Search
Close this search box.

[Liputan] Caleg DPRD Jawa Timur, Anindya Shabrina: Harus Ada Kebijakan Melindungi Minoritas Gender dan Seksual di Indonesia

 

Oleh: Fajar Zakri*

SuaraKita.org – Semakin mendekati Pemilu 2024, hingar-bingar pemberitaan di media terus berkutat pada tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun bagaimana dengan para calon wakil masyarakat di tingkat daerah? Terlebih mengingat jurnalis senior Luviana Ariyanti telah mengatakan bahwa tak kalah pentingnya mengawal proses pilkada seperti halnya pemilu.

Kabar baiknya, Anindya Shabrina, calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur dari Partai Buruh, adalah salah satu caleg yang terbuka memperjuangkan hak kelompok minoritas, tak terkecuali minoritas gender dan seksual. Perempuan yang berdomisili di Surabaya ini memang sudah cukup lama berkecimpung dalam berbagai aktivisme keadilan sosial, dengan fokus utama pada isu feminisme dan kesetaraan gender. 

Simak perbincangan Suara Kita dengan Anindya tentang visi-misinya sebagai caleg DPRD Jawa Timur, korelasi antara isu buruh dan minoritas gender dan seksual berikut ini.

Suara Kita (SK): Sekian lama berkecimpung dalam dunia aktivisme, apa yang akhirnya memantapkan langkah Anindya untuk terjun ke ranah politik sampai menjadi caleg? Dan mengapa Partai Buruh?

Anindya Shabrina (AS): Jujur, awalnya aku tidak punya keinginan untuk mencalonkan diri, terlebih aku belum begitu lama menjadi anggota Partai Buruh. Namun banyak yang mendukungku, sehingga akhirnya aku berani mencalonkan diri. 

Mengapa Partai Buruh? Karena sejak era Orde Baru aku belum melihat ada partai yang punya ideologi berbeda, kecuali Partai Rakyat Demokratik (PRD), yang gagal menempuh jalur parlemen hingga akhirnya bubar. Maka dari itu, ketika melihat Partai Buruh bisa berdiri lagi di Indonesia, aku sangat tertarik untuk bisa berkontribusi. 

Aku rasa ini kesempatan yang baik untuk mempertarungkan gagasan-gagasan progresif di tingkat parlemen. Aku yakin Partai Buruh, sebagai partai center-left pertama yang lolos sebagai peserta pemilu, bisa memfasilitasi tujuan besar ini, terlebih Partai Buruh juga memberikan ruang yang cukup besar bagi anak muda untuk terlibat aktif di dalamnya. 

SK: Dari beberapa kisah yang pernah diangkat oleh Suara Kita, diskriminasi di lingkungan kerja masih lazim bagi kawan-kawan ragam gender dan seksual, terutama transpuan dan transman. Berangkat dari fakta lapangan ini, bagaimana isu buruh dan keragaman orientasi seksual dan identitas gender saling bertautan dan dapat mendukung/menguatkan satu sama lain? 

AS: Aku meyakini bahwa isu buruh dan keragaman orientasi seksual serta identitas gender saling terkait erat. Diskriminasi terhadap minoritas gender dan seksual, terutama transpuan dan transman, merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Aku akan mendukung dan mendorong hadirnya undang-undang dan kebijakan yang melindungi hak-hak minoritas gender dan seksual di lingkungan kerja sekaligus menciptakan tempat kerja yang inklusif dan memastikan kesetaraan bagi semua pekerja tanpa memandang orientasi seksual atau identitas gender. Dengan mendukung keragaman, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

SK: Selain isu buruh dan perlindungan bagi kelompok minoritas, isu-isu apa saja yang menjadi fokus utama?
AS: Visi utamaku sebagai calon anggota legislatif dari Partai Buruh adalah mewujudkan representasi yang lebih baik bagi kelompok marginal di parlemen untuk mengaktualisasikan aspirasi mereka.

Secara spesifik, fokus utamaku meliputi tujuh isu: Buruh (lewat kenaikan upah dan kebebasan berserikat),  Pendidikan (lewat kenaikan anggaran APBD untuk sektor pendidikan serta program wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk para pelajar dari keluarga tidak mampu), Kesehatan (lewat proses pelayanan BPJS Kesehatan yang lebih mudah dan singkat), Perempuan, Anak dan Kelompok Minoritas (lewat pembentukan rumah aman dan pusat krisis serta dukungan perlindungan hukum dan finansial), Tata Kota (lewat pembangunan pemukiman yang terjangkau, ruang hijau publik dan koperasi rumah susun), Pasar Tradisional (lewat perlindungan terhadap keberadaan pasar tradisional dan kemudahan akses kredit bagi para pelaku usaha di dalamnya) dan Kesejahteraan Hewan (lewat program sterilisasi dan vaksinasi serta pembangunan shelter bagi hewan terlantar).

Dengan berfokus pada kebijakan yang progresif dan konstruktif seperti ini, aku berharap dapat memberikan solusi yang nyata dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Surabaya dan Jawa Timur secara keseluruhan.

SK: Terkait penyelenggaraan pemilu, bagaimana agar kontestasi dan penyelenggaraan pemilu bisa bersifat lebih inklusif, terutama bagi kelompok ragam gender dan seksual?
AS: Aku mendukung upaya untuk membuat kontestasi dan penyelenggaraan pemilu lebih inklusif bagi kawan-kawan ragam gender dan seksual. Tentunya, ini memerlukan penyusunan regulasi yang memastikan perlindungan terhadap hak-hak mereka, seperti hak memilih dan dipilih tanpa diskriminasi. Aku akan berjuang untuk penyelenggaraan pemilu yang memberikan ruang bagi partisipasi aktif semua warga negara tanpa memandang orientasi seksual atau identitas gender serta kampanye yang menekankan nilai-nilai inklusivitas dan kesetaraan.

Di samping itu, negara juga perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi hak-hak kelompok minoritas gender dan seksual di Indonesia dan mencegah eksploitasi di media yang sarat bias terhadap mereka, terutama selama tahun pemilu, misalnya lewat penyusunan kebijakan yang inklusif serta memastikan adanya perlindungan hukum, pelibatan aktif dan sistem pelaporan tindakan diskriminatif.

SK: Terakhir, upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan oleh kelompok minoritas gender dan seksual di Indonesia agar bisa lebih turut serta dalam kegiatan berwarganegara, terutama terkait keterlibatan sosial dan politik?
AS: Seharusnya ada upaya pendidikan dan peningkatan kesadaran, khususnya di lembaga pendidikan. Namun sepertinya ini masih sulit untuk ditempuh, mengingat masyarakat Indonesia masih memandang ragam gender dan seksual sebagai penyimpangan. Menurutku, yang paling realistis untuk dilakukan adalah adanya kebijakan yang melindungi kelompok ragam gender dan seksual Indonesia dari segala macam tindakan diskriminatif, baik di lapangan kerja maupun di ranah politik.

 

*Penulis adalah penerjemah dan pekerja kreatif yang berbasis di Jakarta. Fokus aktivismenya turut meliputi pergerakan hak hewan dan lingkungan, terutama kedaulatan tanah dan pangan, sebagai bagian dari kredo anti opresi yang konsisten.