Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Pemerintah Indonesia harus segera menyelidiki penggerebekan rumah-rumah ‘yang dicurigai dihuni oleh lesbian’, kata beberapa pendukung hak asasi manusia.

Seruan tersebut terjadi setelah kejadian pada 2 September lalu yang mengusir paksa 12 orang perempuan yang disebut sebagail ‘pasangan lesbian’.

Polisi menggerebek sebuah kompleks perumahan di desa Tugu Jaya, Jawa Barat, setelah kelompok pemuda Islam setempat dan pemimpin agama mengeluhkan bahwa para perempuan yang tinggal bersama tersebut ‘bertentangan dengan ajaran Islam’.

Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa penggerebekan dan pengusiran tersebut melanggar hak perempuan atas privasi, non-diskriminasi dan hak dasar manusia dalam prosesnya. HRW menyatakan bahwa mereka belum bisa menghubungi mereka sejak kejadian tersebut.

Polisi menuntut agar mereka segera pindah dari daerah tersebut tanpa memberikan pembenaran hukum atas perintah tersebut, menurut pihak berwenang yang diwawancarai oleh HRW.

Selama penggerebekan, polisi dan pejabat pemerintah mencatat secara rinci  identitas para perempuan tersebut sebelum memberi mereka waktu selama tiga hari untuk meninggalkan daerah tersebut.

Sumantri, kepala kantor ketertiban umum Cigombong yang ikut ambil bagian dalam razia tersebut, mengatakan bahwa polisi dan pejabat pemerintah mengatakan kepada para perempuan tersebut  bahwa ‘kehadiran mereka telah menimbulkan gangguan publik di daerah tersebut. Kami dengan sopan meminta mereka untuk pergi ‘.

‘Hal yang paling menyinggung tentang kejadian ini adalah polisi dan pejabat pemerintah melangkahi hak privasi dan peraturan hukum untuk menenangkan kefanatikan segelintir orang,’ kata Andreas Harsono, peneliti senior Indonesia di HRW.

‘Mengusir para perempuan tersebut berdasarkan anggapan dan prasangka tentang identitas seksual mereka mengancam privasi semua orang Indonesia dan tidak memiliki tempat di negara yang memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika.’

Kepala desa Tugu Jaya, Sugandi Sigit, dan komisaris polisi, Saifuddin Ibrahim memimpin serangan tersebut. Mohammad Karim, kepala lingkungan tempat para perempuan tersebut tinggal di Tugu Jaya menganggap mereka ‘mengganggu masyarakat’.

Seorang pejabat desa yang tidak disebutkan namanya menentang para perempuan yang hidup bersama karena melanggar Hukum Syariah.

“Tidak dapat diterima jika pasangan perempuan tinggal bersama. Beberapa dari mereka memiliki rambut pendek, bertindak sebagai lelaki. Beberapa memiliki rambut panjang, bertindak sebagai perempuan, “katanya.

‘Ini bertentangan dengan syariah [hukum Islam]. Ini tidak senonoh. “

Beberapa tahun terakhir, terlihat meningkatnya gelombang diskriminasi terhadap individu LGBT di Indonesia.

Pada tahun 2017 saja, ada empat kasus penggerebekan yang menimpa individu LGBT di wilayah pribadi. Kasus yang paling besar adalah dua lelaki yang rumahnya digerebek oleh warga setempat di Aceh. Mereka dituduh melakukan hubungan seks sesama jenis dan menghukum mereka dengan 85  kali cambukan.

Dalam laporan tahun 2013 tentang Indonesia, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai hak atas perumahan mencatat sebuah pola pengusiran paksa terhadap individu LGBT di negara ini.

“Serangan polisi terhadap pertemuan pribadi individu-individu LGBT mendorong histeria anti-gay yang berbahaya disaat pemerintah seharusnya meningkatkan langkah demi langkah untuk melindungi minoritas yang terpinggirkan tersebut,” kata Andrean Harsono.

Pada tanggal 1 Juni lalu, Human Rights Watch menulis surat kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang meminta Kpolri agar memerintahkan untuk menghentikan dengan segera tindakan-tindakan diskriminatif terhadap individu-idividu LGBT dan menyelidiki legalitas tindakan polisi selama penggerebekan tersebut. Namun belum ditanggapi. (R.A.W)

Sumber:

GSN