Search
Close this search box.

IST : net
IST : net

Ourvoice.or.id. Setiap 1 Desember dunia memperingati hari AIDS sedunia, hari dimana masyarakat dunia harus membuka mata selebar mungkin akan bahaya AIDS yang diawali dari virus HIV.

Hari, ketika semua masyarakat dunia harus menyadari bahwa HIV AIDS salah satu penyakit yang diawali dari ketidak sadaran akan aktivitas dan rutinitas yang dilakukan bisa berujung pada kematian. Dan peringatan yang memberi penyadaran bahwa saat ini sudah diseluruh bagian Negara di dunia ini tersebar virus HIV AIDS.

Penanggulangan HIV AIDS (selanjutnya HIVA) penulis ibaratkan seperti burung dalam sangkar. Apapun jenis burungnya, ketika telah masuk dalam sebuah sangkar dari yang kecil hingga yang sebesar-besarnya tetap saja kelihatan terikat kebebasannya. Pada awalnya burung yang terbiasa bebas dan seketika dimasukkan ke dalam sangkar akan sibuk untuk berusaha bagaimana bisa keluar dari sangkar tersebut, hingga lama kelamaan si burung akan terbiasa dengan keadaan itu.

Begitu juga upaya penanggulangan HIVA yang masih terkesan tidak maksimal. Pada awalnya bangsa Indonesia yang terkenal dengan budaya ke-timurannya merasa tabu manakala ada masyarakat yang terkena penyakit disebabkan sex bebas, narkoba dan semacamnya. Upaya penanggulangannya pun pada awalnya terkesan tersembunyi, sebab akan menjadi aib manakala ketahuan bahwa ada seorang yang terkena penyakit mematikan disebabkan hal diatas. Namun, saat ini pergeseran budaya telah memberikan ruang yang bebas bagi pengidap penyakit HIVA dengan tidak perlu ” malu ” atas penyakit yang dideritanya.

Hal ini tentunya memberikan dua kesan yang berbeda. Pertama, ada faktor kepedulian yang maksimal untuk mencari solusi dan penanggulangan bagi siapa saja yang terserang penyakit HIVA tersebut. Yang kedua ada kesan memberikan kebebasan ” ke-legowo-an ” dan dianggap biasa manakala ada orang yang terkena penyakit HIVA dengan beragam faktor dan penyebab. Hal ini mengindikasikan pergesaran nilai kepatutan yang sudah jauh dari budaya ” ketimuran ” bangsa Indonesia.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan DR. Umar Zein ( Kadis Kesehatan Kota Medan ), bahwa ” adalah mitos jika dianggap penyebaran virus HIV AIDS itu berawal dari meningkatnya turis asing berwisata ke Indonesia.

Oleh karenanya, penanggulangan HIVA di Indonesia ibarat ” burung dalam sangkar ” yang sudah merasa ” terbiasa ” dengan virus dan penyakit tersebut. Tidak lagi merasa tabu dan malu.

Menatap HIVA Lebih Dekat

HIV AIDS adalah dua istilah yang seolah olah menjadi satu kesatuan dalam pemahamannya. Manakala seseorang terkena virus HIV maka, tidak sedikit anggapan masyarakat bahwa orang tersebut sudah terkena penyakit AIDS.

HIV adalah singkatan dari Human Immuno deficiency Virus. Yang secara kebahasaan bisa diartikan dengan ” seseorang yang kekurangan kekebalan tubuh akibat virus/ kuman. HIV adalah virus yang bisa menyebabkan seseorang terserang penyakit AIDS sebab semakin berkurangnya kekebalan tubuh karena hilangnya sel darah putih. Oleh karenanya, orang yang positif mengidap HIV tidak serta merta berpenyakit AIDS, karena akan ada proses lanjutan yang memastikan seseorang itu mengidap AIDS atau tidak.

Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, ” Kumpulan penyakit yang didapat sebab hilangnya kekebalan tubuh” maka, seseorang yang sudah terkena virus HIV sudah semakin dekat dengan pintu AIDS manakala tidak ada penanggulangan secara dini dan berkesinambungan. HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV menyerang system kekebalan tubuh manusia ( sel darah putih ), sehingga orang yang telah terinfeksi HIV mudah diserang berbagai penyakit yang tentunya dapat mengancam hidup.

Seseorang terserang virus HIVA bisa tertular dari jarum suntik yang dipakai bergantian, bisa juga tertular melalui hubungan seks bebas tanpa alat ” pengaman”. Dan melalui ibu yang menyusui anaknya yang sudah mengidap virus HIVA . Proses perjalalan penyakit ini memang memakan waktu yang lama. Setidaknya ada tiga tahapan seseorang sampai pada penyakit AIDS.

Oleh karenanya, proses yang panjang inilah yang menyebabkan seseorang bisa lalai dari penyakit yang sebenarnya telah menggerogoti tubuhnya. Sebab menurut Dr. Umar Zein, tidak menjadi sebuah tanda yang pasti seseorang tidak mengidap virus HIVA ketika ia sehat dan jarang diserang penyakit.

Bahwa fakta yang ada membuktikan banyak dari orang yang kelihatannya sehat justru mengidap penyakit HIVA. Oleh karenanya, dalam memperingati hari AIDS sedunia ini salah satu program pemerintah adalah menghimbau kepada seluruh masyarakat agar bersegera memeriksakan dirinya untuk memastikan diri terhindar dari virus yang mematikan tersebut.

