Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Bulan Januari, presiden Chile Michelle Bachelet mengumumkan dimulainya diskusi terbuka masyarakat tentang pernikahan sesama jenis yang bertujuan untuk menghasilkan RUU kesetaraan perkawinan, mengakui hak yang sama bagi semua orang. Dia mengatakan bahwa hal ini bukan hanya memenuhi keinginan sistem Keadilan internasional, namun keinginan yang muncul dari masyarakat Chile.

Pengumuman yang dibuat oleh Presiden Michelle Bachelet memenuhi janjinya dalam sebuah acara PBB pada bulan September 2016, yang diselenggarakan oleh kelompok inti PBByang beranggotakan negara –  negara LGBT-friendly dan perwakilan masyarakat sipil, termasuk Human Rights Watch. Selama acara tersebut, Presiden Michelle Bachelet  mengatakan dia akan mengajukan RUU pernikahan sejenis di Kongres Chile selama paruh pertama 2017.

Chile juga telah mengambil langkah-langkah lain dalam beberapa tahun terakhir untuk mengakhiri diskriminasi LGBT. Pada tahun 2012, Chile mengesahkan hukum yang berkaitan dengan kejahatan atas dasar kebencian dan anti-diskriminasi yang melindungi individu atas dasar orientasi seksual atau identitas jenis kelamin mereka. hukum itu disetujui setelah pembunuhan brutal Daniel Zamudio, seorang pemuda gay yang meninggal setelah dipukuli, lambang swastika diukir di tubuhnya.

Chile juga telah mengambil langkah-langkah positif di panggung internasional. Pada tahun 2016, Chile adalah salah satu sponsor utama dari resolusi Dewan Hak Asasi PBB Manusia dalam menentukan mandat Ahli Independen Orientasi Seksual dan isu-isu Identitas Gender. Suara dukungan tersebut ditegaskan kembali pada bulan Desember 2016 di Majelis Umum PBB.

Jika RUU kesetaraan pernikahan disahkan, Chile akan menjadi negara ke-6 di kawasan Amerika Latin dimana pasangan sejenis dapat menikah, setelah Argentina, Brazil, Colombia, Mexico, dan Uruguay.

Pada 1 Februari, 2017, ada 21 negara dengan kesetaraan pernikahan. Sekitar 1 miliar orang hidup di negara-negara tersebut dari perkiraan 7 miliar populasi dunia. (R.A.W)

Sumber

Human Rights Watch