SuaraKita.org – Marie Cau membuat sejarah ketika dia terpilih sebagai walikota Tilloy-lez-Marchiennes, sebuah desa kecil di utara Perancis, menjadi walikota pertama yang terbuka sebagai transgender di negara itu.
“Ini mengejutkan,” kata Marie Cau kepada wartawan. “Mereka tidak memilih saya atau menentang saya karena saya transgender; mereka memilih program dan nilai-nilai.”
Marie Cau (55) memiliki latar belakang pendidikan di bidang pertanian dan hortikultura dan berfokus pada program keberlanjutan lingkungan. Dia dan teman-temannya diutus untuk maju dalam pemilihan pada 15 Maret oleh warga Tilloy-lez-Marchiennes, sebuah kota dekat perbatasan Belgia di mana Marie Cau telah hidup selama 20 tahun. Kemudian anggota dewan yang baru terpilih hampir dengan suara bulat memilih Marie Cau sebagai walikota baru.
Marie Cau menambahkan bahwa sejak memulai transisinya 15 tahun yang lalu, dia belum pernah mengalami diskriminasi atau intimidasi, yang menyatakan bahwa secara keseluruhan warga Tilloy-lez-Marchiennes adalah “orang-orang baik, meskipun ada beberapa kesalahan.” Meski begitu, dia menantikan hari ketika identitas gendernya “akan menjadi bukan siapa-siapa.”
Pada saat yang sama, ia mengakui bahwa posisi barunya menunjukkan “bahwa orang transgender dapat memiliki kehidupan sosial dan politik yang normal.”
Marlène Schiappa, menteri negara Perancis untuk kesetaraan gender, mengucapkan selamat kepada Marie Cau atas kemenangannya, menulis di Twitter , “Visibilitas trans, dan karena itu perjuangan melawan transfobia, juga memerlukan pelaksanaan tanggung jawab politik atau publik.”
Jena Selle, yang bekerja di SOS Homophobie, organisasi advokasi LGBT Prancis, juga memberi selamat kepada pembuat undang-undang bersejarah di Twitter.
“Selamat kepada Marie Cau, trans pertama yang terpilih sebagai walikota di Prancis,” tulisnya. “Kekuatan dan keberanian untuk semua orang trans yang membuka jalan bagi kita.”
Pemilihan Marie Cau muncul disaat sentimen anti-LGBT sedang meningkat di Perancis. Menurut laporan baru – baru ini dari Kementerian Dalam Negeri negara itu, melaporkan serangan homofobik naik 36 persen tahun-ke-tahun pada tahun 2019, menandai tahun ketiga berturut-turut bahwa laporan serangan tersebut telah meningkat. (R.A.W)
Sumber: