Suarakita.org- Out Of The Dark merupakan film yang membidik kompleksitas masalah percintaan sejenis dengan cukup lugas.
Berlatar belakang konflik Israel-Palestina, film ini menceritakan kisah cinta Nimer dan Roy. Nimer adalah seorang mahasiswa psikologi asal Ramallah Palestina sedangkan Roy adalah seorang pengacara asal Israel. Konflik yang ditampilkan pun amat rumit, dari mulai penerimaan diri, konflik keluarga hingga politik dua negara tersebut.
“Film ini betul betul beyond, melebihi segala-galanya” ungkap Nong Darol Mahmada, Narasumber dalam acara diskusi dan nonton bareng film Out of Dark yang dilaksanakan di sekeretariat Suara Kita, Minggu 16 Februari 2014.
Nong pun membandingkan film ini dengan film Bubble, film gay yang juga berlatar belakang konflik Palestina-Israel. Menurut Nong, film Out of Dark lebih menawarkan optimisme dibandingkan dengan film the Bubble. Hal itu dapat dilihat dari akhir cerita film yang menampilkan Nimer keluar Israel menuju Perancis sedangkan film Bubble diakhiri dengan pilihan tokoh utamanya untuk melakukan bom bunuh diri. “Jika kamu tidak mampu mengubah kondisi di suatu tempat maka berhijrahlah” kata Nong.
Relasi beda agama yang ingin diinstitusikan ke dalam bingkai pernikahan, perdebatannya memang belum selesai. Apalagi relasi beda agama dan homoseksual pula, dalam konteks Indonesia masih perlu waktu panjang untuk diterima. “Untuk itu aktivis LGBT harus menjaga stamina” ujar Nong.
Dalam konteks keberagaman di Indonesia, LGBT harus berperan aktif dalam menjaga keberagaman tersebut. Ketika ada kelompok Ahmadiyah yang disakiti, ketika ada kelompok Kristen yang tidak bisa mendirikan tempat ibadah, maka kelompok LGBT tidak bisa menganggap masalah itu hanya masalah mereka melainkan masalah kelompok LGBT juga. “Kelompok LGBT harus terbuka dan membangun jaringan dengan kelompok lain” kata Nong. (Gusti Bayu)