Search
Close this search box.

Memahami SOGIESC Sama Dengan Menciptakan Lingkungan Yang Aman Untuk Semua Orang

 

SuaraKita.org – Individu LGBTIQ di Indonesia mengalami berbagai macam diskriminasi di setiap proses mencari pekerjaan. Dimulai dari tidak sesuainya identitas gender dengan identitas diri di KTP, bullying karena terlihat maskulin atau feminin, dan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan promosi jabatan karena orientasi seksual. Pengalaman-pengalaman ini adalah temuan dari riset yang dilakukan oleh SuaraKita di tahun 2018 saat mencari tahu kondisi kelompok LGBTIQ di Indonesia. Sampai saat ini, kita masih sering mendengar berbagai diskriminasi yang menyulitkan individu LGBTIQ dalam mencari pekerjaan maupun mempertahankan pekerjaan saat ini. Menurut SuaraKita, situasi ini terjadi karena banyak masyarakat belum memahami tentang realita keberagaman gender dan seksualitas di Indonesia.

Kami pikir mempelajari keragaman gender dan seksualitas belum dimasukan dalam kurikulum pendidikan, maupun materi-materi pelatihan kerja. Banyak orang menganggap mempelajari hal ini sama dengan membela kelompok LGBTIQ dan membenarkan perilaku seks bebas. Ketidaktahuan akan realita justru melanggengkan perilaku diskriminatif terhadap kelompok LGBTIQ . 

SuaraKita mengajak perusahaan-perusahaan maupun institusi untuk bersama-sama memahami konsep SOGIESC dan mendiskusikan bagaimana caranya membangun bisnis yang inklusif terhadap keragaman gender dan seksualitas. Di kegiatan ini, SuaraKita memastikan bahwa ruang diskusi adalah ruang aman bagi setiap peserta untuk membagikan pemikiran maupun pengalamannya.

Setiap peserta nampak antusias untuk bertanya dan berdiskusi secara terbuka tentang pengetahuan baru yang mereka terima dan membedah stigma-stigma terhadap komunitas LGBTIQ. Beberapa hal menarik menjadi topik diskusi seperti apakah setiap Tranpuan memiliki kecenderungan untuk bersifat posesif terhadap pasangannya dan pengalaman pengacara membela kliennya berhadapan dengan aparat penegak hukum yang tidak memahami konsep SOGIESC.

Seluruh diskusi berjalan dengan baik dan seluruh hal yang selama ini tidak dapat dibicarakan oleh peserta dapat dibahas bersama-sama. Para peserta belajar bahwa pertanyaan yang ditanyakan dengan niat yang baik tidak akan menyinggung siapapun. Ruang diskusi pun menjadi ajang untuk peserta mengenal dan berinteraksi dengan teman-teman LGBTIQ secara langsung. Di tengah-tengah diskusi bersama salah satu perusahaan, ada seorang peserta yang mengenalkan dirinya sebagai seorang lesbian di tengah-tengah kolega kerjanya. Ia mengaku merasa nyaman dengan koleganya yang ternyata tidak memiliki stigma terhadap kelompok LGBTIQ. Peserta ini juga mengaku lega setelah mendengar komitmen dari pihak manajemen perusahaan bahwa kebijakan perusahaan akan menjunjung tinggi keberagaman dan menjadi tempat aman dan nyaman bagi setiap karyawannya.

Perusahaan-perusahaan lainnya menyatakan mereka akan menerapkan kebijakan serupa diawali dengan tidak mendiskriminasi pelamar kerja yang berasal dari komunitas LGBTIQ. Perusahaan media seperti Mojok dan Project Multatuli bahkan berkomitmen untuk mendukung para penulis untuk lebih banyak menuliskan artikel dengan tema LGBTIQ untuk memperkaya narasi dari komunitas yang diharapkan memberikan pemahaman lain untuk pembaca setia mereka.

Dari kegiatan ini, SuaraKita menyimpulkan bahwa diperlukan pikiran terbuka dan ruang yang aman untuk saling memahami satu sama lain dan menerima adanya keberagaman di masyarakat. Advokasi tidak berhenti sampai di sini. SuaraKita mendapat tawaran dari De Moksha, perusahaan hotel di Bali untuk bersama-sama mempelajari SOGIESC bersama dengan Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia. Kami berharap dapat terus-menerus belajar bersama, berbagi ilmu dan mengajak banyak pilihan untuk menghilangkan stigma dan perilaku diskriminatif terhadap kelompok LGBTIQ di Indonesia. (R.A.W/IGK)