Search
Close this search box.
Alison van Uytvanck dan Greet Minnen.

SuaraKita.org – Dewasa ini, dalam ranah olahraga, perempuan masih menghadapi stigma dan penindasan. Satu alasan yang selalu digunakan sebagai latar belakang dari stigma adalah perempuan yang aktif dalam bidang olahraga tertentu selalu dicap sebagai seorang lesbian. Mungkin sebagian dari kita berpikir tidak ada yang salah dengan perempuan yang menendang bola sepak, mengayunkan tongkat kasti atau menggunakan anak panah. Tetapi kenyataannya, tidak sedikit dari kita yang masih terjebak dalam paham patriarki yang membelenggu.

Belakangan ini, para atlet perempuan yang menyatakan dirinya sebagai queer telah dengan bangga menunjukkan identitas mereka. Minggu lalu, pemain ganda putri tenis asal Belgia, Alison van Uytvanck dan Greet Minnen telah menjadi pasangan lesbian pertama yang bertanding di Wimbledon, dan meminta dukungan dari pasangan sesama jenis lainnya di bidang olahraga, karena dukungan ini dapat membantu atlet lelaki untuk coming out.

Megan Rapinoe di Piala Dunia Perempuan 2019.

Ada pula Megan Rapinoe, yang saat ini sedang naik daun sebagai “bintang” tim sepak bola perempuan Amerika Serikat. Ia mencetak 2 gol ketika melawan tuan rumah Perancis dalam Piala Dunia Perempuan 2019. Kemudian, ia berhasil mencetak salah satu gol kemenangan ketika timnas perempuan Amerika Serikat bertemu dengan timnas perempuan Belanda. Alhasil, Amerika Serikat pun menjuarai Piala Dunia Perempuan 2019.

Tentu saja, sejak dulu sudah ada atlet perempuan queer (karena sejak dulu juga sudah ada perempuan queer). Perbedaannya adalah, dulu mereka berani melakukan coming out ketika karir mereka di dunia olahraga sudah mau selesai atau bahkan sudah selesai alias pensiun. Hal ini mereka lakukan karena berbagai alasan, dari takut kehilangan sponsor sampai keamanan mereka sendiri. Billie Jean-King, salah satu legenda pemain tenis legendaris, kehilangan semua sponsor nya dalam waktu 24 jam setelah coming out.

Kemudian pada tahun 2006, Amelie Mauresmo juga melakukan coming out di puncak kejayaannya, di tahun di mana ia memenangkan 2 gelar Grand Slam dan berada pada posisi 1 di antara seluruh pemain tenis perempuan di seluruh dunia. Petenis asal Perancis ini mengaku tidak pernah menyesal sama sekali dengan keputusannya, walaupun dipanggil “setengah lelaki” oleh Martina Hingis, salah seorang pemain tenis profesional lainnya.

Julia Lemigova dan Martina Navratilova (kanan).

Sejak saat itu, telah terjadi perkembangan pesat bagi perempuan lesbian yang berkecimpung di dunia olahraga secara profesional. Pelatih Manchester United Perempuan, Casey Stoney, melakukan coming out pada tahun 2014 ketika masih bermain untuk timnas putri Inggris. Selain itu, di tahun 2016, Martina Navratilova, mantan pemain tenis profesional, melamar pasangannya di depan umum saat US Open.

Memang, masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai, bahkan di bidang olahraga lelaki. Namun, tentu saja banyak hal yang telah berubah. Minat untuk bergabung dalam perubahan? (K.O)

 

 

Sumber:

the guardian