pusat kota London yang sering menayangkan film-film alternatif dan dokumenter.

Diskusi dengan pegiat HAM

Di Universitas Westminser, yang ditayangkan adalah versi lengkap dengan durasi 157 menit, jauh lebih panjang dari versi untuk

Joshua Oppenheimer membuat filmnya di Medan dan perkebunan Sumatera Utara.
Joshua Oppenheimer membuat filmnya di Medan dan perkebunan Sumatera Utara.

khalayak umum berdurasi 115 menit. “Kami sudah memulai proyek ini sekitar satu dekade lalu namun setiap merekam gambar selalu didatangi polisi, tentara, maupun pejabat pemerintah lokal,” tambah Joshua.

Dia kemudian berdiskusi dengan para pegiat hak asasi manusia dan memutuskan untuk meneruskannya dengan memusatkan perhatian pada pelaku pembunuhan.

“Seseorang dari pegiat HAM itu mengatakan harus bisa.”

Dengan bantuan para awak Indonesia -yang dirahasiakan namanya sebagai anonymous dalam kredit film- Joshua membuatnya dengan lokasi di Medan, perkebunan Sumatera Utara, maupun di Jakarta. Kisahnya didasarkan pada pengakuan Anwar Congo dan beberapa orang lain yang terlibat dalam pembunuhan massal itu.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada semua awak di Indonesia yang tidak bisa saya sebutkan namanya.”

Rekonstruksi pembunuhan

The Act of Killing -yang diproduksi tahun 2012- menggunakan gaya bercerita film di dalam film. Tokoh Anwar Congo -yang memerankan diri sendiri dan mengaku sebagai preman Medan- mencoba merekonstruksi pembunuhan yang dia lakukan setelah 30 September 1965.

Rekaman rekonstruksi dilengkapi dengan wawancara para pemain maupun adegan mengikuti kehidupan sehari-hari mereka, antara lain ketika Anwar memberi makan bebek bersama kedua cucunya. Saat merekonstruksi pembunuhan, Anwar dibantu dengan beberapa temannya, antara lain Herman Koto, Ibrahim Sinik, maupun Adi Zulkadry.

Beberapa pemimpin maupun anggota organisasi Pemuda Pancasila juga muncul dalam film ini, seperti Yapto Soerjosoemarno.

Anwar Congo -seperti dilaporkan berbagai media di Indonesia- belakangan mengatakan dia merasa tertipu oleh Joshua. Namun Joshua membantah tuduhan itu dengan alasan semua pengambilan gambar diambil secara terbuka dengan sepengetahuan peserta film.

Sumber : BBC | Indonesia