Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Sebuah penelitian menemukan bahwa remaja yang menyembunyikan orientasi seksual berisiko tinggi untuk perilaku bunuh diri.

Penelitian ini berfokus pada remaja yang diidentifikasi sebagai gay atau lesbian tetapi melakukan kontak seksual hanya dengan lawan jenis atau dengan dua jenis kelamin, atau yang diidentifikasi sebagai heteroseksual tetapi melakukan kontak seksual hanya dengan jenis kelamin yang sama atau dengan dua jenis kelamin.

Para remaja ini – yang mengalami apa yang oleh para peneliti disebut sebagai sexual orientation discordance (ketidaksepakatan orientasi seksual) – memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk bunuh diri, para peneliti mengungkapkan hasil ini dalam American Journal of Preventive Medicine.

Peneliti mensurvei hampir 7.000 murid sekolah menengah dari seluruh Amerika Serikat, mengajukan 99 pertanyaan tentang  kesehatan dan perilaku berisiko. Dua pertanyaan berfokus pada orientasi seksual.

Sekitar 4 persen remaja mengalami sexual orientation discordance, tanggapan menunjukkan. Hal ini berlaku untuk 32 persen murid gay dan lesbian, dibandingkan dengan 3 persen murid heteroseksual.

Survei juga menanyakan apakah responden telah mempertimbangkan dengan serius untuk mencoba bunuh diri, membuat rencana tentang bagaimana mereka akan mencoba bunuh diri atau sebelumnya pernah mencoba bunuh diri di tahun-tahun yang lalu.

Hampir setengah dari anak-anak yang telah mengalami sexual orientation discordance – 46 persen – melaporkan memiliki pemikiran atau perilaku bunuh diri, dibandingkan dengan 22 persen murid yang tidak merasakan ketidakcocokan antara identitas seksual dan tindakan mereka.

Perilaku bunuh diri nonfatal (nonfatal suicidal behaviors) juga lebih sering terjadi pada perempuan, mereka yang diintimidasi di lingkungan sekolah, mereka yang minum alkohol atau menggunakan ganja, dan mereka yang telah dipaksa secara fisik untuk melakukan hubungan seksual.

Temuan di kalangan remaja Amerika Serikat ini serupa dengan penelitian sebelumnya pada orang dewasa, yang juga menemukan hubungan antara sexual orientation discordance, depresi, penggunaan narkoba dan alkohol, dan pemikiran untuk bunuh diri, tulis para peneliti.

“Diskriminasi, stigma, prasangka, penolakan, dan norma-norma kemasyarakatan dapat memberikan tekanan pada minoritas seksual untuk menampilkan identitas seksual yang tidak konsisten dengan identitas seksual mereka yang sebenarnya atau untuk bertindak dengan cara yang tidak konsisten dengan identitas seksual mereka,” kata mereka.

“Memahami apa yang dialami remaja mungkin akan membantu memperkuat pendekatan pencegahan bunuh diri secara keseluruhan di masa muda, “kata Dr. Francis Annor dari Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta, Georgia.

“Penting untuk diketahui bahwa bunuh diri dapat dicegah,” kata Dr. Francis Annor.

Penemuan baru tersebut penting “karena bunuh diri telah menjadi penyebab kematian nomor satu dalam populasi umum Amerika Serikat selama paling sedikit satu dekade dan penyebab kematian ketiga di kalangan remaja – dan angka kematian bunuh diri telah meningkat di Amerika Serikat,” kata Dr. John Blosnich dari Universitas West Virginia di Morgantown. Dr. John Blosnich, yang tidak terlibat dengan penelitian ini, mempelajari kekerasan antar pribadi dan usaha untuk menyakiti diri sendiri di antara kelompok LGBT dan veteran militer Amerika Serikat.

“Anda dapat membayangkan bahwa perhatian besar bagi remaja yang mengalami konflik dengan identitas seksual mereka adalah apakah mereka akan ditolak oleh keluarga dan teman-teman mereka,” kata Dr. John Blosnich. Dia mencatat bahwa film yang baru-baru ini dirilis berfokus pada masalah ini. Film, dari 20th Century Fox, berjudul “Love, Simon.” (R.A.W)

Jurnal penelitian dapat diunduh pada tautan berikut:

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2018/03/Sexual-Orientation-Discordance-and-Nonfatal-Suicidal-Behaviors-in-U.S.-High-School-Students.pdf”]

Sumber:

AJPM

NBC