Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Pakar hak asasi manusia internasional merilis sebuah suplemen untuk Prinsip-prinsip Yogyakarta yang inovatif, panduan universal untuk hak asasi manusia yang terkait dengan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender dan karakteristik seks yang berlaku untuk semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Prinsip  Yogyakarta awalnya disusun oleh para ahli hak asasi manusia pada tahun 2006 di Yogyakarta, Indonesia, sebagai tanggapan atas pelanggaran hak asasi manusia yang terdokumentasi mengenai individu LGBT di seluruh dunia. Prinsip tersebut telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa dan telah dikutip oleh hakim, legislator dan pejabat pemerintah di seluruh dunia serta PBB.

Prinsip Yogyakarta Plus 10 (YP + 10) mencakup sembilan prinsip baru dan 112 kewajiban negara tambahan yang membahas perkembangan hukum hak asasi manusia internasional dan perubahan dalam masyarakat mengenai isu orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender dan karakteristik seks (SOGIESC).

“Dokumen yang dikeluarkan ini bertujuan untuk menjadi salah satu elemen penting dalam pengembangan hak LGBT secara global,” kata Andrew Park, Direktur Program Internasional Williams Institute, yang bertugas sebagai sekretariat YP + 10.

Prinsip tambahan untuk pengakuan dan kewajiban di YP + 10 meliputi:

 

“Prinsip Yogyakarta bukan tentang aspirasi,” kata Andrew Park. “Mereka merinci dengan tepat apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mematuhi standar internasional saat ini berdasarkan perjanjian hak asasi manusia saat ini. Ketika negara-negara muncul sebelum PBB  mencatat catatan hak asasi manusia mereka, mereka ditanya apakah mereka mematuhi Prinsip Yogyakarta. ” (R.A.W)

Prinsip Yogyakarta Plus 10 dpat diunduh pada tautan berikut:

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2017/12/YP10.pdf”]

Sumber:

williamsinstitute