Search
Close this search box.

Bincang Hasil Penelitian; Representasi Identitas Diri Transgender

Suarakita.org- Mei 2015 lalu, Suara Kita mengumumkan peraih Beasiswa Penelitian Suara Kita untuk mahasiswa strata-1 (S1). Dari penilaian juri, terpilihalah tiga pemenang. Sabtu, 12 September 2015, Suara Kita mengundang Nursyafira Salmah, salah satu pemenang, untuk berbincang hasil penelitiannya.

Nursyafira Salmah atau biasa disapa Fira adalah alumni Departemen Sosiologi FISIP UI. Dulu, Fira pernah menjadi mahasiswa magang di Suara Kita selama satu bulan. Dia pun sering menghadiri acara-acara yang diselenggarakan oleh Suara Kita.

Fira mengambil tema penelitian transgender female to male (FTM, perempuan ke laki-laki). Fira menyadari bahwa penelitian mengenai transgender masih banyak didominasi transgender male to female (laki-laki ke perempuan), “Untuk transgender FTM, jarang banget, bahkan banyak dosen saya yang tidak tahu priawan itu apa”, ungkap Fira.

Saat Bincang Hasil Penelitian Sabtu lalu, Fira harus menghadapi 15 peserta yang hadir. Fira mengaku sedikit grogi untuk mempresentasikan hasil penelitiannya, “Biasanya gue yang duduk di sana”, kata Fira sambil menunjuk tempat duduk peserta.

Penelitian berjudul Representasi Identitas Diri Transgender; Studi Terhadap Representasi Identitas Priawan dan Transman ini, Fira presentasikan selama 30 menit. Fira menjelaskan bagaimana informan penelitiannya mengontruksi identitas priawan atau transman. Fira menyoroti empat lingkaran yang membentuk identitas priawan dan transmen pada informanya. Lingkaran itu adalah ; lingkaran teman sebaya, lingkaran institusi pendidikan, lingkaran institusi kerja dan lingkaran asosiasi atau komunitas tempat para informan berkumpul.

Temuan penelitian Fira, ternyata identitas transgender FTM di Indonesia tidak hanya transman atau priawan. Salah satu informan Fira yang seorang transgender FTM, mengidentifikasi dirinya sebagai trans laki-laki , “Kata informan saya, lebih nyaman menyebut diri sebagai trans laki-laki karena dari bahasa Indonesia sehingga lebih mudah dipahami”, kata Fira.

H, salah satu peserta bertanya mengenai trans laki-laki ini. Apakah trans laki-laki, bergabung dengan priawan atau transmen?

Fira menjawab tidak, “Tapi kalau kelompok priawan atau transmen mengadakan kegiatan dia hadir. Alasan dia tidak mau bergabung karena ada ketidak-cocokan definisi   mengenai transgender baik di kelompok priawan maupun transman”.

Fira secara eksplisit dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa organisasi atau komunitas yang diikuti para informan mempengaruhi kontruksi identitas transgender FTM menjadi priawan atau transman. (Teguh Iman)