SuaraKita.org – Hakim konstitusi Maria Farida Indrati melihat permohonan dari guru besar IPB Euis Sunarti dkk dapat berdampak luas. Salah satunya dapat menjerat pidana terhadap kelompok LGBT dan pasangan tidak menikah.
Sidang ke-16 yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman mendengarkan pandangan ahli Romo Andang L. Binawan dari pihak Koalisi Perempuan Indonesia. Sidang ini juga dihadiri pemohon guru besar IPB, Euis Sunarti dkk yang merasa dirugikan terhadap pasal asusila.
“Memang kalau kita kembangkan permohonan pemohon ini semua itu akan pidanakan,” ujar hakim konstitusi Maria dalam persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (6/12) lalu.
Maria menanyakan sikap yang harus diambil ketika anak-anak jadi korban. Terlebih mereka adalah keluarga sendiri.
“Apakah kita harus memberikan satu sanksi seperti sanksi pidana dalam keluarga atau kita harus mendidik secara moral, tidak mudah dikemukaan. Karena moral itu lahir dari diri kita sendiri atau kelompok-kelompok kita itu, baik atau tidak baik. Jadi bagaimana kalau permohonan ini kita kaitkan apa yang dikemukakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia,” sambung Maria.
Sebab Maria menilai apa yang disampaikan dalam paparan oleh ahli lebih cenderung pada perzinaan. Sedangkan isu yang berkembang dalam sidang terhadap LGBT yang tidak sesuai norma.
“Dalam paparan Koalisi Perempuan pemidanaan orientasi seksual sejenis tidak sesuai prinsip keadilan, karena pada kenyataan orientasi sejenis hal itu di luar kehendak mereka. Sedangkan ini ditakutkan para pemohon, karena sudah banyak sekali terjadi. Kalau dikatakan personal dalam perkara moral, bagaimana kita menindak berkembang luas,” tuturnya.
Sementara itu, Romo Andang L. Binawan mengatakan moral adalah bagian dari hukum. Tetapi tidak setiap perkara moral harus diselesaikan dengan hukum pidana.
“Karena perbedaan mendasar tadi yang satu ideal, hukum adalah minimal. Maka perlu dirumuskan, bukan justru diperluas. Di sini peran negara, negara di mana ukuran ketat pada kata keadilan,” kata Romo Andang.
Menurutnya dalam perkara LGBT harus dibedakan asal-usul itu individu tersebut. Dalam hal negara harus membedakan dalam tindakannya.
“Yang masuk ranah privat atau publik di sini perlu kehati-hatian dibedakan, agar hukum bukan pengganti moralitas karena moralitas sangat luas dan besar. Moral tidak harus diatur hukum tetapi tidak semua perkara moral bisa diatur hukum,” pungkas Romo Andang.
Sumber
Risalah sidang dapat diunduh dibawah ini
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2016/12/risalah_sidang_8986_PERKARA-NOMOR-46.PUU-XIV.2016-6-Desember-2016-.pdf”]