Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Lily Madigan (18) adalah seorang murid di St. Simon Stock Catholic School di Madison, sekitar 60 km sebelah tenggara London. Pada bulan Januari lalu dia mengumumkan transisinya di laman Facebook miliknya. Kemudian di bulan maret Lily pertama kali memakai seragam sekolah untuk perempuan, sayangnya Brendan Wall, Kepala Sekolah Lily menyuruhnya pulang untuk mengganti seragamnya dengan seragam lelaki atau mencari sekolah lain yang mau menerimanya.

Selain melarang untuk memakai seragam sekolah sesuai dengan identitas gendernya, pihak sekolah juga melarangnya menggunakan kamar mandi perempuan dan guru-guru akan tetap memanggilnya dengan nama Liam sesuai nama lahirnya, walaupun Lily telah berganti nama secara sah.

Meskipun petisi yang dilakukan oleh para murid untuk mendukung Lily dan menuntut sekolah mengizinkan siswa transgender mengenakan seragam sekolah senyaman mungkin dan telah mengumpulkan lebih dari 200 tanda tangan, Brendan Wall menolak untuk mengubah apa pun. Hal ini menyebabkan Lily jatuh ke dalam “depresi berat,” dan mulai sering tidak masuk sekolah.

Lily akhirnya menyewa jasa pengacara di sebuah firma hukum dan menurut pengacara tersebut kasus Lily adalah kasus yang sangat mudah karena sudah ada hukum tertulis dalam Equality Act 2010 dan sekolah ini melakukan tindakan diskriminasi terhadap Lily. Kemudian mereka mengirim surat  sekolah   yang  menunjukkan bahwa sekolah Lily melanggar – Undang-Undang kesetaraan dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia  dan  menunjukkan bukti-bukti bahwa sekolah itu melanggar kebijakan keberagaman dan kesetaraan. Seperti diketahui beberapa sekolah di Inggris sudah menerapkan kebijakan bahwa murid transgender diberi kebebasan untuk memilih seragam sesuai dengan identitas gendernya.

lily-tessa-2Setelah perjuangan panjang, Lily sekarang diperbolehkan sekolahnya untuk mengenakan seragam sekolah untuk perempuan serta menggunakan toilet dan ruang ganti perempuan. Sekolah Lily pun secara resmi telah mengirimkan surat permintaan maaf. Seorang juru bicara sekolah mengatakan bahwa mereka menghargai  pandangan dari semua siswa dan  transgender merupakan masalah penting bagi mereka sebagai sebuah akademi inklusif. Para staf di sekolah tersebut juga mendapatkan pelatihan bagaimana menghadapi isu-isu LGBT yang terjadi di sekolah.

Berbicara pekan lalu setelah memperoleh haknya, Lily mengatakan “Saya sangat senang tentang perubahan, karena sudah tertulis jelas tentang hak atas keberagaman dan kesetaraan”. (R.A.W)

Sumber

cosmopolitan