SuaraKita.org – Ratusan perempuan, laki-laki dan transgender pada hari Minggu (12/3) mengambil bagian dalam Aurat March di Karachi menuntut pemberantasan kemiskinan, kelaparan dan diskriminasi berdasarkan gender.
Pawai tersebut mengumpulkan orang-orang dari berbagai kelas dan kelompok umur.
Tema sentral Aurat March tahun ini adalah “Riyasat jawab do, bhook ka hisab do” (Negara memberi jawaban dan bertanggung jawab atas kelaparan).
Tempat pawai diubah untuk tahun kedua. Para peserta berkumpul di taman Burns Karachi sekitar pukul 4 sore. Tanggal pawai juga diubah tahun ini dari 8 Maret menjadi 12 Maret karena penyelenggara ingin mengadakan pawai pada hari Minggu untuk memastikan partisipasi maksimal.
Namun, jumlah yang hadir lebih rendah dibandingkan pawai sebelumnya. Alasan rendahnya kehadiran bisa jadi karena situasi hukum dan ketertiban baru-baru ini di negara itu, kata seorang anggota badan penyelenggara.
Salah satu penyelenggara pada kesempatan pawai mengatakan: “Kelaparan, kemiskinan, perubahan iklim dan inflasi adalah masalah feminis karena perempuan – yang merupakan mayoritas di Pakistan – menanggung beban dari semua masalah ini lebih berat daripada bagian lain dari masyarakat.”
Acara tersebut ditandai dengan pertunjukan musik untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu seperti pemaksaan pindah agama, kerja paksa dan hak-hak transgender.
Sejumlah besar transgender termasuk aktivis Shehzadi Rai, Mehrub Moiz Awan dan Bindya Rana juga berpartisipasi dalam pawai dan naik panggung untuk menyadarkan para peserta tentang masalah yang dihadapi komunitas trans di negara tersebut, khususnya setelah gelombang kampanye negatif baru-baru ini. terhadap komunitas yang rentan.
Dr Mehrub Awan Mengatakan tujuan keikutsertaan kaum trans dalam pawai tersebut adalah untuk menunjukkan solidaritas.
“Di negara yang terkoyak oleh perbedaan agama, etnis, bahasa dan sektarian, orang-orang yang bersolidaritas satu sama lain adalah pemandangan yang langka,” kata Mehrub.
Usai pertunjukan, para peserta berbaris menuju Majelis Sindh melalui Dewan Kesenian Pakistan. Para pengunjuk rasa kemudian melakukan aksi duduk secara singkat di depan Majelis Sindh di mana para aktivis menampilkan drama kecil yang menyoroti masalah pemerkosaan di negara tersebut.
Sepotong kain putih panjang juga dipegang oleh pengunjuk rasa dengan tanda tangan tercetak di atasnya menggunakan warna merah. Kain itu dibawa di atas kepala oleh para demonstran dan dibakar di akhir pawai sebagai simbol kemarahan atas kesulitan yang mereka hadapi di masyarakat.
(R.A.W)
Sumber: