Search
Close this search box.

[JURNAL] Istana Kecantikan Film Gay Indonesia Pertama

Oleh : Novia Triesna Clara*

Suarakita.org- Jurnal ini mengulas tentang film bertemakan pertama di Indonesia berjudul Istana Kecantikan yang diproduksi tahun 1988.  Film ini menjadi titik awal, isu LGBT diangkat menjadi sebuah film.

Sejak munculnya film ini, kesadaran sineas perfilman Indonesia semakin meningkat untuk mengangkat tema LGBT menjadi sebuah film, sebut saja film Arisan dan Gadis Metropolis yang juga mengangkat isu serupa di era berikutnya. Saat itu Istana Kecantikan hadir sebagai film yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang situasi gay ke khalayak penonton, namun bukan untuk memberikan penilaian secara positif atau negatif pada kelompok gay itu sendiri.

Istana Kecantikan atau The Palace of Beauty  mengkisahkan tentang seorang gay bernama Nico yang diperankan oleh aktor senior Matias Muchus. Nico merasa bahwa ia terlahir sebagai seorang gay. Sosok Nico digambarkan sebagai seorang yang naïf. Dia mendapat tekanan dari orang tuanya untuk segera menikah. Nico pun menjadi dilemma. Di satu sisi Nico adalah seorang gay, dan di sisi lain ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya. Tuti sebagai saudara Nico yang kemudian mengetahui keadaan Nico, menganjurkan saudaranya itu untuk cepat menikah demi  membahagiakan kedua orang tuanya. Akhirnya Nico pun menikahi seorang perempuan bernama Siska. Istri Nico itu  tidak tahu bahwa Nico adalah gay, tidak sengaja Siska memergoki Nico tengah tidur dengan seorang lelaki. Tentu saja itu membuat sang Istri  marah, namun Nico berjanji kepada Siska bahwa ia akan berusaha untuk menjadi suami yang baik.

Berbagai cara telah dilakukan oleh Siska dan Nico agar Nico memiliki ketertarikan dengan perempuan, namun hasilnya nihil. Nico kemudian menyuruh Siska untuk kembali ke mantan pacarnya, karena sadar bahwa Nico tidak dapat membahagiakan Siska. Namun, bukanya kembali ke mantan kekasihnya, Siska justru berselingkuh dengan mantan kekasih Nico yang bernama Toni yang sebelumnya pernah kedapatan tidur bersama Nico. Melihat itu Nico menjadi geram, dan kegeraman itu berakhir dengan Toni yang harus meregang nyawa karena dibunuh oleh  Nico. Setelah itu, Nico pun dipenjara.

Seperti yang terlihat dari sinopis,  pada era 80-an mungkin pemahaman masyakarat  terhadap gay adalah bahwasannya gay merupakan orang yang berpenampilan seperti seorang wanita atau disebut juga waria. Maka dari itu film ini muncul dengan memfokuskan potret gay sebagai seorang lelaki biasa, yang memiliki ketertarikan secara romantik kepada sesama jenis, tanpa harus mengubah penampilanya menjadi seperti seorang wanita.

Jurnal ini tentu telah memberikan pengetahuan baru bagi saya yang lahir jauh setelah film itu dirilis, tentang perfilman LGBT di Indonesia yang sudah ada sejak tahun 1980-an.  Untuk kali pertama, saya tahu bahwa sebenarnya isu LGBT sudah ada untuk waktu yang lama.

Sementara itu, di era film Istana Kecantikan dirilis, masyarakat memandang homoseksual sebagai isu yang sensitif sehingga menimbulkan pertertangan dari masyarakat. Namun, kendati demikan sebenarnya istilah gay  yang diangkat dalam film bukanlah hal baru di masyarakat  Indonesia pada saat itu. Tanpa mengenal istilah gay, masyarakat tradisional Jawa Timur sudah  mengenal istilah warok dan gemblak yang sempat disinggung pula dalam jurnal ini. Warok dan gemblak yang merupakan istilah untuk hubungan antar sesama laki-laki. Warok merupakan orang yang memiliki pantangan untuk berhubungan seks dengan perempuan, maka dia  diperbolehkan berhubungan seks dengan laki-laki yang lebih muda dari usianya atau yang disebut dengan gemblak. Namun sangat disayangkan bahwa dalam jurnal ini tidak diulas secara singkat tentang apa itu warok dan gemblak, padahal hal itu akan memberikan pelajaran tambahan bukan hanya dari sudut pandang LGBT tetapi juga dari sudut pandang kekayaan budaya Indonesia.

*Penulis adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri  Syarif Hidayatullah yang sedang magang di Suara Kita.

Jurnal bisa diunduh di bawah ini.

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2017/02/000000006778008103.pdf”]