Search
Close this search box.

Perjuangan Hak LGBT Melalui Tulisan

SuaraKita.org – Suara Kita bekerjasama dengan komunitas Waria Nanggroe Aceh Darussalam telah melaksanakan pelatihan menulis dasar bagi komunitas Waria pada Sabtu – Minggu, 29-30 Agustus 2015 di kota Banda Aceh. Kegiatan pelatihan ini merupakan kegiatan yang ketujuh (terakhir) di tahun 2015 yang dilakukan oleh Suara Kita untuk sembilan wilayah Indonesia.

Program ini merupakan kerjasama Perkumpulan Suara Kita dengan beberapa lembaga, antara lain Kemenko Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Luar Negeri-Australia (DFAT), The Asia Foundation, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melalui program Peduli. Selain itu juga dukungan dari The Ford Foundation dan Hivos.

Adapun wilayah yang terlibat meliputi propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Total peserta yang terlibat dalam pelatihan ini 90 orang yang terdiri dari waria (74 orang), gay (14 orang) dan perempuan (2 orang). Adapun fasilitator yang terlibat adalah Teguh, Hartoyo (Suara Kita) dan Prodita (Editor The conversation Indonesia).

Tujuan Suara Kita mengadakan pelatihan ini untuk melahirkan penulis atau kontributor dari komunitas LGBT, sehingga komunitas LGBT bisa memberikan informasi kepada publik baik tentang situasi diskriminasi, kekerasan yang dialami komunitas LGBT maupun kontribusi positif kelompok LGBT pada masyarakat.

Waktu pelatihan dasar ini diadakan selama dua hari (sekitar 12 jam efektif), yang meliputi materi dasar tentang gender dan seksualitas, tulisan informatif, kode etik penulisan, praktek menulis dan menganalisa tulisan yang baik secara bersama-sama. Sedangkan metode pelatihan yang digunakan dengan konsep pendidikan orang dewasa. Semua peserta saling belajar satu sama lain dari pengalaman dan sambil menggunakan permainan-permainan. Fasilitator hanya berfungsi memfasilitasinya. Sehingga dalam pelatihan ini tidak disodorkan konsep-konsep teori yang sangat “akademis”, tetapi semua berangkat dari pengalaman peserta bagaimana membuat tulisan yang baik sehingga mudah dipahami oleh publik.

Suasana pelatihan menulis bagi komunitas LGBT Aceh. (Foto : Hartoyo/Suara Kita)
Suasana pelatihan menulis bagi komunitas LGBT Aceh.
(Foto : Hartoyo/Suara Kita)

Pelatihan menulis ini tidak berakhir saat pelatihan itu saja, tetapi dilanjutkan dengan pendampingan (mentoring) by online secara berkelanjutan. Semua peserta yang berminat, memiliki facebook digabungkan dalam sebuah grup yang dinamakan dengan “LGBT Menulis. Tetapi tidak semua alumni pelatihan menulis menjadi anggota grup tersebut karena persoalan teknis; tidak mempunyai facebook dan tidak pernah menggunakan facebook.

Peraturan di dalam grup tersebut setiap peserta bebas mengunggah tulisan yang berkaitan dengan isu-isu LGBT. Selanjutnya setiap tulisan akan dimentori untuk diberikan masukan tulisannya dari para mentor dan anggota lainnya. Konsep pembelajaran menulis by online persis sama dengan konsep pelatihan by offline (tatap muka), yaitu mendorong setiap peserta menulis dan dianalisis bersama tulisan tersebut.

Setiap tulisan yang melalui proses perdebatan, kritik dan perbaikan dari semua anggota grup LGBT Menulis dan mentor, jika secara tema dan isi layak untuk dipublikasikan, kemudian dapat dipublikasikan di website Suara Kita ataupun media komunitas lainnya, seperti OZine.

Sejak pelatihan pertama kali dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai akhir Agustus 2015, ada 25 tulisan yang sudah diposting yang berasal dari 33 anggota groups. Dari 25 tulisan tersebut ada 5 tulisan yang lolos masuk ke website Suara Kita dan telah dipublikasikan di OZine Suara Kita.

Rencana diakhir Oktober 2015 akan diadakan pertemuan perdana untuk alumni LGBT Menulis di salah satu propinsi Sulawesi. Adapun agenda dalam pertemuan itu akan dibahas kendala, peluang dalam menulis. Selain itu akan ada penambahan pengetahuan untuk peningkatan skill penulisan bagi alumni. Dan tidak semua alumni menulis dapat mengikuti pertemuan tersebut, karena syarat untuk dapat menghadiri pertemuan tersebut, harus pernah membuat tulisan yang diposting di grup LGBT Menulis. (Hartoyo)