Search
Close this search box.

Alan Turing, ‘The Imitation Game’ dan Pengaruhnya Terhadap Gerakan Moral Anti Diskrimansi Gay

Alan Turing (Sumber : http://www.imus.us.es/blogdim/wp-content/uploads/2014/06/alan-turing.jpg)
(Sumber : http://www.imus.us.es/blogdim/wp-content/uploads/2014/06/alan-turing.jpg)

Oleh Sukron Hadi*

Suarakita.orgTerkadang seorang tak terduga lah yang melakukan hal-hal (penting) yang tak terduga (The Imitation Game (2014)).

 

Kalimat di atas merupakan penggalan dari salah satu dialog dalam film The Imitation Game (2014). Film yang didasarkan pada kisah nyata ini menuturkan sejarah kehidupan seorang matematikawan dan analis sandi rahasia Alan Mathison Turing di Maide Vale (1912-1954) atau lebih dikenal dengan Alan Turing. Kalimat itu sedikit dapat menggambarkan sosok Turing (diperankan oleh  Benedict Cumberbatch) yang ditampilkan dalam film tersebut.

 

Film ini diadaptasi dari buku biografi  Alan Turing: The Enigma karya Andrew Hodges yang pengadaptasian ke film digarap oleh penulis skenario Graham Moore. Moore cukup behasil menyajikan nuansa drama-trailer. Film dibuka dengan setting di Manchester, Inggris tahun 1951, menampilkan adegan yang membuat penonton bertanya-tanya, siapakah Alan Turing, seorang yang nampak duduk di ruang interogasi? Apa kaitan profesor matematika misterius yang duduk di kursi pesakitan itu dengan kejadian perampokan di rumahnya? Apakah ia penghianat perang negaranya yang dipekerjakan Soviet? Kejahatan apa yang membuat ia duduk di kursi pesakitan?

 

Penonton yang dibuat bertanya-tanya sejak awal diwanti-wanti olehnya saat berbicara sebagai narator, yang menyuruh kita menyimak dengar baik-baik, dan tidak men-judge dia sebelum dia selesai menceritakan siapa sebenarnya dia. Alur pun flashback ke inti cerita, yang berlatar di Inggris tahun 1939. Di masa genderang perang Inggris dengan Nazi Jerman diserukan.

 

Pada masa itu Turing dipercaya oleh Perdana Menteri Inggris Winston Chruchil untuk menemukan dan membuat alat yang tak pernah diduga akan bisa ditemukan, yakni mesin pemecah pesan-pesan rahasia perang milik Nazi Jerman yang bersumber dari Enigma (mesin pembuat sandi milik Nazi Jerman).

 

Pesan dari mesin pesan rahasia Enigma milik Jerman ini sangat sulit untuk dipecahkan. Setiap satu pesan rahasia yang dikirimkan tentara Nazi Jerman, jika dipecahkan secara manual, harus melawati 159.000.000.000.000.000.000 kemungkinan untuk terpecahkan. Sedangkan, Jerman dalam satu hari mengirimkan tak sedikit pesan rahasia. Itu mengapa tak ada ilmuan dari Negara Sekutu lawan Jerman mampu memecahkan pesan-pesan rahasia milik Jerman. Akibatnya, perang demi perang dimenangkan oleh pasukan Nazi Jerman atas sekutu. Akibat Enigma, tak sedikit nyawa pasukan sekutu tewas di tangan tentara Nazi Jerman.

 

Alan Turing yang dipercaya untuk mengalahkan Enigma, ‘berperang’ melawan waktu untuk menemukan dan menyempurnakan mesin temuannya yang berfungsi memecahkan pesan rahasia yang bersumber dari Enigma.

 

Dengan dibantu rekan-rekannya, ia berhasil. Karyanya memiliki peran besar atas kemenangan demi kemenangan pasukan sekutu terhadap Nazi Jerman. Para sejarawan berpendapat bahwa atas jasa Turing, yang berhasil memecahkan pesan-pesan rahasia milik Nazi Jerman yang berseliweran setiap hari pada masa PD II, telah mempercepat dua tahun masa perang.

 

Selain kisah heroisme Turing, dalam film ini, kisah drama pun menghiasi kehidupan Turing yang sempat meminang rekan kerjanya Joan Clarke (Kiera Knighley) di tengah-tengah ia menggarap karyannya, yang kemudian pertunangannya diputuskan olehnya karena orientasi seksualnya. Turing seorang gay.

 

Meskipun mengungkap identitas orientasi seksual Turing, namun film yang menyabet penghargaan Oscar 2015 sebagai skenario adaptasi terbaik ini nampak tidak cukup berani menampilkan identitasnya yang gay. Ke-gay-an Turing hanya ditunjukan dengan pengakuan Turing kepada rekan kerjanya dan kepada tunangannya, yang dipertegas dengan menghadirkan flashback ke masa lalu Turing saat di sekolah menengah, saat ia memiliki kisah asmara tak sampai dengan temannya, Christopher. Selebihnya, tak ada adegan romantisme Turing dengan seorang pria.

 

Poster Film (Sumber : http://www.fico.com/en/blogs/wp-content/uploads/2015/03/Imitation-Game.jpg)
Poster Film
(Sumber : http://www.fico.com/en/blogs/wp-content/uploads/2015/03/Imitation-Game.jpg)

Sebagai pahlawan perang, matematikawan nyentrik dan seorang gay, membuat kita penonton tak cukup untuk menyimpulkan kenapa Turing di awal cerita duduk di kursi interogasi. Ternyata alasan ia didudukan di kursi pesakitan cukup tak masuk akal, bukan karena dia berkhianat kepada negaranya atau melakukan tindakan kriminal yang merugikan orang lain, atau bukan karena akan diberikan penghargaan sebagai pahlawan perang, tapi dia duduk di situ karena dia seorang gay. Ya,dia dihukum karena memiliki selera cinta dan seksual terhadap sesama laki-laki.

