Teater Manekin: Kritik Industri Kecantikan dari Transpuan Jakarta Barat

Oleh: Labora, Jaqline, dan Samuel.*

SuaraKita.org – Jakarta Barat menjadi saksi hadirnya sebuah ruang seni yang memadukan ekspresi, perjuangan, dan solidaritas: Teater Manekin. Didirikan pada tahun 2012 oleh Mama Atha dan Madam Devi, komunitas teater ini menjadi tempat aman bagi para transpuan untuk berkarya, berteater, dan menyuarakan identitas mereka di tengah stigma sosial yang masih kuat.

Para Mahasiswa program Social Immersion saat berbincang bersama Mama Atha

Nama “Manekin” dipilih dengan filosofi yang mendalam. Menurut pendirinya, manekin adalah simbol keindahan yang tidak bisa dimiliki seutuhnya. Begitu pula dengan para transpuan yang tampil memukau di atas panggung namun tetap berjuang untuk pengakuan hak dan martabat.

“Manekin adalah boneka pajangan. Dipakaikan baju apapun akan tetap terlihat indah. Tapi manekin tak bisa dimiliki seutuhnya. Sama seperti waria, yang bisa tampil luar biasa dalam peran dan kostum apapun.” begitu kata Mama Atha.

Meskipun menghadapi tantangan berat, seperti diskriminasi dan keterbatasan ekonomi, Teater Manekin tetap bertahan. Semua produksi dijalankan secara kolektif dan swadaya. Tidak ada gaji, tetapi ikatan persaudaraan dan semangat untuk berkarya menjadi bahan bakar utama komunitas ini. Pementasan mereka menggabungkan elemen drama dan tari, merepresentasikan keberagaman seni dan ekspresi diri.

Madam Devi berperan sebagai Bernadet.

Pada tanggal 13 Juli 2025, Teater Manekin menggelar paraditse di Ikatan Drama Jakarta Barat (Indraja) untuk pertunjukan bertajuk Ruang Rias. Pertunjukan ini mengangkat isu kontemporer tentang iklan skincare yang menyesatkan dan tekanan sosial terhadap penampilan. Lewat pendekatan artistik, mereka menyampaikan kritik sosial yang tajam namun menyentuh.

Cerita ini dikontekskan dengan masa kini, di mana skincare sudah menjadi kebutuhan bagi setiap orang, tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki. Berbagai iklan-iklan skincare yang overclaim dan menjualnya dengan berbagai harga yang menarik pembeli. Namun, kualitasnya belum tentu bagus dan sesuai dengan iklan yang mereka tampilkan kepada publik. Beberapa skincare bahkan merusak kulit konsumen karena mengandung berbagai zat berbahaya.

Donnita berperan sebagai Pandan.

Kini, dengan dukungan dari komunitas seperti Indraja, Teater Manekin terus melangkah. Mereka bukan sekadar kelompok seni, tetapi juga simbol perlawanan dan pemberdayaan. Di atas panggung, para transpuan Teater Manekin membuktikan bahwa seni adalah milik semua orang yang berani menjadi diri sendiri. Teater Manekin terus melangkah maju, perlahan tapi pasti. Dengan semangat dari Mama Atha dan Madam Devi, komunitas ini terus berlatih dan tampil. Mereka tak hanya membentuk pemain teater, tapi juga keluarga—tempat para transpuan pelaku seni saling mendukung, bertumbuh, dan bermimpi.

 

*para penulis adalah mahasiswa Program Social Immersion 2025 di Suara Kita.