Oleh: Samuel Joseph & Labora Avrina Pakpahan*
SuaraKita.org – Sabtu, 14 Juni 2025, Perkumpulan Suara Kita mengadakan pelatihan Etika Profesional dan Komunikasi Publik untuk transpuan anggota komunitas Warna Sehati Depok. Pelatihan dilakukan di kantor Perkumpulan Suara Kita. Program ini bertujuan untuk membantu persiapan para transpuan yang berkeinginan bekerja di sektor formal. Pelatihan ini merupakan wujud nyata dari visi dan misi Perkumpulan Suara Kita, terutama dalam usaha mengembangkan advokasi untuk mendorong akses LGBTQI+ terhadap hak ekonomi.

Kegiatan ini diawali dengan perkenalan peserta dan perkenalan mengenai Perkumpulan Suara Kita. Selanjutnya, dilakukan pemaparan mengenai sikap yang profesional dalam dunia kerja. Di tengah-tengah pemaparan ini, peserta dan pembicara saling berbagi mengenai pengalaman mereka terkait dengan sikap tidak profesional yang kerap kali ditemukan dalam dunia kerja.
Dalam industri kerja, kita pasti akan bertemu dengan orang-orang penting. Untuk itu, penting untuk mempelajari bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan benar dengan mereka. Selain itu, perlu juga membangun sikap profesional pekerja, sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Mayoritas dari peserta selama ini bekerja sebagai pekerja seks, dan mereka mengatakan itu dengan terus terang. Saat pelatihan hendak dimulai, beberapa dari mereka menjawab ingin bekerja di sektor formal dan ingin belajar berkomunikasi yang baik, juga menambah ilmu, dan menambah skill untuk advokasi.
Egha, selaku host pada kegiatan ini, memulai acara dengan sebuah pertanyaan, yakni 3 hal yang menunjukkan profesional di ruang kerja. Jawaban peserta cukup beragam, namun yang paling dominan adalah Tepat Waktu (9 penjawab) dan Tanggung Jawab (7 penjawab).

Setelah pemaparan materi etika profesional, peserta diajak untuk bermain sebuah permainan. Permainan ini bertujuan untuk mengajak peserta merasakan dunia kerja dan berpikir kritis ketika dihadapkan dengan sebuah masalah yang cukup rumit dan kompleks. Selanjutnya, akan dilakukan diskusi dari tindakan yang diambil oleh tiap kelompok.
Selanjutnya, peserta kemudian membahas mengenai cara berkomunikasi yang baik dan benar, terutama dalam mengirimkan pesan kepada rekan kerja atau atasan. Selain menggunakan bahasa yang baik dan tanda baca yang tepat, peserta juga diberitahu mengenai jam yang tepat untuk mengirimkan pesan kepada rekan kerja, kecuali pesan tersebut merupakan hal yang krusial. Penggunaan email juga diajarkan kepada peserta, mulai dari membuat subject dan bentuk pesan dan file yang harus diinput pada bagian compose email. Setelah pemaparan materi ini, peserta diajak untuk melihat sebuah pesan WhatsApp dan Email, kemudian menemukan letak kesalahan penulisan dan membuat revisi supaya pesan tersebut lebih baik dan tepat untuk dikirimkan kepada rekan kerja, mitra, atau atasan.
Kegiatan berakhir di jam 18.00 WIB. Acara selesai lebih lama dari jadwal karena peserta terlalu bersemangat dalam mengikuti pelatihan. Setelah pelatihan selesai, kami mewawancarai Elvy (40 tahun), salah satu peserta pada pelatihan kali ini. Kami cukup lama berbincang dan kami mendapatkan banyak informasi dari beliau.

Elvy, orang Palembang dan sekarang tinggal di Tangerang, menjelaskan bahwa ia memiliki rasa kepedulian yang tinggi, apalagi kepada sesama transpuan. Dia berpesan kepada seluruh transpuan untuk tetap semangat dan bangun komunikasi banyak orang. Karena manusia tidak bisa hidup sendiri.
Elvy juga mengajak para transpuan untuk saling peduli satu sama lain. Sebab, masih banyak yang mengucilkan para transpuan. Ia memberi pesan kepada orang di luar sana agar tidak memberi stigma negatif kepada semua transpuan. Tidak semua transpuan itu buruk dan menyamakan satu dengan semua.

Peserta lainnya yang kami wawancara adalah Chelsea. Ia membagikan perasaan dan pengalamannya dalam mengikuti kegiatan ini. Chelsea mengatakan bahwa kegiatan ini bagus untuk membangun skill berkomunikasi yang beretika dan sopan.
“Dengan adanya kegiatan ini, saya bisa menambah ilmu ketika berkomunikasi dengan orang lain, supaya saya bisa lebih dihargai dan bisa menghargai orang lain juga. Saya juga mengikuti kegiatan ini karena saya ingin semakin berdaya dan bisa berbagi informasi yang saya dapat kepada transpuan lain di daerah saya”, tuturnya.
Chelsea juga mempunyai keinginan untuk bekerja di bidang advokasi, karena menurutnya masih banyak transpuan yang mendapat diskriminasi dan stigma yang buruk, baik itu di masyarakat maupun di aparatur negara.
*Para Penulis adalah mahasiswa STFT Jakarta yang tengah menjalani program Social Immersion di Suara Kita.