Search
Close this search box.
enid

Pengaruh Lingkungan Kerja yang Baik untuk Romansa

Oleh: Lena Tama*

SuaraKita.org – Dengan banyaknya interaksi antar rekan kerja di lingkungan pekerjaan, kawan-kawan ragam gender & seksual kerap menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang cukup personal, terutama terkait hubungan mereka. Bila lingkungan kerjanya buruk, kawan-kawan rentan menerima diskriminasi seperti tuntutan untuk segera menikah sesuai dengan norma/budaya lokal atau sindiran terkait orientasi seksual atau identitas gendernya. Hal-hal tersebut dapat mengganggu produktivitas kerja.

Hal ini jauh berbeda bila lingkungan kerja tersebut sangat baik dengan rekan-rekan kerja yang menerima dan mendukung keragaman identitas seseorang serta kebijakan-kebijakan tempat kerja yang inklusif dan tegas dalam penerapannya. Adanya tempat kerja seperti ini dapat menambah ruang aman bagi kawan-kawan ragam gender & seksual, meningkatkan produktivitas kerja, dan menjaga kualitas kesehatan mental bagi para pegawainya.

Zaki, sosok non-biner assigned female at birth (AFAB) yang memiliki pasangan perempuan adalah salah seorang yang bekerja di tempat kerja yang inklusif seperti itu. Ia bekerja sebagai Game Developer untuk sebuah studio video game sejak tahun 2023 dengan berbekal kemampuan desain grafis dan animasi.

Zaki sudah berkarir di industri ahensi periklanan dan konten digital sejak 2018. Ia juga menjadi manajer untuk seri webtoon girls love (GL) Indonesia, Everyday By Day.  Baginya, studio game tempat ia bekerja saat ini merupakan tempat kerja paling sehat dibanding tempat-tempat kerja sebelumnya yang jauh lebih diskriminatif.

“Untuk pertama kalinya, aku merasa sangat nyaman menjadi diriku sendiri dari segi orientasi seksual dan identitas gender di lingkungan kerja. Baik itu dengan rekan-rekan kerja maupun para senior,” ucapnya.

Kunci dalam menumbuhkan penerimaan yang baik di lingkungan kerja
Studio game tempat Zaki bekerja berisikan 50-100 pegawai. Di sana masih didominasi oleh pegawai laki-laki sekitar 50-60%, terutama di divisi coding. Sedangkan sisanya adalah perempuan dan kawan-kawan lainnya. Mereka bukan hanya bekerja sebagai jabatan staf, tetapi juga sebagai senior.

Hal ini mempengaruhi budaya, perilaku, dan kebijakan yang berlaku di tempat kerja. Para senior dan pegawai lainnya mengedepankan penghargaan dan penerimaan diri, inklusivitas, feminisme, serta mendorong nilai-nilai tersebut melalui cara berbicara dan berperilaku di ruang kerja.

Penerimaan yang baik ini bukan hanya berlaku kepada kawan-kawan ragam gender dan seksual saja. Zaki melihat banyaknya rekan kerja yang neurodivergent dan tidak ada satu pun di tempat kerja tersebut yang memandangnya sebagai halangan dalam bekerja. Sebaliknya, segala bentuk tindakan maupun ucapan yang diskriminatif dapat mengakibatkan adanya teguran dari rekan-rekan kerja hingga Surat Peringatan Karyawan (SP). 

Terkait hal itu, Zaki bercerita bahwa pernah ada orang baru yang melontarkan candaan porno dan seksis. Hal itu mengakibatkan teguran keras dari kantor kepada si orang baru tersebut.

Ruang yang aman untuk memperkenalkan pasangan
Berbeda dari tempat-tempat kerja buruk dan diskriminatif yang kerap kepo dan menghakimi kehidupan pribadi para pegawainya, Zaki justru hampir tidak pernah mendapatkan obrolan tentang hubungan pribadi dirinya. Sebaliknya, rekan-rekan kerja laki-laki kerap diskusi dengan dirinya terkait tips soal asmara untuk mendekati perempuan idaman mereka.

Selain itu, beberapa rekan kerja dan senior juga berdiskusi tentang ragam gender dan seksual dengannya. Terkait hal itu, Zaki berkata, “Aku senang akhirnya ada rekan-rekan kerja laki-laki yang belum dekat denganku, mulai belajar soal identitas diriku dan ragam gender & seksual secara lebih luas.” 

“Pertanyaan mereka juga lebih bersifat edukatif dan ingin memperluas wawasan, bukan untuk melakukan diskriminasi,” lanjutnya. Hal ini juga mendorong dirinya untuk terbuka tentang status hubungannya di lingkungan kerja.

