Oleh: Kartika Sihombing*
SuaraKita.org – Apakah anda pernah bertemu Transgender sebelumnya? Sudah, belum?. Apa yang ada di pikiran anda jika anda mendengar kata Trangender? Takut, Tidak Tahu atau bakan tidak mengeti tentang apa itu transgender? Tenang, saya juga sempat mengalami hal-hal seperti itu, apalagi dengan adanya stigma stigma yang bermunculan di lingkungan saya, dimana Transgender atau hal-hal yang behubungan dengan expresi gender selain yan dikenal masyrakat adalah hal-hal yang bersifat tabu ataupun berkonotasi negative. Tapi tahukah anda, bahwa semua yang kita dapatkat dilngkungan kita belum seratus persen benar? Saya mendapatkan hal-hal yang baru ketika saya pertama kali berinteraksi dan bersosialisasi dengan kelompok transgender.
Pertemuan saya dengan komunitas Waria terjadi 3 kali saat saya kuliah di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Pertemuan pertama adalah dengan organisasi KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta) di Tahun 2011, membahas tentang Apa arti perdamaian menurut KEBAYA sebagai suatu komunitas. Di Tahun 2014 saya juga berkesempatan untuk bertemu dengan IWAYO (Ikatan Waria Yogyakarta) di diskusi mata kuliah Gender and Politics, kemudian di Tahun 2015 saya bertemu lagi dengan KEBAYA dalam membantu penlitian skripsi. teman saya Fitri Ompussungu, teman saya di universitas negeri tersebut
Lalu apa saja sih yang saya temukan di tiga kali pertemuan dengan komunitas transgender tersebut?. Yang Pertama menurut saya Waria atau kaum transgender yang ada sering dibentuk di media massa sangat berbeda dengan yang ada di realita. Ya, suka atau tidak suka gambaran waria atau kaum transgender yang biasa muncul di televisi atau media apapun di Indonesia yang sejauh ini saya lihat tidak merepresentasikan kaum transgender dengan benar. Mereka dibuat sebagai bahan komedi bahan guyonan, tertawaan, dimana kalau di sitcom-sitcom (komedi situasi) tertentu. Menurut saya, acara seperti inilah yang membuat masyarakat punya transphobia yang amat sangat tinggi, dan dari hasil interview saya tahun 2011 kemarin dengan Mami Vinolia, salah satu pioneer komunitas transgender di Jogjakarta. Saya dan 3 teman saya mewawancarai mami tentang apa itu perdamaian menurut Mami Vinolia? Lalu ia hanya menjawab, bahwa kedamaian itu terjadi ketika hak-hak transgender bisa terpenuhi dan masyarakat dapat menerima transgender atau kaum waria dengan baik.
Bisa dilihat dari jawaban tersebut, bahwa Mami Vinolia dan teman teman waria adalah sekelompok warga negara yang mempunyai keinginan untuk hak-hak nya dipenuhi. Mereka punya realita kehidupan yang jauh daripada apa yang media persembahkan kepada kita, dari poin tersebut, hal kedua yang saya tangkap adalah waria seharusnya punya hak yang sama seperti anda dan saya. Mengapa ? hal ini saya dapatkan ketika mami bercerita bagaimana kaum transgender sangat membutuhkan pekerjaan, pendidikan dan kesehatan yang sama dengan masyarakat. Banyak kejadian dimana para waria kesulitan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak karena identitas mereka sebagai transgender, mami juga saaat itu memberi contoh bahwa ada seorang anak trangender yang harus berkuliah degan identitas yang sesuai dengan kelamin nya (natural given sex) walaupun dia adalah seorang transgender.
IWAYO pun membenarkan hal ini dengan mengatakan bahwa kaum transgender tidak punya KTP, beberapa punya namun tidak dengan identitas asli mereka, melainkan dengan identitas given sex mereka, hal ini merupakan sesuatu yang sangat merugikan bagi kaum transgender. Beberapa juga kebingungan mencatumkan jenis kelamin mereka dalam proses administrasi coba kita bayangkan, kartu tanda penduduk, dan dan format-format administrasi laiinya itu kita gunakan di hampir setiap aktivitas administrasi kita. Jika hal sesederhana itu tidak disediakam oleh pemerintah, bagaimana kaum transgender dapat beraktivitas sepenuhnya dalam konteks administrasi, dan kebutuhan administrasi atau negara mereka.
Terlebih lagi jika kita harus terus menyembunyikan diri kita dalam aktivitas sehari hari, coba bayangkan hal sederhana saja ketika kita harus memakai sesuatu yang bukan gaya kita, rambut, baju, sepatu dan lain lain, pasti kita tidak setuju atau menolak memakainya, terlebih lagi ketika kita tidak boleh pergi ke suatu tempat atau mendapatkan sesuatu hanya karena kita pakai sesuatu yang berbeda, sangat tidak nyaman kan? Kita pasti ngedumel, ataupun menolak. Bayangkan posisi waria mereka tidak punya hak ataupun perlindungan yang cukup untuk menolak keadaan tidak adil seperti ini. Tidak hanya itu, karena kentalnya stigma-stigma masyarakat yang ada pada waria, maka masyarakat pun tidak menyadari bahwa waria itu mempunyai potensi lebih daripada stigma masyarakat selama ini.
