Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Pernikahan sesama jenis baru ada secara nasional selama lima tahun di Amerika Serikat, tetapi pernikahan tersebut sudah diajukan oleh New York Times sebagai model bagi orang-orang heteroseksual.

Artikel tersebut merujuk pada penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Marriage and Family, berjudul “Marital Strain and Psychological Distress in Same-Sex and Different-Sex Couples,” menunjukkan bahwa lelaki dalam pernikahan sesama jenis memiliki lebih sedikit tekanan psikologis daripada rekan heteroseksual mereka. .

Perempuan dalam pernikahan dengan jenis kelamin berbeda melaporkan tingkat stres tertinggi, catat laporan dari peneliti Michael A. Garcia dan Debra Umberson. Sementara itu, lelaki dalam pernikahan sesama jenis dan perempuan dalam pernikahan sesama jenis berada di tengah.

Hasilnya diambil dari “756 lelaki dan perempuan paruh baya Amerika dalam 378 pernikahan gay, lesbian, dan heteroseksual,” menurut penelitian. Peserta diminta untuk menyimpan catatan harian tentang stres yang berhubungan dengan pernikahan dan pasangan mereka.

Ada sejumlah alasan potensial untuk perbedaan ini, dan sebagian besar berhubungan dengan ekspektasi gender tradisional. Secara historis, perempuan diharapkan untuk melakukan bagian terbesar dari pekerjaan rumah tangga – sebuah harapan yang masih berdampak pada pernikahan berbeda jenis kelamin saat ini.

Lelaki dalam pernikahan sesama jenis harus membuat aturan mereka sendiri dalam hubungan mereka seputar pembagian tugas, yang lebih terbagi rata. Selain itu, lelaki lebih cenderung mendiskusikan seksualitas dan non monogami secara terbuka dalam pernikahan sesama jenis dan membuat aturan seputar pertemuan seksual di luar hubungan. 

Ada juga justifikasi yang bagus. Pasangan dalam pernikahan sesama jenis menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak mereka, sebagian karena mereka memiliki persentase yang jauh lebih rendah dari anak-anak yang tidak diinginkan. Majalah Times mengutip sebuah laporan 2011 studi bahwa 45 persen dari kehamilan di Amerika Serikat yang tidak disengaja, dan 18 persen yang tidak diinginkan.

Jadi bagaimana orang yang heteroseksual dapat meningkatkan kesejahteraan mereka? Seperti yang dicatat Stephanie Coontz, penulis Marriage: A History, di kolom NYT- nya , “banyak pasangan yang berbeda jenis kelamin akan memiliki pernikahan yang lebih bahagia dan lebih memuaskan jika mereka mengambil beberapa pelajaran dari pasangan sesama jenis.” (R.A.W)

Jurnal penelitian dapat diunduh pada tautan berikut:

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2020/02/Marital-Strain-and-Psychological-Distress-in-Same‐Sex-and-Different‐Sex-Couples.pdf”]

Sumber:

advocate