Search
Close this search box.

[Liputan] Road Show Film Bulu Mata Ke-3

SuaraKita.org – Siang yang mendung di tanggal 20 November 2016 lalu dan perjalanan yang cukup jauh pun kami tempuh agar bisa sampai di Pamulang, Tanggerang Selatan, tempat dimana sekretariat sekaligus galeri lukisan Perempuan Berbagi* berada. Ditemani oleh rintik hujan yang turun perlahan, kami semua memulai acara kami dengan memutarkan film Bulu Mata. Film tentang kehidupan teman-teman Transgender di Aceh.

Film berdurasi selama kurang lebih satu jam ini, membawa kami kepada sebuah obrolan panjang namun santai tentang isu-isu LGBT secara keseluruhan atau isu-isu Transgender khususnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Yudi, perwakilan dari Suara Kita, “Di Aceh sekarang ini sedang berlangsung pilkada yang berimbas pada kehidupan teman-teman Transgender di sana. Seperti menjadi kesulitan mendapatkan tempat tinggal, atau juga sulit mendapatkan surat izin membuka salon. Begitulah kondisi Aceh sekarang, sangat sulit. Banyak Politisi yang memakai isu ini untuk menarik simpati masyarakat.”

Iman, perwakilan dari Suara Kita lainnya mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat sipil di Aceh biasa saja dengan kehadiran teman-teman Transgender ini. “Namun ketika isu ini dipolitisasi, semuanya menjadi serba sulit.”

Peserta diskusi kali ini yang bernama Bintang menceritakan pengalamannya sebagai “perempuan yang terjebak di dalam tubuh lelaki” yang didiskriminasi setelah dirinya terpaksa untuk coming out. “Saya pernah dilaporkan ke pihak kampus karena akun foto akun Twitter saya menggunakan hijab. Sekarang saya juga sedang mengirimkan proposal untuk sidang skripsi saya, namun belum ada konfirmasi untuk tanggal sidangnya. Katanya sih pihak Rektor itu masih marah kepada saya. Padahal bahasan skripsi saya itu tentang menajemen zakat, bukan menajemen LGBT.”

Bintang juga bertanya kepada salah satu pembicara kita, yaitu Hana yang seorang Transgender perempuan, tentang bagaimana caranya untuk bisa mengekpresikan diri. Hana menjawab, “Pertama kali yang harus kamu lakukan adalah kamu harus bisa menerima dirimu dulu, sebelum orang lain yang menerima dirimu. Jadi, berdamailah dulu dengan dirimu sendiri, setelah itu kamu akan berdamai dengan siapapun.”

img_9595Dalam diskusi kali ini juga Yudi menanyakan peserta diskusi kali ini, “Bagaimana jika anak kalian nanti tenyata mengaku sebagai LGBT?”

Jannah, seorang Ibu perwakilan dari Perempuan Berbagi yang membawa anaknya ke acara kami kali ini menjawab, “Sejauh ini sih belum kepikiran sih ya. Sejauh ini juga saya baru mengenalkan kepada anak-anak bahwa jenis kelaim itu ada dua, itu untuk memudahkan mereka saja. Anak saya yang umur 10 tahun itu anak yang kritis, jadi segala sesuatu ia tanyakan, termasuk apa itu LGBT. Jadi saya hanya baru menjawab bahwa ada laki-laki yang pasangannya laki-laki juga, ada perempuan yang pasangannya perempuan. Saya menjelaskan yang umunya dulu. Saya lebih memikirkan untuk kedepannya, maksudnya ketika nanti anak kita memilih orientasi seksual yang berbeda. Dan kami lebih memikirkan konteks ke keluarga besar. Karena kalo untuk saya dan suami saya sih sudah clear (sudah tidak mempermasalahkan orientasi seksual atau identitas gender anaknya -Red).”

Siska, salah satu perwakilan Perempuan Berbagi yang lain juga ikut membagikan gagasannya, “Saya dengan suami saya juga sudah mencoba untuk mengobrol, ‘bagaimana seandainya jika nanti anak kita LGBT?’. Yang jelas sih keluarga besar pasti akan menentang sekali. Tapi aku sih berharap aku akan lebih baik lagi dari orang tuanya kak Hana, atau Bintang. Aku pengennya, yaudah menerima gitu. Karena memang kan di dunia ini tidak hanya ada perempuan dan laki-laki.”

Diskusi kali ini, yang ternyata lebih lama satu setengah jam dari yang direncanakan, membawa kami ke penghujung acara. Dengan senyum di wajah kami semua, kami mengakhiri acara hari ini. Tunggu kami di Road Show berikutnya ya! (Esa)

 

*Website Perempuan Berbagi bisa diakses melalui link ini.