HIVA tidak menular melalui interaksi terhadap orang yang terkena HIV, tidak menular melalui gigitan nyamuk dan serangga, tidak terserang melalui bersin, batuk, berbagi makanan dan satu tempat makan dan minum, serta hal hal lainnya yang tidak berkaitan dengan hubungan intim (sex bebas), penggunaan jarum suntik secara bergantian, serta interaksi internal antara ibu dan anak ketika menyusui. Oleh karenanya tidak ada alasan untuk mencurigai, bahkan menjauhi orang lain yang disangka mengidap HIVA

Indikasi yang bisa dijadikan sebagai tanda tanda seseorang mengidap virus dan penyakit HIVA yang dikeluarkan panitia hari AIDS sedunia Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 bisa dilihat sebagai berikut (lihat tabel) Oleh karenanya, tanda dan gejala gejala seperti ini perlu menjadi perhatian bersama, sebab kelalaian dalam penanggulangan virus HIV akan berujung pada penyakit AIDS yang sampai saat ini belum ada obatnya. Langkah bijak menuju aman dalam menyikapi virus ini adalah dengan upaya pemeriksaan diri sedini mungkin, agar virus ini tidak menular kekeluarga, teman dekat, istri dan anak.

HIVA dan Perlindungan ODHA

Masalah baru pun muncul ketika masyarakat banyak meributkan tentang penyakit dan gejala HIVA, maka seiring itu pula masalah hak asasi ODHA (orang dengan HIV AIDS) dipertanyakan. Sebab tidak jarang ada perlakuan diskriminatif, tidak layak, bahkan dijauhi dan diusir oleh keluarga dan masyarakat yang didapat seorang ODHA. Hal ini terkait dengan data dan fakta yang dikeluarkan oleh sebuah LSM Medan Plus yang berkonsentrasi di bidanfg HIV AIDS serta perlindungan ODHA di kota Medan.

Setidaknya ada dua beban yang secara berkesinambungan muncul manakala seseorang divonis terserang virus HIVA. Yaitu munculnya stigma-stigma dalam hidupnya. Stigma dalam artian ” perasaan yang muncul tentang bagaimana orang memandang dirinya. Pertama stigma internal (self stigma) , seseorang yang baru mengetahui bahwa dirinya positif terserang penyakit HIVA akan merasa depresi, putus asa, mengurung diri, tidak terbuka dan merasa dirinya sudah tidak dapat tertolong lagi. Stigma internal inilah yang mengawali seseorang memperbanyak dan menambah penyakit dalam dirinya. Dan kebiasaan yang terjadi, sangat sulit seseorang untuk keluar dari self stigma ini, manakala tidak ada orang yang mengetahui masalahnya.

Selanjutnya adalah stigma eksternal, berupa perlakuan diskriminasi dan intervensi dari orang lain terhadap penyakit yang dideritanya. Perlakuan orang lain yang mengkucilkan ODHA, perlakuan keluarga dan orang orang terdekat yang mungkin tidak/ belum bisa menerima keadaan anaknya yang terserang penyakit HIVA, dijauhi masyarakat karena menganggap penyakit yang dideritanya menular dan sederetan perlakuan diskriminatif yang bisa muncul.

Yang menjadi masalah adalah, manakala pemerintah juga ikut serta berlaku diskriminatif terhadap ODHA. Hal ini terkadang bisa muncul ketika seorang ODHA dirawat intensif di rumah sakit, perlakuan dan pelayan yang tidak sepenuhnya. Ada juga fakta yang terkuak melalui LSM Medan Plus yang menyatakan bahwa ada seorang ODHA yang lulus PNS dibatalkan kelulusannya manakala diketahui bahwa orang tersebut positif terserang HIV. Serta sederetan kasus lainnya yang bisa saja terjadi di sekitar kita.

Merujuk pada UU no 39 tahun 1999 tentang HAM, disana secara jelas disebutkan bahwa ada kebebasan dasar manusia yang harus dipenuhi, diantaranya hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, memperoleh keadilan, dan hak memperoleh kebebasan pribadi. Selanjutnnya ada juga diatur tentang kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dalam Bab V. secara umum dijelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU tersebut. Artinya. Pemerintah juga turut serta memberi perlindungan, perlakuan yang baik dan rasa aman terhadap ODHA.

Mencari Solusi Mencegah HIVA.

Beberapa kritikan muncul disebuah seminar tentang HIV AIDS yang diselenggarakan oleh Pemprovsu dan KPA. Antara lain ; ada slogan yang menyatakan ” HIVA dapat menular melalui ; hubungan seks berganti-ganti tanpa kondom. Dan pemakaian narkoba suntik.”. secara filosofis, pernyataan tersebut memberi banyak indikasi dan pemaknaan. Diantaranya: 1. (boleh berhubungan seks berganti-ganti jika memakai kondom (bukankah semua agama melarang berhubungan seks tanpa ikatan yang sah) 2. boleh memakai narkoba jika tidak memakai jarum suntik. (bukankah semua agama juga melarang menggunakan barang barang yang menghilangkan kesehatan akal)

Kritikan inilah yang harus menjadi titik awal untuk mencari solusi cerdas demi melenyapkan HIVA ini, ungkapan “mencegah” dalam mengatasi HIVA ini terkesan defensive. Hanya mencari tahu siapa yang sudah terkena penyakit HIVA dan lantas mencari pencegahannya baik upaya penyembuhan dan upaya pencegahan penularan. Kesan yang muncul juga seakan akan memberi ” solusi ” bagi siapapun yang terbiasa berhubungan seks bebas dan pengguna narkoba (user drugs) tentang bagaimana berbuat hal-hal tersebut tanpa beresiko.***

Sumber : www.analisadaily.com
Penulis : Oleh: M. Syukri Albani Nst, SH.I, MA (Penulis adalah Mhs S3 PPs IAIN SU)