[Puisi] Nika: Atas Nama Kebebasan

Oleh: Herlangga Juniarko* Setelah menunggu ribuan episode Cerita-cerita yang telantar Akhirnya, kita bertemu Seperti aksara-aksara yang menyusun kata DAM! DAM! DAM! Di dada kita Kata akan bebas Berdetak menjadi genderang Dalam jantung Dalam vena, aorta Atau apa pun Yang mengalir dalam raga Kita pernah melihat bocah-bocah Bahagia Tertawa Berlarian dikerumuni hujan Kemudian basah […]
[Puisi] Yang Porno di Eden

Oleh: Herlangga Juniarko* Pakaian itu, nanti akan Kau ambil juga, kan? ‘Ya! titipan itu hanya sementara Dan tak akan pantas lagi hinggap di taman-Ku’ Maka akan kulepas juga pakaian ini di taman itu Ketika air mancur sudah memayungi waktu Lalu, apa yang Kau pakai di sana? ‘Aku tak memakai pakaian darimu Juga tak sedikit pun […]
[Puisi] Deritaku, Ibuku

Oleh: Wisesa Wirayuda* Meramu pilu, jaga aku Cacah luka, terbuka-buka Menyakitiku, mengubahku Terbang, sayap melapang Menangis, mengais Berseteru, berseru Gelisah, amarah Menunduk, memupuk Membuang, mengukur uang Menepis, harmonis Luka biru, maafkan aku Gelagapan, lemparkan Melaju, maju Tersesat lamunan, mengantarkan Mengakhiri, mengawali Deritaku, surgaku Aku, ibuku *Penulis pernah terlibat di beberapa buku […]
Kemarin Aku Melihat Banci

Puisi karya Pendeta Johan
[Puisi] Mengapa Aku?

Mengapa Aku?
[Puisi] Kaldera

Kaldera Sepi, berdiri tegap pada gelombang rindu seorang pemuda. Aku laki- laki, siapakah engkau bergemuruh deburkan asa. Aku bagai pasir, menunggu tubuh diterjang ombak. Tidak ada waktu untuk berlari, untuk berteriak, engkau terisak. Aku dan engkau adalah satu. Menanti, berbaring menatap. Tapi tatapan ini tak memiliki isi hanya langit kelabu dan buih-buih dari rindu. Aku […]
[Puisi] Apa Yang Salah Dengan Cinta Kami ?

SuaraKita.org – Puisi ini dipersembahkan untuk dua teman yang mengalami pencambukan di Aceh tanggal 23 Mei 2017. Tetap Tegar Teman…
[Puisi] Empat Puluh Lima Hari & Perihal Jakarta dan Senoktah Diorama
EMPAT PULUH LIMA HARI hujan pertama yang jatuh di punggungmu ialah riwis yang ceriwis. lalu smartphone kita bersigenggam. dan dunia njelma percakapan yang akukau terkutuk didalamnya. lagi dan lagi. candu dan candu lagi. sampai kemudian kita pada rumah. dimana bara dan nyala tertera di dinding dindingnya. kau menjelma tuan rumah. aku merupa puan rumah. aih. […]