 

Alan Turing selain dikenal sebagai matematikawan, analis pesan rahasia, dan pahlawan perang, dia juga dikenal sebagai pioneer terciptanya mesin komputer. Karyanya, mesin turing memiliki peran besar dan menginspirasi terciptanya mesin digital atau komputer modern. Dari sini dapat kita lihat bahwa hidup Turing sangat memberikan pengaruh terhadap tatananan sejarah Eropa yang lebih baik dan memberikan sumbangsih besar terhadap kemajuan teknologi bagi dunia. Secara tragis di penghujung hidupnya, ia menjalankan hukuman tak manusiawi dengan diberikan suntik kimia penekan hormon atau dikebiri secara kimiawi. Setahun setelah diputuskan sebagai terhukum, pada usia 41 tahun, ia bunuh diri.

 

Efek Film “The Imitation Game”

Alan Turing bukan lah satu-satunya laki-laki Inggris yang dihukum karena memiliki selera cinta dan seksual terhadap sesama jenis. Pemerintahan Kerajaan Inggris pada rentang tahun 1885-1957 telah menghukum kurang lebih sekitar 49.000 laki-laki Inggris karena alasan ‘moral’, karena mereka gay. Fakta tersebut dimunculkan dalam teks narasi penutup film “The Imitation Game”. Angka 49.000 yang diungkap dalam film ini bukan lah angka yang mengada-ada. Beberapa aktivis HAM mengkonfirmasi bahwa angka tersebut benar adanya.

 

Alan Turing adalah satu-satunya dari sekitar 49.000 gay yang mendapatkan permintaan maaf secara Anumerta dari Pemerintah Kerajaan Inggris melalui Ratu Elizabeth II pada 24 Desember 2013, setelah didesak oleh warga Inggris melalui 2 kali gerakan moral. Gerakan moral itu dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan tandatangan petisi ditujukan bagi Pemerintahan Kerajaan Inggris untuk meminta maaf kepada Turing. Gerakan moral ini dilakukan pada tahun 2009 dan 2012. Ya, Turing yang sudah tiada berhasil menghimpun warga Inggris yang anti diskriminasi terhadap gay untuk melakukan gerakan moral.

 

Lalu bagaimana dengan 49.000 gay lainnya? Film “The Imitation Game” meskipun bukan film yang mengangkat tema seksualitas tokoh utamanya, namun fakta tentang angka 49.000 yang ditampilakn dalam film ini telah membuka mata dunia bahwa betapa gay dan secara umum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual (LGBT) telah mendapat perlakuan diskriminatif oleh hukum anti LGBT milik Pemerintahan Kerajaan Inggris, yang baru dicabut pada tahun 2003, dan juga membuka mata akan kemungkinan nasib jutaan LGBT yang berada di negara-negara lain yang pernah dan masih menerapkan hukum anti LGBT.

 

Selain itu, karena film ini, muncul sebuah gerakan moral anti diskriminasi terhadap gay melalui sebuah petisi yang ditujukan kepada Pemerintah Kerajaan Inggris untuk meminta maaf kepada 49.000 gay yang dihukum karena akibat kebijakan anti-gay. Petisi yang bisa dikunjungi melalui link http://chn.ge/1B3gMNr ini menerima 596.411 tanda tangan, Benedict Cumberbatch dan Kiera Knighley aktor dan aktris utama dalam film ini turut menandatangani petisi. Angka 596.411 tersebut merupakan angka setelah penulis memberikan tanda tangan. Jumlah penandatangan petisi akan terus bertambah seiring waktu.

 

Meski film ini memiliki pengaruh terhadap gerakan moral anti diskriminasi terhadap gay, namun kengerian demi kengerian, seperti tidak bisa ereksi, tumbuh payudara, mendapat hukuman moral oleh masyarakat, dicabut hak-haknya sebagai warganegara, dan lainya yang didapatkan Turing akibat dihukum dan dikebiri secara kimiawi karena dia seorang gay, tidak ditampilkan dalam film The Imitation Game.

 

Ini mengapa penulis buku biografi Alan Turing: The Enigma, Andrew Hodges, yang karyanya diadaptasi dalam film ini, cukup kecewa, karena dampaknya, pesan dan kampanye anti diskriminasi terhadap gay tidak tertangkap dalam film ini. Padahal Alan Turing bukan hanya seorang pahlawan perang, matematikawan, ahli pemecah sandi rahasia, profesor jenius, penemu dasar-dasar terciptanya mesin digital komputer, tapi juga Turing adalah seorang tokoh yang menginginkan persamaan hak sebagai warganegara bagi para gay.

 

Referensi:

Change.org (http://chn.ge/1B3gMNr diakses 11 Maret 2015)

Cnn.com (http://edition.cnn.com/2015/02/12/opinion/imitation-game-gay-opinion/ diakses 11 Maret 2015)

Imdb.com (http://www.imdb.com/title/tt2084970/ diakses 11 Maret 2015)

Lgbt.co.uk (http://www.lgbt.co.uk/articles/alan-turing-a-forgotten-hero.htm diakses 11 Maret 2015)

Theguardian.com (http://www.theguardian.com/commentisfree/2014/sep/17/imitation-game-alan-turing-sexuality-biopic diakses 11 Maret 2015

 

Penulis merupakan penikmat film dan peneliti di Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF)