Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Ditutup dengan Australia yang ikut mendorong Taiwan dalam hal melegalkan kesetaraan pernikahan, menghiasi satu tahun pencapaian penting untuk hak LGBT di kawasan Asia Pasifik. Inilah rekap langkah besar dan kecil selama tahun 2017.


Taiwan

Hampir sepanjang tahun 2017, Taiwan digadang-dagang menjadi negara pertama di Asia yang membuat kesetaraan pernikahan menjadi kenyataan, setelah pengadilan tinggi memutuskan pada bulan Mei bahwa undang-undang yang ada yang melarang pernikahan sesama jenis tidak konstitusional, dan harus menjadi diubah dalam waktu dua tahun. Namun proses perjuangan untuk mengesahkan kesetaraan pernikahan sesama jenis dalam hukum di Taiwan telah terhenti, terlepas dari janji perdana menteri bahwa pihak eksekutif pemerintah akan mengirim undang-undang kesetaraan pernikahan ke legislatif. Sementara berkas aplikasi pernikahan sesama jenis terus menumpuk.

Anggota parlemen Jason Hsu, seorang pendukung vokal pemrakarsa kesetaraan pernikahan, mengatakan bahwa dengan pemilihan lokal yang dijadwalkan pada akhir 2018, kemungkinan tidak ada undang-undang kesetaraan pernikahan yang lolos sampai awal 2019, karena sebagian besar masyarakat masih menentangnya. Meskipun demikian, Taipei terus menjadi pusat kehidupan LGBT di Asia, dengan pride parade tahunannya yang dihadiri lebih  dari 100.000 orang dari seluruh wilayah di tahun ini. Dan pelaku bisnis siap menyambut satu klien baru.


Australia

Pada saat itu, Australia – yang menonjol sebagai demokrasi Barat, yang masih belum melegalisasi kesetaraan pernikahan akhirnya beralih setelah mendapat tekanan dari kelompok advokasi, politisi liberal, dan perusahaan. Mayoritas orang Australia mendukung kesetaraan pernikahan, namun masalah tersebut “disandera” oleh pasukan konservatif dalam arena politik di Canberra. Perdana Menteri Malcolm Turnbull, yang merupakan pendukung kesetaraan pernikahan, setuju untuk mengadakan referendum yang tidak mengikat mengenai masalah ini melalui pemilihan suara lewat pos. Kurang dari sebulan, hasilnya menegaskan kembali dukungan mayoritas untuk kesetaraan perkawinan, parlemen mengeluarkan undang-undang yang mengesahkan kesetaraan pernikahan. Upacara pernikahan pertama dilakukan pada minggu yang sama setelah sepasang lesbian diberi pengecualian dari masa tunggu 30 hari normal untuk menikah. Pasangan lain yang telah mengajukan permohonan untuk menikah bisa segera merayakannya pada minggu pertama tahun 2018.


Jepang

Enam pemerintah daerah di Jepang sekarang mengakui kemitraan sesama jenis, yang memastikan bahwa pasangan LGBT berhak mendapatkan hak yang sama dengan pasangan heteroseksual. Kota di utara Sapporo menjadi kota besar pertama di Jepang yang mengakui pasangan LGBT pada bulan Juni. Wilayah Shibuya dan Setagaya di Tokyo mengeluarkan sertifikat kemitraan sesama jenis pada tahun 2015, diikuti oleh kotamadya Iga, Naha, dan Takarazuka tahun lalu.

Bahkan saat elit politik dan masyarakat Jepang pada umumnya tetap konservatif – satu-satunya anggota parlemen gay menyatakan bahwa mengesahkan kesetaraan pernikahan di tingkat nasional masih bertahun-tahun jauhnya dari kenyataan – jelas bahwa sikap seperti itu semakin bertentangan dengan generasi muda Jepang. Sebuah video dari seorang anggota parlemen Selandia Baru yang berpidato mengenai kesetaraan pernikahan di parlemen menjadi virus di Jepang dalam menanggapi komentar yang dibuat oleh seorang anggota partai berkuasa Jepang yang mengatakan bahwa pasangan LGBT tidak akan diajak untuk menghadiri perjamuan di istana kekaisaran. Sikap konservatif Jepang terhadap hak LGBT juga akan semakin mendapat sorotan karena Jepang mencoba untuk menampilkan dirinya sebagai tempat tujuan yang ramah dan memiliki keberagaman karena mencoba menarik lebih banyak pekerja asing yang terampil untuk tinggal dan bekerja di sana.

Hong Kong

Hong Kong, salah satu pusat keuangan utama dunia dan rumah bagi banyak pekerja asing, selama bertahun-tahun telah terlihat sedikit kemajuan dalam isu LGBT meskipun ada seruan dari masyarakat sipil dan sektor swasta untuk memperbaiki hak bagi minoritas seksual. Namun, dua tuntutan hukum menawarkan harapan pada tahun 2017. Pada bulan April, sebuah pengadilan menemukan bahwa pasangan pegawai negeri Hong Kong yang keduanya telah menikah di luar negeri berhak mendapatkan hak yang sama seperti pasangan heteroseksual. Audiensi dalam keputusan pemerintah Hong Kong terhadap keputusan tersebut dimulai bulan ini.

Kemudian, pada bulan September, sebuah pengadilan memutuskan untuk mendukung pasangan ekspatriat lesbian yang berusaha diperlakukan setara dengan pasangan heteroseksual oleh departemen imigrasi. Pemerintah Hong Kong juga mengajukan banding atas keputusan tersebut dan jika diizinkan, yang sidangnya dapat digelar tahun depan atau tahun 2019. Sementara itu, menurut firma hukum yang mewakili pasangan Inggris tersebut, “undang-undang di Hong Kong sekarang adalah pernikahan pasangan LGBT yang terdaftar di luar negeri dan kemitraan sipil harus diakui oleh Departemen Imigrasi terkait masalah visa. “Karena situasi hukum sedang berubah, masih belum jelas pasangan LGBT dapat benar-benar mengandalkannya untuk saat ini.

China

Di tengah tindakan keras yang memburuk terhadap kelompok masyarakat sipil di China daratan, hanya ada sedikit kemajuan mendasar di front LGBT. Pada bulan-bulan menjelang sebuah pertemuan Partai Komunis yang penting di bulan Oktober, sejumlah acara yang diselenggarakan oleh kelompok LGBT dipaksa oleh pihak berwenang untuk dibatalkan. Mengingat iklimnya, salah satu organisasi hak asasi manusia terkemuka memutuskan untuk menyewa kapal pesiar untuk mengadakan pertemuan besar tahunan. Meski begitu, masyarakat menjadi lebih menerima LGBT, terutama di kota-kota. “Sinyal dari negara terfragmentasi dan kontradiktif. Walaupun, masyarakat dengan cepat menjadi lebih terbuka dan-bahkan meski ada kemunduran, komunitas LGBT menjadi semakin terlihat, “kata Darius Longarino, rekan senior di Pusat Kebudayaan Paul Tsai, Yale Law School. (R.A.W)

Sumber:

QZ