“Pas zamannya COVID-19 dan semuanya kerja di rumah, aku memperkenalkan pacarku ke kawan-kawan kerja saat ini. Mereka menerima hubungan kami, lalu mereka juga bertanya tentang hal-hal seperti, ‘Gimana caranya supaya kalian bisa nikah di sini?’ dan ‘Nanti semisal bisa nikah di Indonesia, kalian bakal gimana ya?’,” ceritanya.

Pasangan Zaki sendiri awalnya merupakan penggemar seri webtoon Everyday By Day. Kemudian mereka mulai dekat dengan satu sama lain dan menjalin hubungan. Saat ini, ia bekerja sebagai pegawai toko di tempat kerja seperti kafe. Ia juga melihat adanya pengalaman baru terkait para pekerja di industri yang relatif baru dan mulai menjadi tren beberapa tahun belakangan ini.

“Pasanganku cerita, ternyata ia kenalan dengan banyak sekali pegawai di kafe kayak Barista yang juga queer. Makin banyak yang mulai terbuka,” kisahnya.

Tingginya diskriminasi di lingkungan kerja yang patriarki dan didominasi laki-laki
Zaki mengakui bahwa dirinya sangat beruntung dapat bekerja di tempat kerja yang baik, sehat, dan mendorong nilai-nilai feminis dan inklusif. Ia sadar bahwa tempat kerja seperti ini jumlahnya belum banyak di Indonesia, terutama di industri teknologi yang masih membawa nilai-nilai patriarki dan pegawainya didominasi oleh laki-laki dengan segala budaya maskulin mereka.

Sebelum bekerja di studio game saat ini, Zaki bekerja di beberapa tempat yang sangat normatif dan diskriminatif. Tempat tersebut cenderung didominasi oleh laki-laki dan hanya sedikit atau hampir tidak adanya pegawai perempuan.

Akibatnya, budaya patriarki pun kental di tempat kerja seperti itu. Para pegawai cenderung menggunjing pegawai lain yang tidak sesuai dengan norma/budaya lokal. Mereka juga kerap melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang seksis maupun diskriminatif. Hal tersebut menimbulkan beban psikologis yang sangat kuat bagi dirinya sehingga sangat mengganggu produktivitas kerja dan kesehatan mentalnya.

Terkait pengalaman kerja tersebut, Zaki juga berkata, “Mencari tempat kerja yang sehat itu susah sekali, terutama untuk kawan-kawan ragam gender dan seksual. Masih banyak tempat kerja yang budaya perilaku dan komunikasinya kurang baik.”

Dukung tumbuhnya lingkungan kerja yang baik dan sehat!
Studio game tempat Zaki bekerja saat ini memberikan harapan besar tentang masa depan industri video game di Indonesia. Bukan hanya dari kualitas produk mereka, tetapi juga dari kualitas lingkungan kerjanya.

Untuk itu, ia berharap lingkungan sosial di tempat kerja maupun ruang publik pada umumnya dapat lebih menghargai kondisi dan identitas setiap orang. Bila ada orang yang langsung menolak, setidaknya ia berharap orang tersebut masih menerima identitas kawan-kawan ragam gender dan seksual sebagai manusia dengan segala hak yang sama.

Sementara itu, bila menghadapi orang-orang yang berada di tengah-tengah karena ketidaktahuan, Zaki berharap bisa membuka dialog yang baik dengan mereka. Ia berkata, “Kalau mau tahu kenapa kami menjadi diri kami ini, bertanyalah dengan tujuan memperluas wawasan, bukan untuk melakukan diskriminasi. Aku akan merespons dan menjelaskan dengan baik, bukan dengan nada defensif dan mengelak.”

Zaki percaya keberadaan studio game ini dapat membuka wawasan baru kepada industri kerja bahwa lingkungan kerja yang baik bukan saja menguntungkan bagi tempat kerja tersebut dengan meningkatnya kualitas karya mereka, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup para pegawai dan mendorong nilai-nilai inklusif kepada masyarakat di luar sana.

“Bila kita melakukan hal baik, kita bisa menuaikan hal-hal baik di luar sana juga,” ujarnya.

 

*Penulis adalah seorang penerjemah dan penulis lepas dari tahun 2016, Lena mulai mendalami dunia jurnalistik pada tahun 2020 bersama The Jakarta Post. Selain menulis, ia juga terlibat dalam pelatihan keamanan sosial dan pergerakan aktivisme untuk komunitas LGBTQ