SuaraKita.org – Jhonnatan Espinosa mengalami hari yang buruk pada musim panas lalu. Dia baru saja putus dengan pasangannya selama 10 tahun dan merasa benar-benar kecewa.
“Tanggal 28 Agustus 2016, dan saya berada dalam kondisi paling buruk,” katanya. “Untuk menghibur diri, saya memutar salah satu lagu favorit saya yang dinyanyikan oleh Enrique Bunbury, dan saya merasa lebih baik.”
Pengalaman ini memicu sebuah ide bagi profesional keuangan berusia 43 tahun itu. Jhonnatan pernah mengikuti kelas musik bersama sekelompok transgender lelaki lainnya di LGBTQ Center di Bogotá, dan dia memutuskan untuk mempresentasikannya dengan sebuah gagasan yang berani: untuk membentuk sebuah band musik rock yang berbeda dengan yang lainnya di Kolombia.
Untuk memenuhi keinginannya, Jhonnatan mengajak beberapa kawannya, dan band yang diberi nama “250 Milligrams” lahir di bulan september 2016. Ide nama band tersebut bisa diartikan sebagai rujukan halus untuk identitas transgender.
“Setiap bulan kami harus mengonsumsi hormon testosteron sebanyak 250 miligram sebagai bagian dari transisi kami,” kata Thomas Jimenez, drummer berusia 21 tahun. “Kami pikir itu adalah nama yang tepat – sedikit terkamuflase dengan sedikit humor di dalamnya.”
Menurut para anggota dari band tersebut, 250 milligrams adalah band rock transgender lelaki pertama di Amerika Selatan. Jhonnatan Espinosa dan Thomas Jiminez, bersama dengan Andres Castillo, Gustaff Garzon, Martin Orozco, Ale Quiroga dan Viviana Vega (satu-satunya anggota perempuan dan bukan transgender) adalah anggota inti dari ensemble yang inovatif ini. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari generasi baru warga LGBT di Kolombia yang “mengambil sikap” untuk mempertahankan hak mereka di negara terbesar keempat di wilayah Amerika Selatan.
“Musik menjadi kendaraan kami untuk menunjukkan kepada dunia siapa diri kita sebenarnya,” kata Jhonnatan. “Kami ingin lebih terlihat, karena transgender sering terpinggirkan oleh masyarakat, kami tidak ingin menyembunyikan diri dan merasakan penderitaan dalam keheningan. Masyarakat harus melihat kita dari sisi yang berbeda.”
Setiap hari Selasa dan Jumat mereka bertemu di LGBTQ Center Sebastián Romero di Bogotá. Mereka berlatih di sebuah ruangan kecil yang gelap di bagian belakang bangunan, tempat mereka menulis lirik lagu dan merencanakan pertunjukan mereka. Ini bukan tempat yang paling ideal untuk grup rock yang sedang naik daun: Ketika ketujuh anggota tiba, mereka berjuang untuk menemukan ruang untuk instrumen mereka. Meski berada di tempat yang sempit, ini adalah tempat yang aman dimana mereka dapat berbagi lelucon, bertukar cerita dan bisa menjadi diri mereka sendiri.
250 milligrams masih dalam tahap permulaan. Mereka hanya memiliki satu gitar dan peralatan lainnya mereka dapatkan dengan cara menyewa atau dipinjamkan. Namun, terlepas dari keterbatasan sumber daya mereka, anggota band sangat menyukai musik mereka, dan mereka memiliki aspirasi yang besar untuk band mereka.
Banyak aktivis melihat kemunculan 250 milligrams di dunia musik Kolombia sebagai momen penting bagi perjuangan penegakan hak LGBTQ di negara ini. “Salah satu kewajiban kami adalah mendidik masyarakat tentang apa artinya trans,” kata Jhonnatan Espinosa. “Masih banyak orang di Kolombia yang tidak tahu bahwa individu yang transgender itu ada.”
Menurut angka terbaru dari U.S. Agency for International Development (Badan Pembangunan Internasional A.S./USAID), antara tahun 2008 dan 2013 Kolombia dilaporkan memiliki tingkat pembunuhan dengan korban individu transgender terbesar keempat di dunia.
Tapi sikap terhadap warga LGBTQ di Kolombia berubah. Pada tahun 2015, pemerintah mengizinkan mereka yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai transgender untuk secara legal mengubah nama dan gender mereka di kartu identitas nasional. Brazil, Argentina dan Bolivia juga telah mengizinkan perubahan ini. Ini adalah bagian dari pergeseran yang lebih luas di Amerika Selatan di mana banyak individu LGBT perlahan menemukan suara mereka dan menjadi lebih terlihat di masyarakat.
250 milligrams memulai debut sebagai band cover, yaitu band yang menyanyikan lagu-lagu dari band lain, tapi sekarang mereka berfokus untuk menulis materi asli yang berasal dari pengalaman pribadi mereka sendiri. Setiap anggota band, misalnya, memiliki cerita untuk dibagikan tentang diskriminasi. Kenangan yang menyakitkan ini secara terbuka dibahas selama sesi menulis mereka dan digunakan sebagai inspirasi untuk musik baru.
“Entre Unicornos“ adalah salah satu lagu asli gubahan kami, lagu ini bercerita tentang kelahiran transgender. Momen saat kita membuka hati kita, saat kita merasakan sakit dan penderitaan atau kita merasa rendah,” kata Jhonnatan Espinosa. “Tapi akhirnya kita mengangkat diri, dan kita bertransformasi seperti unicorn: brilian, penuh warna dan magis.”
Selama 10 bulan terakhir, band ini pernah tampil di klub lokal dan festival yang diadakan di Bogotá, dan berkat popularitas mereka yang semakin meningkat, mereka telah memiliki jadwal pertunjukan di kota-kota di sekitar Kolombia selama musim panas. Sampai sekarang, mereka berencana untuk tampil di acara parade LGBT di Kolombia sepanjang bulan Juli, dan mereka diundang untuk tampil di sebuah festival di Meksiko pada tahun 2018. Tujuan utama mereka, bagaimanapun, adalah untuk merilis rekaman mereka sendiri untuk menginspirasi individu-individu transgender di seluruh dunia untuk menjadi diri mereka sendiri. (R.A.W)
Sumber: