Search
Close this search box.


SuaraKita.org – Pasangan sesama jenis di Jepang meluncurkan tawaran terbesar bagi negara itu untuk kesetaraan pernikahan.

Tiga belas pasangan dan pengacara mereka akan mengajukan tuntutan hukum di empat kota berbeda terhadap pemerintah pada 14 Februari.

Mereka mencari kompensasi dari pemerintah setelah menolak aplikasi pernikahan mereka. Pasangan tersebut akan berpendapat bahwa posisi pemerintah dalam pernikahan pada pasangan sesama jenis adalah tidak konstitusional.

Masyarakat Jepang yang sebagian besar konservatif tidak mengizinkan pernikahan untuk pasangan sesama jenis.

Terlebih lagi, tidak ada undang-undang nasional untuk melindungi orang-orang LGBT dari diskriminasi berdasarkan seksualitas atau identitas gender mereka.

‘Pernikahan adalah hak mendasar di bawah konstitusi, dan ini harus diterapkan juga pada pasangan LGBT, kata  pengacara dari kelompok Marriage For All Japan, Takeharu Kato.

“Tidak adil bahwa pasangan sesama jenis tidak dapat menikmati hak yang diberikan kepada pasangan heteroseksual,” katanya.


Kenapa sekarang?
Semakin banyak kota di Jepang yang memberi pengakuan kepada pasangan LGBT dengan cara memberikan sertifikat kemitraan.

Ini memberi mereka pengakuan terbatas di rumah sakit dan perumahan milik pemerintah. Beberapa perusahaan besar mengakui sertifikat untuk menawarkan diskon pasangan yang sama yang diberikan kepada pasangan heteroseksual.

Pekan lalu, Chiba menawarkan sertifikat kemitraan bagi pasangan LGBT. Shibuya dan Setagaya adalah pemerintah daerah pertama yang menerbitkan sertifikat pada tahun 2015.

Tapi, Takeharu Kato menunjukkan, Jepang adalah satu-satunya negara di G7 yang tidak mengakui kesetaraan pernikahan bagi pasangan sesama jenis.

“Pelanggaran hak asasi manusia atas kebebasan untuk menikah ini telah berlangsung lama,” katanya. ‘Sudah saatnya hak-hak orang LGBT diakui’.

Tahun depan, Tokyo juga akan menjadi tuan rumah Olimpiade. Takeharu Kato berharap pengawasan internasional akan membantu kasus mereka.

Takeharu Kato mengatakan tindakan Taiwan dan Thailand untuk melegalkan ikatan hubungan bagi pasangan sesama jenis juga mendorong para aktivis.


Apa rencananya?
Pasal 24 konstitusi Jepang mengatakan ‘pernikahan hanya akan didasarkan pada persetujuan bersama dari kedua jenis kelamin.’ Itu diperkenalkan pada 1947 untuk mempromosikan kesetaraan di antara pasangan.

Tapi, Takeharu Kato dan pengacara lain akan berdebat, ini seharusnya tidak melarang pernikahan sesama jenis. Dia juga mengatakan pengadilan harus mempertimbangkan konteks sejarah. Pada tahun 1947, tidak ada negara yang mengizinkan pernikahan sesama jenis.

Pasangan pertama akan mengajukan kasus ke pengadilan distrik, kata Takeharu Kato. Jika berhasil, pemerintah kemungkinan akan naik banding ke pengadilan tinggi, dan kemudian tertinggi. Seluruh proses bisa memakan waktu sekitar lima tahun.

“Mengajukan kasus hanyalah permulaan,” katanya. Marriage For All Japan juga melakukan urun dana (crowdfunding) dan meluncurkan kampanye kesadaran publik.

Mereka menargetkan politisi dan pemimpin bisnis untuk mempromosikan isu-isu tersebut. Ada juga petisi melalui change.org.

Akankah ini berhasil?
Takeharu Kato mengakui bahwa pengadilan Jepang enggan membuat keputusan yang akan mengubah masyarakat. “Mereka cenderung mematuhi opini publik,” katanya.

Itu sebabnya, sangat penting untuk mengubah pandangan masyarakat dan parlemen.

Terlebih lagi, sayangnya, partai yang berkuasa di Jepang terkenal karena komentar anti-LGBT-nya.

Namun, salah satu partai oposisi, Partai Demokrat Konstitusi Jepang, berencana untuk memperkenalkan hukum kesetaraan pernikahan bagi sesama jenis dan hukum anti-diskriminasi.

Pembicaraan pernikahan sesama jenis di masyarakat, tidak aktif, kata Takeharu Kato. Bahkan banyak LGBT Jepang tidak ikut mendorong isu pernikahan sesama jenis karena bagi mereka keluar sebagai LGBT adalah seperti mimpi.

Sebuah survei baru-baru ini menyarankan mayoritas orang Jepang mendukung pernikahan sesama jenis . Tapi, Takeharu Kato menunjukkan, ini tidak termasuk populasi konservatif yang lebih tua dan besar di Jepang.

Sejauh ini, di Jepang belum terlihat oposisi yang kuat dan vokal terhadap hak-hak LGBT.

Tapi, Takeharu Kato memperingatkan, ini bisa berubah begitu kampanye mereka mendapatkan visibilitas. “Kami takut,” katanya.

Dia merujuk Taiwan, di mana kesuksesan di pengadilan diikuti oleh pemilih yang menolak kesetaraan pernikahan dalam referendum. (R.A.W)

Sumber:

GSN