Search
Close this search box.

[Resensi] Shelter: Tentang Pilihan Hidup

(Sumber : http://ia.media-imdb.com/images/M/MV5BMTQwMjcxMjc5MF5BMl5BanBnXkFtZTcwODAzNzc5MQ@@._V1_SX640_SY720_.jpg)
(Sumber : http://ia.media-imdb.com/)

Oleh: Wisesa Wirayuda

Suarakita.org- Bahagia adalah sebuah pilihan. Tergantung bagaimana kita mendapatkan kebahagiaan tersebut. Apakah dengan mengikuti kata hati, atau membuat orang lain bahagia terlebih dahulu. Bagi Zach (Trevor Wright), ia memilih jalan yang kedua.

Film Shelter (2007), menceritakan tentang Zach, seorang seniman yang terpaksa harus mengubur semua impian hanya untuk membantu kakak kandungnya, Jeanne (Tina Holmes). Zach harus rela hati menjaga anak laki-laki Jeanne yang sibuk berpesta dengan teman-temannya.

Disela-sela kesibukannya, Zach mencoba mengisi waktunya dengan berselancar. Paling tidak  itulah pilihannya.  Sampai pada suatu saat dia bertemu dengan Shaun (Brad Rowe) yang langsung menawan hatinya dan mengajarkan bagaimana mengontrol hidupnya sendiri. Dari sinilah Zach tertarik untuk mengisi biodata dan mengajukan beasiswa ke sekolah seni

Film dengan banyak penghargaan ini berdurasi sekitar 88 menit. Isinya padat dan terlihat seperti cerita Cinderella. Hanya saja tanpa ibu peri dan lebih realistis.

Cerita yang diangkat cukup sederhana, karena menceritakan kisah keseharian dan mungkin juga banyak orang mengalaminya. Bagaimana perasaan kita ketika ingin melakukan sesuatu hal tapi keadaan atau orang-orang di sekitar menghalanginya. Pilihannya kembali kepada kita, berani atau tidakkah kita mengambil langkah tersebut?

Pada LGBT sering berhadapan dengan situasi ini, ketika kita harus melakukan apa yang orang lain perintahkan karena merasa diri “kalah” dan “lebih rendah.”  Padahal sejatinya kitalah yang paling tahu sejauh mana kemampuan kita dan apa yang bisa kita lakukan.

Pada film ini, Zach terus-terusan melakukan apa yang diperintahkan oleh kakaknya dan mengorbankan jalan hidupnya. Termasuk perintah  Jeanne agar dia menjauhi Shaun karena seorang gay. Zach sendiri (seperti yang ditampilkan di film) adalah seorang biseksual, atau bisa juga disebut sebagai gay yang denial karena dia memaksakan diri untuk mencintai seorang perempuan.

Namun pada akhirnya Zach tetap merasa nyaman dengan Shaun dan come out  terhadap mantan pacar perempuannya. Yang mengejutkan, ternyata pacar perempuan Zach sudah mengetahui hal tersebut dan mendukung pilihan Zach. Sejak saat itu, Zach lebih berani mengambil keputusan sendiri. Termasuk memutuskan untuk mengambil kesempatan beasiswa yang ia peroleh dan tinggal bersama Shaun.

Ketika hendak berpamitan kepada Jeanne, yang juga akan pindah dengan pacar barunya, Zach melihat bahwa pacar Jeanne tidak memperlakukan Cody (anak Jeanne) dengan ramah. Itu terlihat pada kata-kata kasar pacar Jeanne yang dilontarkan kepada Cody. Saat itulah Zach meminta kepada Jeanne agar Cody tinggal bersamanya dan Shaun. Zach tidak ingin melihat Cody menderita dibawah asuhan yang kasar. Jeanne pun akhirnya menyetujui.

Film berakhir dengan adegan dimana Zach, Shaun, Cody, dan seekor anjing kecilnya sedang bermain-main di pantai sebagai sebuah keluarga yang bahagia.

Dari film ini kita bisa melihat bahwa hidup itu pilihan, bahagia juga sebuah pilihan. Sekeras apapun orang-orang berusaha menentukan jalan untukmu, tetaplah kau yang harus memilih jalanmu sendiri.

Karena jika bukan diri kita sendiri yang bisa membahagiakan, siapa lagi?

 

*Penulis adalah kontribubor Suara Kita untuk wilayah Bandung.