Search
Close this search box.

Gay Transman Dan Lesbian Transpuan

Oleh: Hartoyo

SuaraKita.org – Baru baca status seseorang,  mengaku dirinya sebagai “Gay Transman”.  Maksud dari identitas itu,  seseorang yang dilahirkan secara fisik mempunyai vagina. Umumnya masyarakat dan negara menyebut diri sebagai perempuan, tetapi sang individu memaknai diri sendiri sebagai seseorang lelaki.  

Mereka biasanya menyebut diri transman atau priawan. Saya sendiri kurang begitu tahu perbedaan yang esensial antara transman dan priawan. 

Beberapa transman setahu yang saya ketahui,  melakukan penyesuaian diri,  misalnya dengan therapy medis, hormon,  operasi, pergantian identitas nama atau hal-hal yang ingin meneguhkan diri sebagai lelaki.  

Tetapi proses terapi atau penyesuaian diri seorang transman berbeda-beda di setiap orang.  Karena memang tidak ada keharusan/aturan baku ada tahap 1 sampai 10 untuk seseorang bisa menyatakan diri sebagai lelaki atau transman.  

Sekali lagi,  identitas diri dalam hal  gender atau jenis kelamin adalah otoritas setiap orang.  Tidak ada aturan tertentu dan baku,  mana yang disebut lelaki atau perempuan. Semua kembali pada kemerdekaan dari masing-masing orang.  

Walau sistem sosial, politik dan hukum negara masih terfokus pada cara pandang “fisik” bahkan terfokus pada “penis-vagina”. 

Jika Anda punya penis,  lelaki,  dan jika punya vagina, perempuan. Itulah pengetahuan yang kita dapat selama ini di sekolah,  keluarga,  sosial maupun hukum negara. Dan pemahaman itu masih diadopsi dan diakui di belahan dunia, walau pelan-pelan ada perubahan di beberapa negara. 

Maka kehadiran identitas transman dan transpuan sebenarnya sedang melakukan “gugatan” itu. 

Identitas jenis kelamin jauh dari hanya sekedar fisik (penis/vagina), ada pemaknaan yang jauh lebih mendalam,  soal rasa,  spiritual,  pengalaman hidup,  atau hal-hal yang paling esensial pada hidup seseorang yang sulit dijelaskan.    

Kembali ke status FB yang sedang saya ulas,  apakah seorang transman yang mengidentifikasi diri sebagai lelaki secara otomatis orientasi seksualnya akan mencintai perempuan? 

Begitu juga, apakah setiap transpuan/waria/transeksual secara orientasi seksualnya akan menyukai lelaki? 

Sejauh yang saya ketahui,  umumnya transman/priawan orientasi seksualnya akan mencintai perempuan.  Begitu juga seorang transpuan/priawan akan mencintai lelaki.  

Tapi berdasarkan status FB yang saya ulas ini,  maka jawabnya tidak selalu seorang transman akan mencintai perempuan.  Memang ada beberapa kasus seorang transman secara seksual mencintai seorang lelaki.  Dan dirinya menyatakan sebagai GAY.  Persis seperti seseorang yang menuliskan di status FB yang sedang saya ulas ini.  

Begitu juga ketika seorang transpuan, secara orientasi seksualnya dapat mencintai seorang perempuan. Dirinya akan menyatakan sebagai lesbian, biseksual,  heteroseksual atau identitas lainnya.   

Kemudian sangat mungkin juga,  seorang transman dan transpuan dapat mencintai secara seksual pada identitas gender atau seksual lainnya dalam waktu bersamaaan.  Mencintai lelaki,  perempuan,  transman atau transpuan.  Sangat kompleks dan sangat mungkin semua itu terjadi. 

Bahkan ada beberapa pasangan,  seorang transman membangun relasi percintaan dengan seorang transpuan. 

Setahuku mereka menyebut diri sebagai pasangan heteroseksual.  Tetapi jika mengacu pada hukum formal, pasangan tersebut memang pasangan heteroseksual.  Maka,  keduanya jika ingin menikah formal sah secara hukum Indonesia.  

Kasus ini pernah ditampilkan saat perkawinan Aming dengan Evelyn,  walau keduanya tidak menyebut sebagai pasangan transpuan dan transman.  Mungkin lebih pada pasangan tukar penampilan ekspresi, Aming berpenampilan feminin (memakai gaun) dan Evelyn menggunakan jas sepertinya umumnya lelaki.  Keduanya pernah menikah secara hukum formal di Indonesia.  

Dari fakta-fakta di atas soal identitas jenis kelamin,  ekspresi gender, orientasi seksual ternyata tidak sesederhana yang kita pikirkan.  Satu sama lain tidak ada yang “linier” sesuai yang kita pikirkan.  

Apa yang kita pikirkan jenis kelaminnya A, maka secara otomatis ekspresi gendernya akan B dan orientasi seksualnya akan C.  Faktanya itu semua bisa saling campur baur dari apa yang kita pahami tentang “kelinieran” identitas seksual/gender seseorang.  

Ini menunjukkan, terlalu kecil atau minim pengetahuan kita,  sistem politik,  dan hukum negara ini,  bahkan mungkin di seluruh dunia soal “KEBERAGAMAN” identitas seksual/gender manusia. 

Jangan-jangan identitas itu pada setiap manusia sangat beragam sampai sulit untuk diidentifikasi namanya. Mungkin, bukan hanya jenisnya yang beragam tapi tidak ada identitas yang “statis” pada setiap individu.  

Sudah banyak jenisnya, disaat bersamaan tidak ada yang menetap pada setiap individu,  cair dan bisa berubah-ubah pada setiap orang.  

Rumit ya,  memang rumit faktanya. Itu mengapa perlu dipelajari oleh setiap orang.   Karena isu ini bukan hanya isu komunitas LGBTIQ saja tetapi isu setiap manusia.  

Maka merefleksikan, membongkar,  mempertanyakan kembali tentang identitas diri sendiri menjadi sangat penting.  

Ini bukan hanya soal pengetahun dan otoritas tubuh, tetapi lebih memahami “cengkraman” hegemoni politik kebenaran heteronormativitas, yang selama ini telah bersarang di tubuh dan alam pikiran kita sebagai sesuatu yang dianggap alami/benar.    

Rusun-Jakarta, 27 Desember 2020