Search
Close this search box.

[Resensi] Lilting: Cinta Melampaui Bahasa

Oleh: Wisesa Wirayuda

SuaraKita.org – Seseorang pernah mengatakan kepada saya bahwa cinta adalah konstruksi sosial, bisa jadi pernyataan itu benar, namun bisa juga salah. Semua kembali lagi kepada kita meyakini yang mana. Kontruksi sosial, ataukah murni karunia alam semesta ini?

Bagi orang-orang yang percaya pada cinta, mereka meyakini, bahwa cinta itu melampaui batas-batas. Ketertarikan tidaklah sesuatu yang menunggal. Bahkan perbedaan bahasa pun tak bisa mengalahkan derasnya cinta. Film Lilting (2014) ini akan memberitahukanmu seberapa deras cinta ketika ia mengalir.

Film yang berceritakan tentang seorang ibu yang secara tiba-tiba kehilangan anak laki-lakinya karena sebuah kecelakaan. Di kala waktu sedang berbela sungkawa, sang ibu ditemukan oleh Richard (Ben Whishaw) yang tak lain adalah kekasih dari anaknya yang meninggal itu, Kai (Andrew Leung). Tujuan Richard menemui ibu Kai adalah sederhana, ia ingin mengatakan bahwa Richard-lah yang selama ini menemani anaknya dan Richard pula lah yang menginginkan Kai untuk pulang ke rumah Ibunya untuk melakukan coming out. Dua hal yang Richard tak sadarkan kala itu, satu, ia memaksa kekasihnya untuk coming out kepada ibunya. Kedua, Richard tak sadar bahwa perjalanan pulang Kai tersebut benar-benar menjadi perjalanan ‘pulang’.

Jika saya perhatikan, sebenarnya alur cerita yang diberikan film ini tidaklah sesuatu yang rumit, malah cenderung sudah banyak film-film bertemakan sama, yaitu coming out berujung maut. Namun yang berbeda dari film ini adalah adanya perbedaan bahasa antara Richard yang seseorang berbahasa Inggris dan ibunya Kai yang berbahasa Mandarin. Oleh karena itulah, Richard menghadirkan seorang penerjemah bahasa untuk membantunya.

Keadaan semakin rumit ketika sang penerjemah, Vann (Naomi Christie) juga turut membawa emosinya ketika sedang menyampaikan pesan demi pesan dari Richard kepada ibunya Kai. Sederhananya, penerjemah pun memiliki pemikiran dan perasaannya sendiri. Sampai akhirnya, Richard mengatur strategi kembali dengan sang penerjemah dan mengatakan sendiri bahwa ia adalah kekasih dari anaknya, dan Richard pun mengaku bahwa ia yang memaksa Kai untuk pulang yang mana kemudian berakhir kepada kepergian Kai untuk selama-lamanya. Menyadari bahwa Richard pun terluka, ibu dari Kai akhirnya mengerti dan memberikan senyumnya pada Richard.

Film berdurasi 90 menit ini berbeda dengan film-film yang saya maksudkan di atas, ia memiliki sebuah kehangatan dibalik sebuah tragedi. Cinta benar-benar digambarkan sebagai sesuatu yang lintas batas, dari cinta lah kita semua belajar memahami. Dan perbedaan-perbedaan di antara kita lah yang membuat cinta itu menjadi sulit dipahami, namun menyenangkan untuk diulik artinya.

Film ini sungguh cocok untuk disajikan bersama dengan jamuan makan malam di akhir tahun ini. Undanglah teman-teman, keluarga, atau kekasih untuk berbagi pengalaman ini. Jangan sampai kita terlambat untuk mencintai seseorang karena ia sudah pergi meninggalkan kita. Yuk! Mulailah tahun yang baru ini dengan semangat cinta yang lebih membara.