Search
Close this search box.

HRW : Pemerintah Indonesia Picu Kebencian Terhadap LGBT

Suarakita.org- Human Right Watch (HRW) menilai pemerintah Indonesia sebagai pemicu serangan yang mengancam keamanan kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT)  dalam konferensi pers, Kamis, 11 Agustus 2016, di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta.

Dalam konferensi pers tersebut, HRW memaparkan laporan penelitiannya bertajuk Permainan Politik Ini Menghancurkan Hidup Kami. Dalam laporan ini terdokumentasi kasus kekerasan terhadap LGBT dalam periode Januari – Maret 2016.

Kyle Knight, peneliti hak-hak LGBT dan penulis  laporan ini, mengatakan bahwa laporan ini adalah respon dari apa yang terjadi terhadap kelompok LGBT pada periode itu.  Dalam laporan tersebut tercatat kasus penyerangan pada aksi solidaritas terhadap LGBT, pembubaran kegiatan LGBT, pembubaran pesantren waria, dan komentar negatif pejabat negara terhadap LGBT, “Tindakan diskriminatif pada pejabat dan lembaga-lembaga negara Indonesia secara gamblang menyingkap betapa dalam dan luasnya prasangka pemerintah (terhadap LGBT – red), dan ini belum kelihatan akan berakhir,” ungkap Kyle Knight.

Pada konferensi pers ini, Yuli Rustinawati dari Arus Pelangi dan Dede Oetomo dari Gaya Nusantara hadir memberikan kesaksian bagaimana kondisi LGBT saat ini. Yuli mengatakan bentuk kekerasan yang paling sering menimpa LGBT adalah ujaran kebencian,  dan pelaku yang paling banyak datang dari kelompok aparat pemerintah. Yuli pun menyampaikan kasus pengusiran waria dari rumah kost-nya, “Kelompok intoleran memperingati pemilik kost ‘Ini waria, kerjanya pekera seks, bisa menyebarkan HIV, kalau peringatan tidak digubris kami akan datang dengan massa yang lebih banyak’,  di Jakarta saja ada tiga kasus seperti ini,” cerita Yuli.

Dede Oetomo menilai bahwa orde baru belum mati. Kesimpulan ini dia ambil setelah mengamati tren yang terjadi terhadap kelompok LGBT. “Diskusi-diskusi seksualitas dilarang, ini kok kayak NKK/BKK” ujar Dede.  Tahun 1977 – 1978, untuk mematikan gerakan mahasiswa, orde baru menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Melalui kebijakan ini, pemerintah orde baru mengintervensi kampus dengan dalih   stabilitas politik dan pembangunan.

Dede pun bernostalgia bahwa di masa yang lalu, LGBT hidup lebih tenang, tidak ada ancaman-ancaman, walau pemerintahan orde baru sangat represif terhadap gerakan pro demokrasi. “ Kondisinya Indonesia makin mundur”, ungkap Dede.

Nampaknya, Muhammad Nurkhoiron sepakat dengan Dede. Di awal komentarnya tentang laporan ini, Nurkhoiron menyatakan bahwa Indonesia makin mundur dalam penegakan hak asasi manusia, “Negara kita telah melangkah mundur terekait perlindungan Hak Asasi Manusia,” ungkapnya.

Nurkhoiron pun sempat menyayangkan bahwa isu LGBT tidak menjadi isu bersama di kelompok pro demokrasi. Kontroversi LGBT di awal tahun membuat Nurkhoiron tersadar bahwa ada kelompok yang amat mendukung demokrasi tetapi untuk isu LGBT malah menolak. “Isu LGBT memang harus disampaikan dengan sabar”. (Teguh Iman)

Laporan lengkap bisa dibaca di bawah ini.

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2016/08/indonesia0816bahasaindonesia_web.pdf”]