Ourvoice.or.id –Seorang pendeta Hindu merestui hubungan antara “banci” dengan pasangannya. Kalau soal restu, siapapun saya restui termasuk kepada pasangan banci dengan orang yang dicintainya. Tapi kalau soal izin itu hak kedua orang tua bukan hak saya, ungkap Ida Pedanda Istri Karang (66 tahun),27/3/2013.
Ida Pedanda Istri adalah seorang pendeta Hindu perempuan yang ada Griya Suci di desa Sibetan kecamatan Bebandem, Kabupaten Karang Asem, Propinsi Bali. Kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk kawin dengan siapa, kalau hatinya sama-sama suka, saya tidak boleh melarang, ungkap Pedanda Istri panggilan pendeta perempuan tersebut.
Menurut Pedanda Istri, dalam ajaran Hindu dikenal jenis kelamin selain laki-laki dan perempuan, yaitu “Banci”. Banci itu sendiri terbagi menjadi dua, banci yang jenis kelaminnya laki-laki tetapi ingin seperti perempuan, kemudian banci yang perempuan tetapi ingin seperti laki-laki, jelasnya.
Menurut sang Pedanda istri,dalam cerita Bhrata Yudha, seorang murid pernah bertanya kepada gurunya, berapa jenis manusia yang ada disurga? Sang guru menjawab kepada muridnya, ada tiga jenis kelamin; laki-laki, perempuan dan banci.
Kemudian dalam Sastra Peselang (salah satu tulisan dalam ajaran Hindu), dijelaskan bahwa Tuhan yang Maha Kuasa menciptakan manusia (baca: Pering), ada yang disebut dengan perempuan, laki-laki, perempuan yang “seperti” laki-laki dan laki-laki “seperti” perempuan. Dua jenis kelamin terakhir itu yang disebut dengan banci, ungkapnya.
Pering sendiri adalah simbol manusia dalam ajaran Hindu. Biasanya dalam upacara besar digunakan simbol Pering tidak hanya simbol laki-laki dan perempuan saja tetapi juga ada simbol banci. Simbol banci itu sendiri tidak sembarang digunakan, jelas Pedanda istri.
Menurut dewiQ (34), seorang transgender yang tinggal didesa tersebut, dirinya pernah punya pengalaman membuat dan merias Pering banci dalam suatu upacara, tindakan itu memang diminta secara sengaja oleh sang pendeta, ungkap dewiQ.
Kemudian dalam ajaran Hindu, menurut sang pendeta ada yang disebut dengan Pengulap sebagai simbol laki-laki, Penyegjeg simbol perempuan, Pengambeh simbol banci, itu kalau dalam sesaji (banten). Penyegjeg sesaji yang dapat digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Kemudian dalam pemberian sesaji juga ada yang disebut dengan Jejanganan, yaitu sebuah sesaji yang bisa digunakan oleh laki-laki maupun perempuan. Sehingga Jejanganan bisa juga disebut sebagai sesaji banci, ungkap Pedanda Istri.
Sang Pendeta menegaskan bahwa kita tidak boleh merendahkan manusia siapapun, termasuk mereka yang banci. Kita sama-sama manusia yang harus saling menghargai, bagi saya begitu tapi tidak tahu dengan orang lain,ungkapnya. Saya tidak bisa merendahkan orang lain hanya karena dia banci, tegasnya.
Ketika ditanya soal pandangan pihak lain yang menyatakan bahwa waria atau homoseksual sebagai budaya barat, sang pendeta kembali menegaskan bahwa banci ada di masyarakat dan sudah tertulis dalam ajaran Hindu, tegasnya. (Hartoyo)