Lalu apa alasan masyarakat punya ketakutan lebih akan transgender? Bukan hanya karena presentasi yang salah oleh media, namun hal ini muncul karena ketakutan akan ketidak tahuan masyarakat mengenai pemahaman akan gender yang sebenarnya lebih luas dari pemahaman bahwa identitas gender hanya terdiri dari 2 jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Mengapa saya mengatakan bahwa gender itu sebenarnya adalah hal yang luas? Menurut apa yang saya pelajari di mata kuliah gender dan poltik dan juga berdasarkan diskusi saya dan teman teman di kelas gender and politik, IWAYO menjelaskan bahwa gender itu adalah suatu yang dikonstruksi oleh masyarakat baik secara kultur maupun secara sosial, beberapa ada yang mempunyai sisi feminin, ada yang maskulin dan ada yang ditengah-tengah, atau yang disebut gender ketiga, disinilah LGBT khususnya transgender berdiri, mereka tidak sepenuhnya feminin tidak maskulin. Sedangkan, hal seperti ini sangat sulit dicerna oleh masyarakat. Terlebih lagi maskulinitas itu sudah mendarah daging dan membentuk suatu institusi patriarki yang cenderung menindas atau menganggap kaum yang feminin atau yang bukan maskulin adalah kaum secondary atau kedua. Hal ini menyebabkan kaum transgender di oppressed secara sosial dalam masyarakat maupun secara institusi pemerintah
Maka organisasi-organisasi KEBAYA dan IWAYO ini lah yang muncul membantu teman teman waria dalam isu-isu mereka. IWAYO yang membantu dalam perjuangan hak-hak transgender dalam pekerjaan, status dalam pemerintah, dan juga agar waria bias bekerja di perusahaan atau institutsi apapun dengan identitas mereka sebagai waria. Kemudian, IWAYO juga focus dalam masalah pemberdayaan waria , bagaimana waria bisa ikut serta diberdayakan oleh program-program pemerintah. IWAYO juga sering mengadakan acara-acara seperti kampanye dan sosialisasi kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang waria ke kampus-kampus di Jogjakarta. Lobbying dengan pemerintah juga masih mereka usahakan agar waria/kaum transgender dapat hidup dengan lebih sejahtera.
Sama halnya dengan IWAYO, menurut KEBAYA, banyak para waria yang susah mendapat pekerjaan, sehingga akhirnya para waria terpaksa melakukan pekerjaan pekerjaan berisiko bagi kesehatan mereka yang kemudian berisiko HIV/AIDS .Maka organisasi KEBAYA ada untuk membantu para waria dalam isu-isu kesehatan mereka melalui menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga kesehatan dan rumah sakit setempat, menjaring organisasi lokal mauupun international seperti dinas kesehatan Yogyakarta, Komisi Penanggulangan Aids Yogyakarta, bahkan ketika berdiri, KEBAYA juga menjalin jaringan international dengan UNAIDS, United Nations Programme on HIV/AIDS) organisasi PBB yang khusus menangani isu-isu AIDS secara international. Selain itu, kampanye kesadaran akan bahaya AIDS, HIV/AIDS training and awareness melalui edutainment diadakan oleh Mami Vinolia dan kawan-kawan untuk memperkaya kaum transgender di Yogyakarta mengenai masalah dan bahaya HIV/AIDS dan cara pencegahan juga penanggulangannya. KEBAYA juga aktik dalam kampanye kesadaran akan persamaan waria melalui kuliah singkat ke kampus-kampus di Jogjakarta bahkan beberapa kampus di Australia, untuk pemberdayaan KEBAYA juga memberi sarana pelatihan-pelatihan keterampilan bersama pemerintah Yogyakarta.
Contoh-contoh seperti itu lah yang telah dilakukan kedua organisasi masyarakat ini. Saya jadi paham dan sadar bahwa kita bisa belajar banyak dari perjuangan para transgender ini. Mereka adalah orang-orang yang penuh dengan perjuangan, bukan hanya gambaran atau tontonan saja, mereka adalah orang-orang yang bergerak demi hak dan persamaan, demi kebebasan beridentitas di Indonesia. Jadi apa yang patut kita lakukan untuk mendukung perjuangan mereka ? lupakan #toughtsandprayers dan status-status ala-ala quote of the day, dan mulailah membantu menyebarkan kesadaran dan kepedulian akan transgender. Mulai peduli dengan transgender di sekitar mu, stop bullying them, and start caring for them, aktif dalam organisasi-organisasi yang membantu perkembangan mereka, atau stand up saat mereka yang disekitar menghadapi bully dari masyarakat. Sadar saja tidak cukup, aks yang membuat perubahan.
So if you wanna make the world a better place, start make a change!
Sumber :
Penelitian Fitri Junica Mariani Ompusunggu (Ilmu Komunikasi UGM 2011) tentang Kampanye Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Kalangan Waria (Studi Kasus Kampanye Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM Kebaya di Kalangan Waria D.I Yogyakarta 2015
Penelitian tentang Transgender dan Perdamaian : Studi Kasus LSM Kebaya pada mata kuliah Peace Studies, HI IUP UGM 2011
The presentation and discussion of Jogjakarta Transgender Community, (IWAYO) Ikatan Waria Yogyakarta, on 9th meeting of Gender and Politics studies, HI IUP UGM December 2014
*Penulis dapat dihubungi di kartika.shinta@sciencespo.fr