Search
Close this search box.

[Resensi] Film: Blue is The Warmest Color

Oleh: Wida Puspitosari*

images (1)

Genre                          : Drama

Sutradara                   : Abdel Kechiche

Pemeran Utama       : Léa Seydoux dan Adèle Exarchopoulos

Durasi                         : 179 menit

Tahun Peluncuran    : 2013

 

Suarakita.org – Kualitas seismik cinta pertama sejauh ini telah jarang ditangkap sebagaimana yang tertuang dalam film Blue is The Warmest Color. Ini merupakan film drama romantis yang diadaptasi dari novel grafik La Vie d’Adèle bagian 1 & 2 yang diproduseri sekaligus disutradarai oleh Abdellatif Kechiche, dan dibintangi oleh Adèle Exarchopoulos (Adèle) dan Léa Seydoux (Emma).

Blue is The Warmest Color mengisahkan Adèle (15), seorang remaja asal Prancis yang menemukan tekat dan kebebasan ketika seorang pelukis berambut biru (Emma) memasuki hidupnya. Film ini mengurai kisah kehidupan Adèle sejak SMA menuju ke tahap awal ia menjadi dewasa. Adèle ialah seorang introvert yang merasa bermasalah dengan perasaan dan identitas seksualnya pasca ditinggalkan oleh sang kekasih.

Mengetahui hal tersebut, seorang kawannya yang terbuka sebagai gay, Valentine, kemudian mengajaknya ke sebuah lesbian bar. Belum lama menginjakkan kaki, rupa-rupanya ia sudah mendapatkan bullying dari segerombolan perempuan yang sedang asyik duduk. Perempuan lain berambut biru bernama Emma, mencoba untuk membela dan mengatakan jika Adèle ialah sepupunya serta menyuruh mereka untuk tidak bertindak macam-macam. Bermula dari pertemuan inilah, kisah romansa keduanya dimulai sebagai sepasang kekasih dengan perjalanan cinta penuh dialektika dan kompleksitas. Ego, baik yang kurang dikelola secara emosional dan spiritual menjadi batu sandungan bagi pasangan lesbian ini. Film tidak diakhiri dengan akhir yang bahagia.

Di sisi lain, film yang berhasil menyabet penghargaan bergengsi Palme d’Or pada tahun 2013 lalu ternyata juga menawarkan tema-tema yang sangat menarik sekaligus enigmatik. Tema seksualitas (fantasi tentang lesbianism) yang berkelindan dengan kelas sosial merupakan isu kuat yang termuat di dalam film. Kendati demikian, signifikansi warna biru yang tertera pada judul film tentu membuat anda menjadi bertanya-tanya bukan? Blue is The Warmest Colour benar-benar film yang kental akan simbolisme visual. Warna biru yang secara dominan ditampilkan melalui lampu-lampu di lesbian bar yang dikunjungi Adèle hingga gaun biru yang ia kenakan saat film akan berakhir serta warna cat rambut dan mata Emma ditandai sebagai warna yang identik dengan teka-teki, ekstasi, cinta dan kesedihan yang ultim. Adèle dalam beberapa adegan juga sering menyebut pelukis kondang Pablo Picasso yang terkenal dengan lukisan visualnya bertemakan melancholy blue period – yakni, sebuah masa tanpa kepastian. Oleh karena itu, sang sutradara sendiri nampaknya lebih senang mengakhiri fim ini dengan plot yang menggantung.

 

*Penulis adalah kontributor Suara Kita